Laman

July 16, 2011

my boy is a mongdal (part 8)

“ada apa dengannya?? Dua hari yg lalu dia memelukku sekarang dia menciumku. Eli!! Aku berniat melupakanmu tapi kau malah seperti itu. Ahh, dia juga memutuskan jenny. Aku bingung padanya.” Gumam min rae sendirian berbaring diatas tempat tidurnya dan tanpa sadar tertidur.

*

“yaa~ bangunlah, makanan sudah siap.” Teriak eli dari lantai bawah tepat diruang makan. Min rae yg sudah bangun dari tadi langsung berlari turun menuju meja makan. Wajahnya terlihat sangat sumringah pagi ini. Dengan senyum diwajahnya, min rae duduk dikursi lalu mengambil lauk dihadapannya.

“Waaww, kau yang memasak ini semua? Ahh, ada kepiting. Aku suka kepiting.” Ucap min rae mengambil kepiting dan melahapnya. Eli tersenyum memperhatikan min rae lalu duduk dihadapan min rae.

“kau sudah kembali seperti biasa.” Ucap eli ikut tersenyum. “apa karena semalam?” tanya eli membuat min rae hampir tersedak.

“mwo? Tidak, aku... ah sudahlah lupakan makan saja.” Jawab min rae berpikir mencari alasan tapi tidak ia dapati. Eli hanya tersenyum memperhatikan wajah min rae yang memerah lalu kembali melahap makanannya.

*

Setelah sarapan dan membereskan rumah, min rae beristirahat sejenak dikamarnya sambil memperhatikan gerimis lewat jendelanya. Sesekali ia menggaruk tangannya yang terlihat kemerahan. Perutnya juga sedikit mual, dengan langkah cepat ia langsung pergi kekamar mandi dan berusaha untuk memuntahkan semua isi perutnya. Suara min rae terdengar sampai kamar eli karena tepat diatas kamar eli adalah kamar mandi. Eli yang bingung mendengar suara itu langsung keatas. Ia melihat min rae didalam kamar mandi yang pintunya terbuka. Eli memperhatikan min rae yang masih duduk didepan kloset.

“kau tidak apa-apa?” tanya eli bingung. Min rae tersenyum menghadap eli sambil menggeleng. “tanganmu memerah, kau alergi?” tanya eli ketika min rae mencoba berdiri.

“hm, sebenarnya aku alergi kepiting. Hehe, tapi tidak apa-apa, aku harus minum obatku dulu.” Jawab minrae masih tersenyum lalu menuju kamarnya diikuti eli. Min rae meminum 2 pil langsung lalu duduk diujung tempat tidurnya. Eli menarik kursi didekat meja belajar min rae lalu duduk dihadapan minrae.

“kenapa tidak bilang kalau kau alergi kepiting? Malah langsung dilahap abis.” Tanya eli dengan nada ketus memperhatikan sekujur tubuh minrae yg memerah.

“aku alergi tapi aku suka kepiting, makanya aku lahap tadi.” Sahut min rae cepat.

“bodoh, kedokter saja bagaimana? Biar cepat sembuh.” Ajak eli cepat.

“ahh, tidak usah, aku akan sembuh dengan sendirinya setelah meminum obat ini.” Sahut min rae tersenyum. Eli menggelengkan kepalanya tanda kesal. “hehe, gomawo.”

“untuk apa?” tanya eli ketus.

“kau sudah memperhatikanku. Selama ini jika aku alergi, aku akan mengobati sendiri dan membiarkannya pulih sendiri tanpa ada yang memperhatikanku.” Jawab min rae sumringah. “boleh aku tanya sesuatu? Siapa wanita yang kau bilang pada jenny beberapa hari lalu?”

“ohh, itu. Kenapa? Kau penasaran?” eli berbalik bertanya pada min rae. Min rae mengangguk cepat lalu tersenyum. “kalau aku jawab kau? Bagaimana?”

“hah? Ahh, tidak mungkin. Karena pernyataanku malam itu kau langsung menyukaiku. Jangan jangan kau menyukaiku karena kasihan.” Sahut min rae cepat memanyunkan bibirnya.

“kau itu sangat bodoh, hanya karena ucapanmu aku langsung luluh. Itu tidak mungkin!!” sahut lei cepat memukul kening min rae.

“lalu?” tanya min rae cepat mengusap pelan keningnya.

“sudah kubilang kan kau itu bodoh, aku tahu waktu itu kau mengatakan semua perasaanmu padaku, makanya roh mongdalku tidak berani beraksi lagi. Aku juga tahu kalau dari awal kau menyukaiku. Kau tidak pandai menyimpan perasaanmus endiri.” Jelas eli cepat. wajah min rae memerah.

“jangan mengatakan aku bodoh.” Gumam min rae menunduk.

“kau memang bodoh.” Sahut eli memeluk min rae. Min rae tersenyum membalas pelukan eli.

“aku mencintaimu, eli shi...” ucap min rae dengan raut wajah sumringah.

“aku juga.”

*

Sudah lebih dari dua bulan min rae dan eli menjalin hubungan serius. Min rae yang supel dan sedikit aneh membuat hari hari eli menjadi lebih berwarna walau terkadang dadanya masih terasa sakit.

Sore ini eli mengajal min rae untuk pergi keluar rumah menikmati angin sore. Awalnya min rae menolak dengan alasan lelah karena ia baru pulang menjenguk temannya yg sakit.

“mau kemana memang?” tanya min rae tidak antusias.

“kau sudah lama tidak kejembatan itu, katanya kau menyukainya.” Jawab eli tersenyum masih menggandeng tangan min rae.

“ahh, tempat itu sudah tidak menarik semenjak jenny datang kesana.” Sahut min rae dengan nada ketus.

“kau masih saja mengingatnya, dasar.” Ucap eli berjalan cepat meninggalkan min rae dibelakangnya. Min rae sedikit berlari mengejar eli lalu merangkul lengan eli.

“kita pulang saja bagaimana??” ajak min rae. Eli menatapnya sinis lalu berjalan lagi. “eli-shi, buat apa kita kesana?”

“kita ke panti jompo, bulan ini kau belum melakukan tugas rutinmu kan?” jawab eli tanpa membalikan badannya.

“aigoo~ tanggal berapa sekarang, aku lupa.” Sahut min rae cepat. “kita telepon restoran bubur saja setelah sampai sana.”

“bodoh.”

*

Eli dan min rae baru sampai rumah sekitar pukul 11 malam. Sore ini mereka memberi makan para manula di panti jompo seperti yang biasa min rae lakukan setiap bulannya.

“ahh, lelah tapi senang.” Min rae langsung membantung tubuhnya diatas sofa diruang tengah. “kau mau aku buatkan teh hangat? Diluar gerimis?”

“aku ingin mandi, jika kau kau buatkan, buatkanlah.” Jawab eli tersenyum berjalan menuju kamar mandi. Dengan langkah pelan min rae berjalan menuju dapur dan mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Dengan langkah gontai, min rae membuka pintunya setelah melihat siapa yg datang. Seorang lelaki paruh baya dengan dandanan rapi. Min rae tidak mengenal sama sekali lelaki dihadapannya itu.

“maaf, apa kau pemilik rumah ini.” Tanya lelaki itu dengan suara lantang. Min rae hanya mengangguk. “kau kenal lelaki ini? Namanya kim kyoung jae. Aku tadi melihatnya masuk kerumah ini, apa dia sedang bersamamu?” tanya lelaki itu lagi menunjukan sebuah foto ditangannya. Min rae sangat kaget ketika ia melihat foto itu. Namun ia berusaha mengatur napasnya.

“ehmm, aku tidak mengenalnya. Aku memang tinggal dengan oppaku disini, namanya eli kim. Dia baru saja mandi.” Jawab min rae berusaha santai. “kalau baru tahu ada apa memang dengan lelaki difoto ini?” min rae berbalik bertanya.

“dia anakku, aku sudah tidak bisa lagi melacaknya. Aku mencarinya karena aku ingin menikahkannya. Maaf aku telah mengganggumu, tapi kalau kau menemukan lelaki ini tolong hubungi aku.” Lelaki itu memberikan sebuah kertas kecil lalu pergi meninggalkan rumah min rae. Min rae mengambil kertas kecil itu gugup lalu menutup pintu rumahnya dan menguncinya.

Min rae mengamati kertas kecil itu badanya terasa ringan hingga ia membanting tubuhnya keatas sofa. Ia memikirkan ucapan lelaki tadi yang mengaku sebagai ayahnya eli, kyung jae.

“ada apa? Mana tehku?” tanya eli memperhatikan min rae sambil mengeringkan rambutnya.

“ahh, mian, tadi ada orang datang.” Jawab min rae dengan nada datar. Eli menghampiri min rae lalu duduk disebelah min rae mengambil kartu nama yang dipegang min rae.

“dia kemari?? Hhh~ apa yg ia katakan padamu?” tanya eli memandangi min rae.

“dia mencarimu, dia ingin menikahkanmu.” Jawab min rae sedikit gagap. Eli menatap min rae sejenak lalu menyandarkan punggungnya.

“kekuatan mongdalku sudah berkurang, jadi kakekku tidak dapat melacakku lagi.” Ucap eli menghela napas panjang.

“bukan masalah itu yg aku pikirkan.” Sahhut min rae cepat. eli menatapnya bingung. “jika ayahmu menemukanmu, kau akan dinikahi dengan perempuan pilihan ayahmu. Lalu aku?? Ahh, akan jadi apa aku nanti.”

“tidak usah memikirkan itu.” Sahut eli meninggalkan min rae menuju kamarnya.

“tunggu sebentar,” eli menghentikan langkahnya. “bagaimana jika aku yang menikah denganmu, aku akan bilang pada ayahmu kalau aku yang akan menikah denganmu. Itu lebih baik.” Ucap min rae dengan wajah polosnya.

“aku tidak mau.” Jawab eli cepat dan pelan.

“waee???” tanya min rae sedikit merengek.

“sekali tidak mau ya tidak mau.” Eli membanting pintu kamarnya. Sedikit membuat min rae kaget dan ketakutan.

*

No comments:

Post a Comment