Laman

January 15, 2011

ff: i'm sorry i love your boyfriend (part.2 ending)

fanfic ini terpaksa ada terusannya karena permintaan dari teman-teman. hehehehe. tapi kalo rada aneh mohon dimaafin yaa. keep reading :)

---------------------------------------------------------------------------------------------------

“tidak akan ada yang memisahkan hubungan aku dan doojoon..” ucapan shin rin dari ruang tengah terdengar oleh shan ni yang sedang membuat segelas jus didapur. Telinganya terus terpasang guna mendengar jelas ucapan shin rin.

Setelah drama shin rin dan doo joon aku kembali lebih leluasa bertemu dengan doo joon. Spin kembali bisa satu panggung dengan beast, walaupun hubungan shin rin dan doo joon masih berjalan untuk drama mereka yang kedua, bebanku terasa lebih ringan karena shin rin terlalu bodoh untuk aku bohongi.

“bukankah malam ini kau ada acara?” hye ra onnie menghampiriku kedapur.

“sebentar lagi aku berangkat.” Ucapku tidak menatap kearahnya. Aku meminum jusku lalu berjalan menuju kamarku mengambil tas ungu-ku dan plato merahku.

“aku bisa membunuhmu jika kau dekat dengan doojoon.” Ucapan shin rin membuat langkahku tertahan.

“bukankah kau sempat putus dengannya?” tanyaku sinis.

“tapi itu semua kembali seperti semula, dan kau gagal merebutnya dariku.” Jawab shin rin tersenyum sinis. Aku hanya berjalan meninggalkan dorm itu.

Benar, shin rin dan doo joon pernah sempat menyudahi hubungan mereka, namun sayang, SM menyuruh doojoon untuk menyatakan perasaannya lagi karena drama part kedua akan mereka buat. Doo joon pun terpaksa menerimanya walau ia pernah menolaknya hampir 3 kali.

*

Tugasku sebagai pembawa acara malam ini selesai sudah. Aku kembali memakai platoku dan hendak kembali ke dorm. Tiba-tiba seseorang memelukku dari belakang dan mencium leherku.

“doojoon-ahh, bagaimana jika ada orang.” Ucapku sedikit kesal melepaskan pelukannya lalu mengambil tasku.

“ikut aku sekarang.” Doojoon menarik tanganku keluar dari ruang make up tersebut. Aku tidak bisa melepaskan tangannya. Ia menyuruhku masuk kedalam mobil lalu ia duduk menyetirnya pergi malam itu.

“mau kemana kita?” tanyaku bingung menatap kearahnya.

“ke dormku.” Jawab doo joon santai.

“dorm?” tanyaku bingung. “untuk apa kita kesana?”

“diamlah, jagiya.” Ucap doo joon menghentikan mobilnya. Ia menatap kearahku, namun aku memalingkan wajahku.

“kau kenapa?” tanyanya menjalankan mobilnya lagi.

“aku kesal pada shin rin, aku ingin membunuhnya!” jawabku kesal.

“jika kau ingin membunuhnya, bunuhlah, aku akan membantumu.” Ucapan doo joon membuatku menatapnya. Aku sedikit bingung ketika doo joon berkata seperti itu.

“turunlah, kita sudah sampai.” Ucap doo joon membukakan pintu mobilnya.

“kenapa kita kesini?” tanyaku mengikutinya berjalan.

“dormku sepi, kelima member dan menejerku sedang pergi menginap di rumah kikwang, aku tidak ikut karena aku ingin bermalam denganmu.” Jawab doo joon masuk kedalam lift. Aku hanya diam walau hatiku sedikit merasa senang.

“masuklah.” Ucap doo joon membuka pintu dorm mereka. Dorm yang terlihat cukup besar namun tidak terlalu rapi hadir dihadapanku.

“jangan disini, masuklah..” ucap doo joon menarik tanganku masuk kesebuah kamar yang cukup besar dengan 2 tempat tidur yang letaknya berjauhan. Kamar itu mirip dengan kamarku, namun ini terlihat lebih besar. Kamar ini lebih rapi dibanding ruang utama didepan, dilengkapi sebuah televisi dan lemari coklat besar.

“aku disini dengan dongwoon.” Ucap doo joon mengganti pakaiannya. Aku terlihat sedikit kaget ketika ia membuka kausnya dan menampilkan absnya.

“kau tidur dimana?” tanyaku pelan.

“disana.” Jawab doojoon menunjuk sebuah tempat tidur bersprei biru laut. Aku berjalan ketempat tidur itu lalu duduk dipinggir tempat tidur memperhatikan seisi kamar itu. Doo joon berjalan menghampiriku lalu duduk disebelahku. Aku hanya diam masih memperhatikan foto-foto beast yang terpampang dikamar itu.

“kau tidak panas?” tanyanya memegang pundakku. Aku hanya menggeleng.

“kau terlihat tidak seperti biasanya.” Ucap doo joon memegang keningku. “badanmu terasa hangat, kau sakit?” tanyanya. Lagi-lagi aku hanya menggeleng.

“jangan membohongiku.” Ucap doo joon memeluk tubuhku. Aku semakin merasa kepanasan. Doojoon yang tahu itu, melepaskan pelukannya lalu melepaskan platoku yang aku pakai. Aku tidak mengelak saat itu. Sekarang aku hanya memakai kaus putihku dan celana panjang hitamku. Doojoon kembali memelukku lagi setelah melepaskan platoku.

“doo joon-ahh..” panggilku membuat doo joon melepaskan pelukannya. Doo joon menatapku tajam. Aku hanya diam menatapnya, perlahan aku mendekatkan wajahku kewajahnya. Doo joon hanya tersenyum melihat ulahku yang jarang sekali aku lakukan. Aku mencium bibir doo joon lembut, namun ia membalasnya dengan sedikit kasar. Aku pun melepaskannya.

“kau gila.” Ucapku tersenyum. Doo joon mendorong badanku pelan ketempat tidur sementara ia sudah berada diatas tubuhku. Aku hanya tersenyum ketika ia mencium leherku. Aku merasakan desahan nafasnya yang hangat. Ia mencium telingaku lalu kepipiku kemataku dan terakhir kekeningku. Ia pun pindah kesebelahku. Aku memiringkan tubuhku menghadap kearah lehernya. Aku sedikit mendongak menatap kearah wajahnya. Doo joon lalu mencium keningku lagi. Tanganku aku gerakan menyentuh pipinya lalu menjalar hingga kedadanya yang bidang. Ia menghentikan laju tanganku tepat ketika tanganku berada diatas dadanya.

“malam ini kau untuku.” Ucap doo joon tersenyum menggenggam tanganku.

“hanya malam ini?” tanyaku pelan. Doo joon hanya tersenyum ketika ponselku berdering. Dengan cepat aku mengambil tasku lalu mengambil ponsel biruku. Doo joon hanya memperhatikanku ketika aku melihat kelayar ponselku bahwa menejer jang yang menelpon.

“siapa?” tanya doo joon pelan. Aku tidak menjawabnya lalu mengangkat telepon itu.

“kau dimana?” suara menejer jang. Aku menengok kearah jam yang menunjukan pukul 12 malam.

“aku, aku dengan doo joon malam ini.” Jawabku jujur kepada menejer jang yang tahu hubunganku dengan doojoon.

“pulanglah sebelum jam 5 pagi.” Ucap menejer jang pelan.

“ne.” Jawabku singkat menutup ponselku dan menonaktifkannya.

“menejer jang sudah bosan menasehatimu?” tanya doo joon menatapku.

“sepertinya seperti itu.” Jawabku tersenyum masih duduk dihadapan doo joon.

“waeyo?” tanya doo joon bingung memperhatikanku.

“kadang aku berpikir apa yang akan terjadi jika seluruh dunia tahu hubungan kita.” Ucapku pelan menerawang kearah jendela yang tertutup korden.

“jika dunia tahu, aku akan menegaskan bahwa aku hanya untukmu.” Ucap doo joon memelukku lagi. Aku membalas pelukannya dan tersenyum.

“besok aku akan mengantarmu pulang.” Ucap doo joon membisikannya ditelingaku. Kata-katanya membuatku semakin memeluknya erat. Aku memejamkan mataku diatas pundaknya saat itu.

*

Pagi-pagi buta seperti ini, aku kembali ke dorm diantar doo joon. Doo joon mengajakku bertemu lagi minggu depan. Aku hanya tersenyum saat ia mengatakan itu. Buatku waktuku akan terbatas jika aku menentukan pertemuan itu sekarang.

Aku masuk kedalam dorm-ku. Ruang tamu di dorm itu masih gelap, aku masuk kedalam kamarku yang sekarang aku satu kamar dengan hye ra eonnie. Hye ra eonnie terlihat masih terlelap dalam tidurnya. Aku mengambil pakaianku dan beranjak kekamar mandi.

Pagi itu, aku berendam hingga pukul setengah 8 pagi. Aku menyudahi acara berendamku ketika aku mendengar suara shin rin terdengar sangat keras. Setelah aku mengeringkan tubuhku dan memakai bajuku, aku keluar kamar mandi.

“ada apa?” tanyaku santai. Ruang tamu sudah dipenuhi menejer jang dan dua member spin lainnya. Tanpa berkata banyak, menejer jang memberikan seberkas kertas kepadaku. Disana aku dikontrak sebuah iklan minuman dengan seluruh anggota beast. Wajahku sedikit tersenyum saat membacanya.

“aku menerimanya.” Ucapku cepat. mata shin rin terlihat membesar.

“sampai kapanpun, kau tidak bisa merebut doo joon dariku.” Teriak shin rin. aku hanya tersenyum berjalan memasuki kamarku da meletakkan handuk dibalik pintu.

*

Malam ini aku sedang mempersiapkan pemotretan untuk iklan sebuah minuman soda. Diruang make up, rambutku sedang dibereskan oleh penata riasku. Diruang itu terlihat sepi hanya aku dan penata riasku saja.

“hai doo joon.” Ucap penata riasku kepada doo joon yang langsung duduk disebelahku. Aku hanya menatapnya lalu kembali membaca majalah dihadapanku.

“sudah selesai..” ucap penata riasku. Aku menatap kearah cermin dan sedikit membenarkan rambutku. Penata riasku memberikan setelan baju yang harus aku gunakan saat pemotretan nanti lalu beranjak pergi dari ruangan itu.

“kau tidak keluar?” tanyaku menatap doo joon yang daritadi asik memperhatikanku.

“untuk apa??” tanya doo joon pura-pura tidak mengerti. Aku menunjuk setelan baju yang daritadi aku pegang.

“ara.. araa..” ucap doo joon bangkit dari kursinya lalu mengusap rambutku. Aku tersenyum.

*

Sekitar hampir 4 jam aku dan para personil beast melakukan pemotretan. Tepat pukul 10 malam, tugasku ini telah selesai. Selepas selesai, aku dan menejer jang tidak langsung pulang, namun sedikit berbincang dengan para kru dan member beast disana.

“bagaimana jika malam ini kau pergi dengan kami?” tanya junhyun kepadaku. Aku menatapnya bingung.

“ahh, benar, ada wanita pasti lebih seru, kau mau ikut eun young?” sahut dongwoon tersenyum menatapku.

“kemana?” tanyaku tersenyum.

“kesebuah cafe, kita ingin melepas malam kita disana. Kau mau ikut?” sahut dongwoon dengan wajah mengharapkan bahwa aku ikut.

“ahh, tanyalah pada orang yang duduk disebelahku.” Ucapku sedikit bercanda sambil menyikut menejer jang yang ada disebelahku.

“baiklah, baik.” Jawab menejer jang memperbolehkan aku ikut dengan mereka.

“kau ikut kan?” tanyaku kepada menejer jang.

“aniyo, aku harus mengurus ketiga temanmu yang lain, kau bisa pulang dengan member beast yang lain kan?” jawab menejer jang, aku hanya mengangguk mengiyakan.

*

Malam itu, kami sampai disebuah cafe yang terlihat mewah. Didalamnya terlihat ramai oleh pengunjung. Aku memperhatikan seisi cafe itu yang rata-rata adalah pasangan.

“kita diatas.” Ucap doo joon berjalan mendahuluiku. Aku pun berjalan sammbil bencengkrama dengan yoseob keatas. Tepat, diatas sangat sepi, hanya ada pelayan dan bartender disana.

“tempat ini sudah kami sewa seminggu yang lalu.” Ucap junhyung menjelaskan. Aku hanya mengangguk tanda mengerti. Aku pun berjalan lalu duduk disofa merah tepat menghadap kemeja DJ. Selang beberapa lama, doo joon duudk disebelahku dengan wajah santai.

“sudah lama sekali kita tidak kesini.” Ucap kikwang memesankan minumannya.

“kalian sering kesini?” tanyaku pelan.

“hmmm, dulu sampai seminggu sekali kami kesini.” Sahut dongwoon cepat. aku hanya mengangguk mengerti.

Aku memperhatikan sekelilingku hingga tatapan mataku jatuh kearah doo joon yang daritadi diam disebelahku. Dia pun menjatuhkan tatapannya kearahku lalu tersenyum. Tangannya yang daritadi dibawah menyentuh tanganku yang berada diatas sofa. Aku sedikit kaget saat itu. Namun dia tersenyum padaku hingga aku ikut menggenggam tangannya. Malam itu aku dan beast pun bercerita banyak namun tidak ada yang melihat tangan doo joon yang menggenggam tanganku.

*

“kudengar kau pergi bersama anggota beast malam ini?” tanya hye ra eonnie ketika aku baru saja masuk kedalam kamar. Aku hanya diam membuka jaketku.

“shin rin mengamuk lagi.” Lanjut hye ra eonnie. “bisakah kau menjauh dari doo joon?”

“aku tidak akan menjauhinya, selama aku masih dekat dengannya.” Ucapku mengganti pakaian.

“tidakkah kau pernah berpikir tentang perasaan shin rin?” tanya hye ra eonnie lagi.

“jika ia benar-benar mencintai doo joon, seharusnya dia bisa merebut hati doo joon.” Jawabku sedikit marah. Hye ra hanya diam mendengar perkataanku.

“aku mengantuk.” Ucapku lalu terlelap diatas tempat tidurku.

*

Sore hingga malam, aku dan soon mi menghabiskan hari libur kami dengan bermain game. Hanya berdua, hye ra eonnie sedang pergi menjadi DJ disebuah radio sementara shin rin sedang pergi dengan doo joon.

“kau tidak cemburu dengan shin rin ?” tanya soon mi fokus terhadap permainannya.

“mereka sepasang kekasih, mengapa aku harus cemburu?” aku berbalik bertanya pada soon mi.

“oiya, aku lupa, doo joon hanya menganggapmu teman.” Sahut soon mi cepat. aku menatapnya sinis.

“mian, hanya bercanda.” Ucap soon mi tersenyum menatapku.

*

Malam ini, perutku terasa lapar, aku memperhatikan kamarku yang gelap. Terlihat samar hye ra eonnie sedang tertidur pulas. Aku pun berjalan keluar kamar.

“kau mau kemana?” tanya hye ra eonnie mengagetkanku.

“perutku lapar, aku ingin mencari makanan didapur.” Jawabku membuka pintu kamar pelan. Diruang tengah terlihat terang, terasa janggal. Aku berjalan menuju dapur dan melirik keruang tamu. Diruang tamu tersebut, aku melihat shin rin yang hendak mencium doo joon.

“hhh, sewalah hotel jika kau ingin yang lebih.” Ucapanku membuat shin rin menghentikan perbuatannya. Shin rin menatapku tajam sementara doo joon tersenyum kearahku. Aku berjalan santai menuju dapur lalu mengambil beberapa makanan pembakar lemak lalu kembali menuju kamarku.

“ada apa?” tanya hye ra eonnie kepadaku.

“kau lihat saja kelakuan maknaemu diluar.” Ucapku membuka makananku lalu melahapnya. Hye ra bingung lalu keluar kamarnya mengecek apa yang terjadi. Aku hanya tersenyum menghabiskan makananku lalu terlelap lagi.

*

Sore ini, aku sedang menikmati sore yang indah bersama ketiga anggota spin yang lain. Kami duduk dipinggir sungai han sambil menikmati matahari terbenam.

“lelaki pertama yang memberikan ini padaku adalah doo joon.” Ucap shin rin tersenyum memakan gulali merah mudanya. Aku meliriknya lalu kembali menatap pantulan cahaya merah dari air sungai han.

“ahh, ayahkulah yang memberikan itu saat aku usia 3 tahun.” Sahut soo min sumringah.

“ayah?” tanyaku kepada soo min. Soo min tersenyum mengangguk. Aku memperhatikan sekelilingku mencari sesuatu. Aku melihat seorang pedagang bakso ikan dipinggir jalan, aku pun sedikit berlari menghampirinya dan membeli bakso ikan itu lalu kembali kepinggir sungai han.

“kelihatannya enak.” Ucap hye ra. Aku memberikan satu tusuk itu kepada hye ra, shin rin menatapku sinis.

“ayahku adalah orang pertama yang memberikan bakso ikan buatannya kepadaku.” Ucapku sumringah. Hye ra tersenyum menatapku.

*

Malam ini aku berjalan pelan bersama doojoon menuju ketempat biasa kita melewati malam bersama. Tangannya terus menggenggam tanganku. Aku yang sedikit merasa dingin, terasa hangat akibat genggamannya.

“kau terlihat sedang tidak enak badan?” ucap doo joon masih terus berjalan.

“aniyo, mungkin hanya perasaanmu saja.” Sahutku pelan. Aku dan doo joon pun meneruskan perjalanan tanpa banyak bicara.

“ahh, akhirnya sampai juga.” Ucap doo joon mengunci pintunya setelah aku masuk. Aku meletakan tas dan jaketku diatas meja besar dipinggir kamar itu. Doo joon pun melepaskan jaketnya yang ia letakan didekat jaketku. Aku duduk sebentar dikursi sambil memperhatikan hujan yang turun tepat setelah kami sampai dirumah itu.

“hujan turun deras.” Ucap doo joon berdiri dibelakangku menatap keluar jendela juga. Aku tersenyum menatap kejemariku yang aku letakan diatas meja tersebut.

“tidurlah sudah malam.” Ucapnya naik keatas tempat tidur putih itu. Aku memperhatikannya lalu berjalan dan berbaring disebelahnya. Aku sengaja tidak menghadap kearahnya. Namun tangannya malah menyentuh pinggangku. Aku pun menelentangkan tubuhku.

“ada apa?” tanyanya menatapku dengan tatapan bingung. Aku hanya menggeleng pelan. Doo joon pun berusaha mencium bibirku. Entah kenapa malam ini aku tidak merasakan kehangatan bibirnya. Aku melepaskannya. Doo joon pun bangun lalu duduk dipinggir tempat tidur tidak menghadapku. Aku memperhatikan punggungnya yang ditutupi kemeja putuh. Aku menghampirinya lalu memeluk punggungnya.

“mianhae.” Ucapku pelan didekat telinganya. Dia tidak merespon apapun dari ucapanku. Aku pun turun dari tempat tidur, lalu berdiri menghadapnya.

“kau sudah tidak mencintaiku?” tanya doo joon menatapku tajam. Aku menggeleng pelan.

“lalu?” tanyanya sedikit kesal.

“perasaanku aneh,.” Jawabku singkat menyentuh pipinya lalu mencium bibirnya. Aku berusaha membuatnya untuk membalas ciumanku. Ia pun membalasnya sambil menyentuh tengkukku. Bibirnya terus ia mainkan diatas bibirku hingga ia pun berdiri dihadapanku. Aku terus membalasnya walau ciumanku tidak seganas ciumannya. Aku mulai membuka mata walau bibirku masih menyentuh bibirnya. Aku melihat wajahnya yang tampan dengan mata yang tertutup. Aku pun memejamkan mataku lagi dan menikmati permainan bibir kita.

Setelah hampir 10 menit, aku melepaskan bibirku. Kurasakan bibirku yang basah, aku melihat kearah bibirnya yang terlihat basah dan sedikit merah. Ia tersenyum padaku. Aku berjalan menjauhinya mendekati jendela. Aku tersenyum memperhatikan doo joon yang sudah membuka kemejanya. Dia berjalan menghampiriku lalu memelukku.

“kau gila.” Ucapku tersenyum. Doo joon menatapku tersenyum lalu menggendongku keatas tempat tidur.

Diatas tempat tidur, ia membuka kemejaku. Aku menerimanya karena aku tahu aku menggunakan kaus tipis yang tidak terlalu ketat. Doo joon lalu memelukku dan menciumi leherku. Aku menikmatinya hingga doo joon berbaring diatasku. Dia menciumku lagi aku pun membalasnya sementara tanganku mengusap belakang kepalanya.

“aku mencintaimu”

*

“kau tahu, rumah kecil didistrik 2 tepat disebelah sebuah distro terbakar.” Ucap shin rin sore ini ketika aku selesai mandi. Aku menghampirinya lalu merebut koran itu dan membaca. Tepat, itu rumah yang semalam baru saja aku dan doo joon datangi. Rumah yang juga saksi bisu antara cintaku dan doo joon terbakar.

“kau kenapa? Sakit?” tanya shin rin sedikit sinis menatapku. Aku hanya diam tidak bergerak aku melihat sekelilingku menjadi gelap dan aku pun lupa apa yang terjadi.

*

Aku membuka mataku secara perlahan. Samar-samar aku lihat sekitarku berdiri shin rin, soo min, dan hye ra mengelilingiku. Aku memperhatikan tanganku yang sudah dipasangi infus.

“aku dimana?” tanyaku bingung.

“kau dirumah sakit, kau pingsan. Kata dokter kau mengalami gejala tifus.” Jawab soo min yang berdiri disebelahku. Aku terdiam dan secara perlahan aku mengingat ketika sebelum aku pingsan.

“kau harus istirahat selama seminggu.” Ucap hye ra eonnie pelan.

“aku bisa beristirahat dirumah.” Ucapku bangun dari tidurku. Soo min melarangku dan memdorongku pelan untuk tidur.

“kau harus beristirahat disini.” Ucap shin rin memaksa.

“tapi aku mau pulang!!” ucapku sedikit keras. “ada hal yang harus aku kerjakan.” Ucapku lagi.

“kau tidak bisa pulang sebelum kau sembuh!” ucap shin rin keras disebelahku.

“jika aku tidak bisa pulang hari ini, panggil doo joon kesini.” Sahutku penal menatap kearah shin rin. shin rin diam seribu bahasa ketika mendengar nama doo joon dari bibirku. “kau tidak mau kan? Biarkan aku pulang!” teriakku melepaskan infusku walau terasa sangat sakit.

“baik, aku akan menyuruh doo joon kesini.” Ucap shin rin ketika semua mata tertuju padaku. Aku tersenyum menatap shin rin.

“sekarang!!.” Ucapku pelan. Dengan sangat menyesal, shin rin menghubungi doo joon lewat telepon.

“sudah.” Ucap shin rin keluar dari ruang rumah sakit itu diikuti soo min.

“kau, tidak seharusnya seperti itu.” Ucap hye ra memasangkan kembali infusku yang sempat terlepas. Aku hanya diam mengingat rumah yang terbakar itu.

*

Selang satu jam kemudian, doo joon masuk kedalam kamar istirahatku. Wajahnya terlihat panik, sementara shin rin masuk kedalam bersama soon mi.

“gwencanha?” tanya doo joon menatapku. Aku hanya menggeleng.

“bisakah kalian semua keluar? Ada yang ingin aku bicarakan padanya.” Ucapku menyuruh semua orang yang ada ditempat itu keluar. Awalnya shin rin yang wajahnya terlihat sedih tidak mau keluar, namun setelah doo joon membujuknya akhirnya secara terpaksa ia pun keluar.

“aku tahu semua.” Ucap doo joon pelan menggenggam tanganku.

“rumah kita sudah hancur.” Ucapku hampir menangis. Doo joon hanya menatapku pelan lalu mengusap rambutku.

“setelah kau sembuh, aku akan mengajakmu kerumah yang baru.” Ucap doo joon tersenyum.

“bagaimana bisa?” tanyaku bingung. Doo joon hanya tersenyum lalu pergi keluar meninggalkan aku sendirian. Terlihat dari kaca dipintu, shin rin memperhatikan pembicaraan kita dari tadi walau suaranya tidak dapat didengar.

*

“ini rumah siapa, doo joon?” tanyaku ketika aku memasuki sebuah rumah dengan arsitektur korea kuno tepat setelah aku dinyatakan oleh dokter sembuh dari penyakitku.

“ini rumah orang tuaku.” Jawab doo joon santai membukakan pintu untukku.

“orang tuamu?” tanyaku bingung.

“tenanglah jagiya, mereka sedang pulang menjenguk nenekku yang sakit, selama dua minggu mereka disana.” Ucap doo joon mengusap rambutku. Aku tersenyum lega mendengar perkataanya.

Aku berjalan pelan memasuki rumah beralaskan kayu yang penuh dengan barang-barang kuno tapi tetap modern.

“kau jadi istriku dan tinggal 2 malam disini. Bagaimana?” tanya doo joon menyentuh daguku hendak menciumku.

“haahh, dua hari? Kau gila. Aku bisa dimarahi hye ra eonnie dan menejer jang sekaligus.” Aku mengusir tangannya dari daguku.

“jagiya, ayolah.” Ucap doo joon dengan nada memohon.

“hmmm, memangnya tak cukup satu malam saja?” tanyaku sedikit mengelak.

“seminggu aku tidak bertemu denganmu sama sekali.” Jawab doo joon memelukku dari belakang.

“doo joon-ahh..” ucapku melepaskan tangannya dari pinggangku. Doo joon tersenyum.

“baiklah, baiklahh..” ucapku menyerah.

“gomawo jagiya....” ucap doo joon tersenyum senang. Aku membalas senyumannya lalu berkeliling dirumah itu.

“dimana kamarmu?” tanyaku dari tadi berkeliling namun tidak menemukan kamarnya.

“kajja..” doo joon menaiki tangga mengajakku. Aku mengikutinya dari belakang. Langkah kakiku berhenti ketika doo joon membukakan sebuah pintu ruangan. Ruangan yang serba coklat muncul dihadapanku. Aku perlahan melangkah masuk kedalam ruangan yang wangi itu.

“tidak lama aku tidak tidur disini.” Ucap doo joon masuk kedalam kamar. Aku hanya diam memperhatikan seisinya.

“baiklah, kajja.”’ Ucapku melangkah keluar.

“jagiya, disini saja.” Doo joon menarik tanganku memaksaku untuk tetap dikamarnya.

“sekarang masih jam 5 sore, doo joon.” Ucapku menuruni tangga lalu berjalan menuju tasku yang tadi aku letakan diatas sofa diruang tamu tersebut.

“aku mau membersihkan tubuhku, dimana kamar mandinya?” tanyaku sambil mengambil pakaianku.

“disini tuan putri..” ucap doo joon menunjukan sebuah ruangan kecil didekat dapur. Aku hanya tersenyum lalu masuk kedalam kamar mandi tersebut.

*

Malam sudah tiba, dentang jam menunjukan pukul 9 malam. Aku sedang duduk dikursi belajar dikamar doo joon. Sementara doo joon sedang membaca buku diatas tempat tidurnya.

“jagiya, apa yang sedang kau lakukan?” tanya doo joon berjalan menghampiriku.

“menggambar.” Jawabku singkat. Doo joon masih memperhatikan gerakan tanganku.

“ahhh, selesai.” Ucapku memamerkan gambarku kepada doo joon.

“aku tahu pasti itu aku, dan yang ini kau.” Ucap doo joon sambil menujuk kegambarku.

“aniyo.” Jawabku cepat.

“lalu?” tanya doo joon bingung.

“ini aku dan,... emmmm.” Aku berusaha berpikir.

“sudahlah, ini untukku saja.” Ucap doo joon hendak merebut gambarku. Aku hampir kehilangan gambarku. Aku menghindar darinya sementara ia terus mengejarku.

“ahhh, dapat...” ucap doo joon memelukku sambil tersenyum.

“ahhh, aniyo.” Ucapku tertawa lepas. Ponselku berdering, aku langsung menuju meja dan mengangkat telepon itu, aku sempat diam menatap doo joon lalu mengangkatnya.

“wae, shin rin?” tanyaku cepat.

“kau dimana? Bersama doo joon?” tanya shin rin dari balik telepon.

“ahh, aniyo. Aku sedang pergi bersama seorang teman.” Jawabku sedikit gagap.

“pulanglah besok.” Ucapnya dengan nada sinis.

“a..aku tidak bisa pulang besok. Aku akan pulang lusa.” Sahutku cepat.

“kenapa?” tanya shin rin masih dengan nada sinis.

“temanku besok berulang tahun, malam ini aku membantunya.” Jawabku datar.

“baiklah.” Ucap shin rin menutup teleponnya.

“shin rin?” tanya doo joon menghampiriku. Aku hanya mengangguk.

“matikanlah teleponmu jika kau sedang bersamaku.” Pinta doo joon. Aku hanya mengangguk tersenyum.

*

Pagi kembali datang, aku baru saja bangun lalu duduk didepan cermin yang tidak terlalu besar sambil menyisir rambutku.

“kau sudah bangun jagiya?” tanya doo joon membuka matanya.

“hmm, bangunlah, aku akan memasak untukmu.” Jawabku tersenyum bangkit hendak turun kedapur. Aku terkaget bukan kepalang ketika aku baru saja membuka pintu kamar doo joon. Seorang perempuan berdiri tepat dihadapanku.

“shin rin...” ucapku ketika menatap perempuan yang berdiri didepanku dengan wajah muram. “i..ini bukan seperti yang kau lihat.” Ucapku lagi.

“kau jahat eun young.” Shin rin langsung pergi meninggalkan aku.

“kenapa dia tahu kau disini?” tanya doo joon tak kalah kagetnya.

“mian doo joon, aku harus pulang sekarang. Masalah semakin rumit jika aku tidak segera pulang. Sampai jumpa.” Ucapku membereskan tasku lalu mencium bibir doo joon dan pergi meninggalkannya.

*

Aku berjalan masuk kedalam dorm, aku lihat shin rin, soo min dan hye ra eonnie sedang duduk dimeja makan.

“kau pulang? Temanmu tidak jadi ulangtahun?” tanya soo min tersenyum. Aku hanya diam berjalan menghampiri mereka.

“makanlah disini.” Pinta hye ra eonnie tersenyum. Aku tersenyum lalu duduk tepat didepan shin rin. Aku makan seperti biasa sambil sesekali memperhatikan shin rin yang daritadi hanya diam tidak memakan makanannya.

“kau sakit?” tanya hye ra eonnie kepada shin rin.

“aniyo.” Jawab shin rin singkat. Aku hanya diam berpura-pura tidak tahu lalu meneruskan makanku.

*

“mianhae.” Ucapku ketika aku baru pulang dari mengisi acaraku dishimshimtampa.

“untuk apa?” tanya shin rin bingung.

“kemarin.” Jawabku pelan.

“sudah kubilang kan kau harus menjauh darinya, kenapa kau terus mendekatinya?” bentak shin rin. Entah kenapa aku tidak mengelak ketika ia membentakku.

“aku tidak melakukan apa-apa waktu itu.” Sahutku pelan.

“berjanjilah untuk menjauh darinya.” Pinta shin rin menatapku. Matanya terlihat berkaca-kaca.

“akan kuusahakan.” Jawabku pelan memasuki kamarku.

*

Hari demi hari aku lewati tanpa kehadiran doo joon. Shin rin sekarang lebih sering menyendiri. Aku terkadang kasihan melihatnya. Hingga suatu sore, doo joon datang ke dormku. Saat itu shin rin yang membukakannya.

“doo joon menunggumu didepan.” Ucap shin rin sambil berlalu menuju kamarnya. Aku hanya menatapnya lalu keluar menghampiri doo joon yang sudah menungguku.

“kau kenapa?” tanya doo joon pelan.

“lupakan aku sekarang.” Ucapku hendak masuk kedalam dormku.

“tapi ada apa?” tanya doo joon bingung.

“aku merasa sangat bersalah pada shin rin, jadi sekarang sayangilah shin rin. dan jika kau merindukanku, lakukan apa yang sering kita lakukan dengan shin rin.” jawabku tanpa menatap kearahnya.

“aku tidak bisa.” Sahut doo joon cepat.

“berusahalah.” Ucapku memaksakan tersenyum walau hatiku terasa sangat sakit. Aku meninggalkannya lalu masuk kedalam dorm.

“dia hanya mengembalikan ini.” Ucapku mengeluarkan sebuah gantungan kunci yang sebenarnya milikku. “pergilah dengan doo joon, dia menunggumu diluar.” Ucapku lagi. Shin rin diam menatapku lalu keluar dorm. Aku tak bisa menahan air mataku, aku masuk kedalam kamarku lalu menangis sejadi-jadinya.

*

Sudah lebih dari seminggu aku fokus ke pekerjaanku bersama spin. Walaupun waktu terus berjalan, aku semakin sering bertemu dengan beast maupun doo joon. Dalam seminggu 4 hari diantaranya spin selalu satu panggung dengan beast. Yaa, aku sudah bisa menerima ini, walau kadang merindukan pelukan doo joon yang rasanya bisa menghilangkan dinginku namun tidak bisa aku dapatkan lagi.

*

Tepat sudah 3 bulan, hubunganku dan shin rin pun membaik. Aku juga sudah tidak pernah pulang malam lagi kecuali untuk urusan pekerjaan. Didorm spin terasa sangat hangat walau aku jadi sering melamun dikamarku.

“kau hebat.” Ucap hye ra eonnie membuyarkan lamunanku. Aku hanya tersenyum.

“shin rin kembali tersenyum dan melewati harinya dengan doo joon.” Ucap hye ra eonnie lagi.

“aku masih bingun kenapa dia tahu tempatku pagi itu.” Ucapku pelan.

“dia mencarinya. Kau tahu setelah dia menelponmu, dia pun menelpon doo joon, tapi ponsel doo joon tidak aktif. Pada akhirnya dia menghubungi yo seob dan disitu yo seob bilang padanya kalau doo joon pulang kerumahnya. Shin rin pun meminta alamat rumah doo joon. Ia sempat ingin kesana malam itu, namun aku larang dan menyuruhnya untuk pergi keesokan harinya.” Cerita hye ra eonnie panjang lebar. Aku tersenyum mengerti menatap kearah hye ra eonnie. Ponselku berdering ketika aku selesai mendengarkan cerita hye ra eonnie.

“ada apa shin rin?” tanyaku pelan.

“datanglah kerumah doo joon sekarang. Tuuuutttt...” telepon terputus.

“ada apa?” tanya hye ra eonnie bingung.

“entahlah, aku disuruh datang kesana.” Jawabku mengambil plato dan tasku lalu keluar meninggalkan dormku.

*

Aku berjalan pelan memasuki rumah milik kedua orang tua doo joon. Terlihat gelap, pikiranku langsung kemana-mana setelah memasuki rumah doo joon yang gelap.

“aku sudah sampai, keluarlah.” Ucapku diujung telepon kepada shin rin. doo joon turun dari kamarnya lalu menarik tanganku menuju kamarnya.

“ada apa?” tanyaku kepada shin rin yang terlihat wajahnya sedih.

“sekarang, eung young ada disini. Kau siap?” tanya doo joon masih menggenggam lenganku.

“sebenarnya ada apa ini??” tanyaku sedikit kesal. Shin rin masih diam.

“lakukan apa yang sering kita lakukan.” Jawab doo joon tersenyum memandang kearah doo joon.

“mwo? Kau gila??” tanyaku kaget.

“lakukanlah eun young eonnie! Aku yang menyuruhmu kesini untuk melakukan hal yang setiap malam kau lakukan dengan doo joon.” Ucapan shin rin membuatku kaget. Sangat kaget karena ia akhirnya memanggilku eonnie setelah hampir 2 tahun dia tidak memanggilku oennie.

“biarkan dia tahu apa yang sering kita lakukan.” Ucap doo joon mencium bibirku. Aku sempat kaget dan melepaskannya.

“tidak, tidak bisa doo joon.” Ucapku kesal walau aku hampir menikmati bibirnya tadi. Doo joon hanya memelukku dan membisikan sesuatu, “anggaplah dia tidak ada. Kau pasti merindukanku kan?”

Aku diam mendengar perkataan itu, perasaanku terhadapnya tiba-tiba muncul lagi. Aku membalas pelukannya. Wanginya tetap sama ketika aku terakhir memeluknya. Dengan pelan ia melepaskan platoku dan meletakannya dilantai. Aku hanya diam sedikit canggung ketika menatap shin rin yang memandangku dengan tatapan tidak percayanya.

Doo joon pun menuntunku duduk dipinggir tempat tidurnya. Ia tersenyum menatapku lalu mencium bibirku pelan. Aku sedikit membalasnya lalu dia pun memainkan bibirnya dengan caranya sendiri. Aku menikmatinya, sesuatu yang sangat aku rindukan selama lebih dari 3 bulan ini. Air mata shin rin semakin tidak tertahan melihat aku dan doo joon. Doo joon pun melepaskan bibirnya.

“kau merindukanku?” tanyaku pelan menatap kearahnya. Doo joon hanya mengangguk pelan lalu meniduriku diatas tempat tidur.

“tidurlah denganku malam ini.” Ucap doo joon seketika aku mendengar isakan shin rin. aku menatap shin rin yang tertunduk menangis.

“jangan pedulikan dia.” Uap doo joon menarik daguku agar aku menatapnya. Aku tersenyum lalu berbaring diatas lengannya. Doo joon tersenyum mencium keningku.

“stooopp, hentikan ini semua!!!” teriak shin rin ketika doo joon hendak mencium bibirku. Aku sempat memandangnya lalu daguku ditarik kembali oleh doo joon. Doo joon pun mencium bibirku.

“dengarkah kalian aku minta kalian berhenti...” isak shin rin membuatku melepaskan bibir doo joon lalu bangun menatapnya.

“kau lihat shin rin?? ini yang tidak bisa aku berikan untukmu. Yaitu cinta yang tulus untuk eun young!” ucap doo joon bangun dari tempat tidurnya. Isakan shin rin semakin keras.

“dan ini belum seberapa.” Ucap doo joon lagi. Aku menatap doo joon lalu menghampiri shin rin.

“mianhae.” Ucapku memeluknya.

“ara, eun young eonnie.” Ucap shin rin menangis dipelukanku. “aku seharusnya tahu dari awal.”

“gwencanha.” Ucapku mengusap rambutnya. “kita pulang sekarang.” Ucapku kepada shin rin.

“aniyo, teruskanlah. Aku saja yang pulang.” Jawab shin rin hendak keluar dari kamar tersebut. “hubungan kita berakhir doo joon.” Ucap shin rin lalu pergi meninggalkan kamar itu. Aku terdiam memperhatikannya. Doo joon pun memelukku dari belakang.

“antarkan aku kembali ke dorm.” Ucapku mengambil plato dan tasku.

“tetaplah disini, aku tidak suka kau yang seperti ini.” Ucap doo joon menarik tanganku.

“lalu kau mau aku yang seperti apa?” tanyaku menatapnya.

“kau yang seperti dulu, yang tidak memperdulikan orang lain.” Jawab doo joon menyentuh pipiku. Aku melingkarkan tanganku dilehernya dan menatap matanya sambil tersenyum. Doojoon pun tersenyum memeluk pinggangku dengan sedikit menariknya.

“kau sekarang kekasihku.” Ucap doo joon mencium leherku. Hangat napasnya kembali terasa dileherku. Aku melepaskan tanganku dari lehernya.

“ada apa?” tanyanya bingung. Aku menatapnya diam lalu memejamkan mataku. Desahan napas doo joon terasa diwajahku, bibirnya pun mulai menyentuh bibirku dan ia mainkan. Aku menikmati malam itu yang akhirnya aku lakukan lagi setelah lebih dari 3 bulan aku merindukannya.

*

Pagi ini aku tidak pulang ke dorm. Aku masih takut akan apa yang terjadi nanti jika aku pulang. Dengan senyum mengembang, aku sedang berada didapur memasak sesuatu untuk makan siang nanti. Aku sibuk memotong-motong bawang dan beberapa seledri. Dengan tatapan aneh, aku melihat doo joon yang berjalan turun dari arah kamarnya sambil sibuk mengenakan blazernya.

“kau mau kemana?” tanyaku masih menatapnya bingung.

“tiba-tiba menejer-ku menyuruhku kembali ke dorm. Aku harus pergi sekarang, nanti sore aku akan pulang.” Jawab doo joon menghampiriku, mengecup keningku lalu pergi meninggalkanku. Sedikit rasa kesal menyelimuti hatiku, tapi aku berusaha membiarkannya pergi dan melanjutkan memasakku.

*

Berjam-jam aku menunggu. Sudah pukul 10 malam doo joon belum kembali. Sementara ponselku mati karena batrenya habis dan aku lupa membawa pengisi batre ponselku. Aku sungguh sangat tidak tenang ketika aku menghubunginya lewat telepon rumah yang masih berfungsi disini.

“kemana dia..” gumamku sambil mondar-mandir diruang tamu memperhatikan keluar jendela.

“mianhae aku telat, ada siaran yang harus aku hadiri.” Ucap doo joon mengagetkanku dan membuyarkan perasaan jelekku tentangnya.

“aku tidak bisa menghubungimu tadi.” Ucapku sedikit kesal.

“mianhae, ini untukmu.” Ucap doo joon tersenyum memberikan sebuah kado yang dibungkus kertas merah muda.

“mwoga?” tanyaku bingung memperhatikan bungkusan itu.

“saengil chukahamnida....” ucap doo joon tersenyum mengusap rambutku. Ahh, aku lupa jika hari ini adalah hari ulangtahunku. Aku benar-benar terharu karena orang yang pertama kali mengucapkan ini adalah doo joon.

“maaf baru mengucapkannya malam ini.” Ucap doo joon mencium keningku. Aku hampir menangis karena ucapannya, tapi aku berusaha menahannya.

“makanlah, aku sudah memasakannya untukmu.” Ucapku menarik tangannya kemeja makan yang sudah lengkap dengan berbagai makanan lezat diatasnya.

“oiya, aku membeli ini.” Ucap doo joon mengambil sebotol wine dan meletakannya diatas meja.

“gomawo.” Ucapku pelan menatap kearahnya. Doo joon hanya tersenyum menatapku.

“makanlah..” ucap doo joon meletakan sebuah daging diatas nasiku. Kami pun makan malam bersama yang diakhiri dengan minum wine bersama.

*

Pagi kembali menjelang, mataku seakan sulit untuk dibuka. Kepalaku cukup pusing ketika aku terbangun dari tidurku. Aku melihat doo joon yang masih tertidur pulas disebelahku.

“apa yang sudah aku lakukan semalam?” gumamku ketika melihat tubuhku yang hanya memakai tangtop putih dan celana pendek sementara doo joon terlihat bertelanjang dada.

“tidurlah lagi.” Ucap doo joon kepadaku.

“apa yang telah kita lakukan?” tanyaku memegang keningku yang masih terasa pusing.

“kita menikmatinya semalam, seperti biasa.” Jawab doo joon tersenyum menatapku. Aku diam mengingat kembali apa yang aku dan doo joon lakukan semalam. Aku hanya ingat makan malam lalu doojoon mengajakku kekamar dan menciumku. Selebihnya aku tidak ingat apapun.

“aku tidak ingat apa-apa.” Ucapku pelan.

“aku melakukan ini padamu.” Ucap doo joon memelukku dari belakang lalu mencium pundakku. Aku memejamkan mataku dan membalikkan badanku menatap kearahnya.

“hanya ini?” tanyaku tersenyum menatap kearahnya.

“jadi kau mau yang lebih?” tanya doo joon tersenyum memelukku lalu mencium bibirku.

*

Tepat satu bulan setelah shin rin dan doo joon mengakhiri hubungannya. Tepat satu bulan juga shin rin mengetahui hubunganku dan doo joon yang sebenarnya. Awal-awal setelah itu, shin rin masih sering diam namun sudah memanggilku eonnie. Sekarang, ia sudah mulai menganggap doo joon sebagai temannya dan menganggapku sebagai eonnienya.

“maaf untuk ulahku selama ini padamu.” Ucapku ketika melihat shin rin sedang membaca buku disofa tamu.

“nan gwencanha, aku tahu semuanya, lagipula doo joon memang cocok untukmu.” Sahut shin rin tersenyum manis.

“lain kali aku berjanji tidak akan menyembunyikan apapun padamu.” Ucapku tersenyum diikuti senyuman shin rin.

*