Laman

August 4, 2012

[FF] THANK'S NAM WOOHYUN (oneshoot)


“tanpa basa basi lagi, aayoo check this out new fanfiction with main cast nam woohyun from infinite.. happy reading all, i hope you’ll like it” –shan-
CAST:
INFINITE NAM WOOHYUN
Author as that girl

Kehidupan adalah sebuah pergantian antara kesedihan dan kebahagiaan. Tapi, akankah kesedihan yang aku miliki selama hampir 20 tahun ini berubah menjadi kebahagiaan? Aku tidak pernah mengetahui siapa appa dan eommaku. Segelintir orang mengatakan kedua orang ini meninggal terbunuh oleh rentenir saat aku berumur 2,5 bulan. Tapi kenapa mereka membiarkanku untuk tetap hidup? Kehidupanku tidak kalah menyedihkan atau bahkan lebih menyedihkan dibanding kehidupan mereka saati itu.
“ya~~~ kau ada didalam kan? Cepat bayar uang sewamu!!” suara itu aku dengar sangat jelas disertai suara gedoran pintu yang cukup keras. Hentikan, hentikan ini, suara hatiku berusaha terdengar keras. Aku hanya mampu menutup telingaku disudut ruangan samping lemari.
“eomma!” ucapku pelan hingga suara pemilik sewa rumahku pudar. “kenapa kau meninggalkanku seperti ini.....”
Suara gedoran pintu terdengar kembali. Terdengar lebih halus dibanding yang tadi. Aku menatap kearah pintu lalu bangkit perlahan berjalan pelan mendekati pintu.
“nu...nuguseyo?” ucapku walau dengan suara berat.
“ya~ kau bisa membuka pintumu dulu?” suara seorang lelaki yang belum pernah aku dengar sebelumnya menyuruhku membuka pintu.
Dengan perlahan, aku membuka sedikit pintu dengan perasaan was-was. Aku melihat seorang lelaki yang menurutku cukup tampan berdiri dihadapanku. Ia mengenakan syal abu abu dan winter coat berwarna gelap. Ia terlihat sedang menggendong gitar lalu dengan senyumannya ia menyapaku. Aku sama sekali tidak mengenal lelaki ini.
“ah, kau tahu dimana tempat tinggal pemilik rumah sewa ini? Aku tadi kedekat hongdae katanya dia pindah kesini.” Tanyanya dengan nada yang sangat bersahabat. Aku mengusap air mataku yang belum sempat aku usap tadi. “kau menangis? Kau ada masalah?” tanyanya sambil memperhatikan wajahku.
“bibi pemilik rumah tinggal dibawah, pintu ketiga dari kiri.” Ucapku lalu masuk kembali dan menutup pintu rumahku. Aku tidak suka berbasa basi dengan orang yang aku tidak kenal.
“ahh, baiklah terimakasih banyak.” Suara itu terdengar dari balik pintu rumahku. Lalu seketika hening kembali.
*
Pagi menjelang. Aku selalu pergi sejak pagi buta mengikuti langkah kakiku berjalan. Aku tidak pernah punya tujuan. Selama kakiku masih sanggup melangkahkan kakinya, aku akan terus berjalan.
Sejak pagi hingga senja kembali datang, aku tidak pernah menghentikan langkah kakiku. Langkah kakiku mengerti kapan aku harus pulang dan kapan aku harus meninggalkan rumah. Malam ini pun, langkah kakiku mengantarkan aku kembali kerumah sewaku.
“woohyun-ah! Kenapa kau kembali secepat itu hah? Sudah bagus kau dibusan, kau pasti dikeluarkan dari perkuliahanmu kan? Dasar anak nakal”
“eomma! Aku tidak dikeluarkan, aku sudah lulus sejak 3 bulan lalu, ini buktinya.”
“kau jangan bohong! Kebiasaanmu berbohong itu yang paling eomma benci.”
Pembicaraan antara pemilik rumah sewa dengan anaknya terdengar ditelingaku. Aku menghentikan langkahku dan memperhatikan keduanya yang saling bekejaran dengan si ibu membawa sapu dan memukul mukuli anaknya. Tanpa sadar aku mengguratkan sedikit senyumku.
“ya kau! Kapan kau mau membayar uang sewa? Sudah 3 bulan kau menunggak.” Bibi itu melihatku yang memperhatikan mereka. Lelaki yang semalam menemuiku yang ternyata adalah anak bibi itu juga ikut memperhatikanku.
“aku.” Ucapku hampir tidak terdengar oleh mereka berdua.
“bereskan barang-barangmu dan aku akan menggratiskan tunggakan itu.” Perintah bibi itu tanpa basa-basi. Aku menatap bibi dengan tatapan sinis lalu beranjak pergi.
“eomma, kau tega sekali, ini sudah malam kau malah membiarkan perempuan pergi dimalam seperti ini.” Teriak lelaki yang bernama woohyun itu membelaku. Aku tidak menggubrisnya sama sekali. “ya~ kau, setidaknya kau memohon agar tidak diusir malam ini.”
10 menit kemudian aku keluar dengan membawa barang barangku yang tidak terlalu banyak. Aku melihat woohyun masih duduk dianak tangga. Aku berjalan melewatinya seakan tidak melihatnya sama sekali. Aku merasakan woohyun menggenggam lenganku. Aku membalikan badanku lalu menatapnya dengan tatapan sinis. Seketika woohyun melepaskan genggamannya. Tanpa bicara aku meninggalkannya dengan langkah cepat.
*
Dini hari telah datang. Sangat gelap. Aku duduk disebuah halte bus dengan hanya ditemani sebuah koper hitam disebelahku. Tidak ada yang bisa aku lakukan saat ini. Kemana atau dimana aku akan membaringkan tubuh ini aku tidak memikirkannya. Aku hanya memperhatikan sekitarku yang sepi. Kendaraan yang melintas pun menipis jumlahnya. Lampu lampu kota terang seakan mengajaku menari namun aku menolaknya. Inikah kehidupanku yang hanya seorang diri? Menyedihkan.
*
Siang ini, masih ditemani dengan koper hitamku, aku menikmati segelas americano sambil memperhatikan keramaian taman kota yang dipenuhi banyak manusia yang mengguratkan senyum keceriaannya.
“ah kau disini rupanya? Semalam kau tidur dimana?” suara yang sudah aku kenal kembali mengetuk gendang telingaku. Aku menatapnya, woohyun tersenyum lalu tanpa aku pinta ia duduk disebelahku. “ah, aku lupa. Ini.” Woohyun mengeluarkan beberapa lembar kertas dari tasnya. Aku mengenal tumpukan kertas itu.
“kau dapat darimana?” tanyaku dengan nada datar.
“kau tahu kan semalam aku bertengkar dengan eomma, lalu aku tidur saja dikamar yang kau tinggalkan, aku menemukan itu dibawah meja kecil disudut ruangan.” Jawab woohyun dengan wajah santainya dan senyum yang tidak hilang dari wajahnya. Aku meraih kertas itu dan memperhatikannya. “kata-kata yang bagus, menurutku kau cocok untuk menjadi seorang pencipta lagu. Apa kau bisa bermain gitar, piano, atau semacamnya? Tapi jika kau tidak bisa, aku bisa membantumu untuk membuatkanmu melodi.”
Aku kembali menatapnya. Lelaki ini sungguh banyak bicara tapi entah kenapa aku merasa sangat nyaman berada didekatnya.
“aku tidak berminat.” Ucapku menghabiskan americano-ku.
“lalu? Sayang jika kertas itu kau buang.” Woohyun menatapku bingung. Aku membuang wajahku menatap kearah lain.
“untukmu.” Aku memberikan kertas itu kepadanya. Wajah bingungnya belum terhapus.
“ah, bagaimana jika aku yang membuat melodinya, dan aku yang bernyanyi. Suaraku tidak terlalu bagus menurut teman temanku, tapi menurutku suaraku sudah cukup baik jika didengarkan. Nanti kau yang membantuku untuk tampil di cafe-cafe atau acara yang lain. Lagipula aku sangat sulit untuk membuat lagu dengan lirik sebagus ini.” Usul woohyun membuatku berpikir sejenak.
Aku bangkit dari tempat dudukku. Membawa serta koperku hendak pergi. “ya~ kau mau kemana?” teriaknya memanggilku. Aku tidak menjawabnya, namun woohyun mengejarku lalu berdiri dihadapanku.
“kau tidak mau membantuku? Nanti jika kita mendapat uang, uangnya kita bagi dua. Ah tidak tiidak, kau akan aku beri 60% sementara aku memberimu 40%-nya. Ayolah! Coba pikirkan, kau bisa menyewa kamar yang lebih baik dibanding kamar yang disewakan oleh bibi tua itu.” Woohyun memohon dengan wajah yang cukup lucu dan perkataan yang membuatku ingin tertawa. Tapi aku tetap berjalan tanpa mendengarkannya. “ya~ sebenarnya apa tujuan hidupmu sebenarnya? Ingin terus mengelilingi kota ini tanpa uang? Dan tidur dihalte bus tiap malam?” suara itu menghentikan langkahku. Entah kenapa perkataan itu menyentuh perasaanku. Apa tujuan hidupku pun hingga kini aku tidak mengetahuinya dan tidak pernah memikirkannya bahkan tidak ada yang pernah bertanya tentang itu kepadaku. Tapi, kenapa orang seperti dia mempertanyakannya?

*
“nah, kau bisa tidur disini untuk sementara.” Ucap woohyun ketika kita masuk kedalam sebuah ruang musik yang tidak cukup besar dan dipenuhi oleh sebuah gitar listri, piano besar, dan sebuah sofa putih ditengahnya. “ini tempat persembunyianku sejak sekolah menengah.” Ucapnya lagi.
Aku memperhatikan ruangan yang bernuansa coklat itu. Ia mulai memainkan gitarnya mencari cari melodi yang cocok untuk sebuah lirik yang aku buat selama hampir 20 tahun ini.
*
Setelah dua minggu aku sedikit membantu woohyun, lagu yang ia ciptakan selesai. Melodi yang tidak rumit dan sangat hangat jika kita mendengarnya membuatku berpikir lebih positif akhir akhir ini.
“ahh, dua minggu kita sudah tampil di tiga cafe, its amazing.” Ucap woohyun ketika aku berjalan dengannya disore yang dingin. Aku hanya mendengar perkataannya, sementara tanganku membolak balik kertas dan mataku memperhatikan kertas itu. “bagaimana? Pendapatan kita?” tanya woohyun. Aku hanya tersenyum memberikan kertas yang berisi jadwal manggung woohyun dan hasil jerih payahnya hari ini.
“oh iya ini.” Aku memberikan sebuah amplop coklat yang cukup tebal berisi uang padanya.
“sudah kau ambil bagianmu?” tanya woohyun menghitung jumlah uang tersebut. Aku hanya menggeleng pelan. “ah kau ini, kan sudah aku bilang ambil dulu bagianmu lalu baru kau berikan sisanya padaku.” Woohyun mengembalikan amplop itu padaku lagi. Aku hanya diam tidak menerima amplop tersebut. “ah kau ini, ayo ikut aku.” Woohyun menarik tanganku menyebrang jalan lalu berhenti disebuah toko pakaian yang tidak terlalu besar. Aku memperhatikan toko itu sejenak namun woohyun menarik tanganku masuk kedalam toko yang dipenuhi oleh pakaian yang terlihat sangat cantik. “ini sangat cocok untukmu.” Woohyun mengambil setelan rok dan blues berwarna soft dan mencocokannya ditubuhku. “ini juga baik.” Ia mengambil sebuah blazer ungu lalu mencocokannya lagi. Aku memperhatikannya yang sibuk sendiri memilihkan baju untukku. Aku merasakan hal yang aneh, ini pertama kalinya ada yang memperhatikanku semasa hidupku.
“gomawo.” Ucapku sangat lirih. Woohyun juga tidak mendengar sama sekali ucapanku itu.
*
“pergilah, kami tidak membutuhkan penyanyi untuk cafe ini.” Suara itu sering aku dapatkan ketika aku mempromosikan woohyun kehampir seluruh cafe di seoul. Aku sudah sering mendengarnya, tapi untuk kali ini aku merasa ucapan itu menusuk hatiku. Aku berjalan pelan meninggalkan cafe itu dengan sedikit rasa lapar.
“ya~” suara bibi pemilik sewa waktu itu terdengar kembali. Aku membalikan badanku dan menatapnya. Wajahnya memerah seakan ada api yang ingin keluar dari tubuhnya. “kau bawa anakku kemana? Sudah hampir satu bulan dia tidak kembali kerumah.” Aku hanya diam sambil berpikir.
“dia selalu pulang setiap malam.” Jawabku dengan nada sangat lambat.
“jangan berbohong padaku, dia tidak pernah kembali sejak malam itu.” Sahut bibi dengan nada tingginya.
Aku berpikir kembali, apakah woohyun membohongiku? Dia bahkan tidak pernah tidur distudio yang sering kami tempati untuk latihan atau membuat melody.
“katakan padanya, dia harus pulang dan kau tidak boleh lagi mendekatinya.” Bibi itu meninggalkanku setelah mengeluarkan kata kata itu.
Apakah aku sangat menyebalkan sehingga bibi itu sangat membenciku. Menyedihkan.
*
Malam ini aku masuk kedalam studio musik setelah melihat woohyun sedang membuat melody untuk lagu barunya. Dia tersenyum kearahku namun aku tidak meresponnya sama sekali. Aku melemparkan tumpukan kertasnya keatas meja didepannya. Woohyun menatapku bingung.
“aku ingin pergi.” Ucapku pelan sambil membereskan koperku.
“kau yakin? Kenapa kau tiba tiba ingin pergi?” tanya woohyun dengan nada yang sangat bingung. Aku tidak menjawabnya dan melanjutkan langkahku. “tunggu dulu.” Lagi lagi woohyun menggenggam lenganku. “jelaskan dulu semuanya.”
“ibumu... menyuruhmu pulang.” Ucapku pelan. “dan, aku sudah muak dengan ini semua. Ini bukan tujuan hidupku.” Lanjutku tanpa membalikan tubuhku.
“lalu, apa tujuan hidupmu sebenarnya?” tanya woohyun pelan.
“eobseo.” Ucapku lirih.
“kau yakin tidak ada? Semua orang mempunyai tujuan hidup. Uang, kebahagiaan, kebersamaan, dan cinta adalah sebagian kecil tujuan hidup seseorang.” Ucap woohyun yang emosinya sudah tidak tertahan. Aku mendengarnya cukup keras ditelingaku. Aku membalikan badanku lalu menatap wajahnya.
“kau bukan diriku.” Ucapku dengan tatapan sinis.
“lalu?”
“kau tidak pernah merasakan jadi diriku! Dan jika kau ditawari untuk jadi diriku kau pasti menolaknya.” Woohyun menatapku serius. “kau tahu? Ayah dan ibuku meninggal saat aku masih bayi saat aku masih membutuhkan asi dari ibuku. Mereka meninggalkanku tanpa menitipkanku dengan siapapun. Selama masa anak-anaku aku digilir dari satu tempat ke tempat lain untuk tinggal. Hanya makan sehari satu kali itu pun jika orang yang mau menerimaku memiliki nasi, jika tidak aku hanya mengharapkan balas kasih dari orang disekitarku.” Ceritaku dengan emosi yang benar benar tidak bisa aku tahan lagi.
“tapi, ada tujuan lain orang tuamu membiarkanmu hidup.” Sahut woohyun pelan.
“apa tujuan mereka? Aku ditakdirkan hidup lebih lama dibanding mereka tapi tidak bisa sebahagia mereka. Itu menyedihkan. Aku tidak ditakdirkan untuk bahagia sama sekali, banyak orang yang membenciku dan mencemoohku.”
“tapi, kau pasti ditakdirkan untuk merasakan cinta.”
“tidak! Aku bahkan tidak pernah dicintai oleh siapapun.”
“tidak, bersyukurlah karena hari ini kau sedang dicintai oleh seseorang.” Ucapan woohyun membuat mataku terbelalak. Apa yang ia katakan sulit untuk aku cerna diotakku. Dia mencintaiku? Ah bukan, tidak mungkin. “tetaplah disini, aku akan membantumu mencari kebahagiaan.”
*
Hari berganti hari, musim juga ikut berganti. Musim semi datang kembali, kehangatan juga turut datang. Bagaimana kabar lelaki itu, nam woohyun. Semenjak hari aku meninggalkannya tidak ada kabar terselip ditelingaku. Ah, aku harap dia baik baik saja.
Sudah lebih dari 1 minggu aku bekerja disebuah salon kecantikan. Bukan sebagai penjaga salon atau apapun itu namanya, tapi sebagai penyebar brosur dari salon ini. Salon ini memang baru saja buka karena itulah aku bekerja disana.
Setiap hari aku harus pergi mengelilingi kota seoul yang hangat, termasuk hari ini. Aku pergi dengan membawa setumpuk brosur ditanganku. Kota seoul yang cukup ramai dan hawa yang hangat membuatku merasa aku akan hidup seribu tahun lagi.
Lampu pejalan kaki menunjukan bahwa aku boleh menyebrang sekarang. Aku melangkahkan kakiku dengan sangat santai, namun seorang lelaki yang melangkahkan kakinya sangat cepat menabrakku membuat seluruh brosurku berantakan. Aku menghela napas panjang, lalu dengan terburu-buru membereskan semua brosurku.
“ya~~~~” suara yang sangat aku kenal terdengar memanggilku. Aku mencari sumber suara. Aku melihat woohyun tak jauh dariku tersenyum sambil melambaikan tangannya. Tanpa aku sadari, aku mengguratkan senyumku sambil ikut melambaikan tanganku. Seluruh brosur kembali berantakan dijalanan. Aku harus buru-buru membereskannya. Tapi aku tersadar aku sudah terlalu lama berada ditengah jalan raya ini. Suara klakson terdengar sangat jelas ditelingaku. Aku melihat truk kuning melaju cepat dihadapanku. Aku menatap truk itu, “ya~~ awas...” suara woohyun yang terdengar lebih jelas dari panggilannya yang pertama membuatku menatap kearahnya. Ia berlari kearahku berusaha menolongku.
“woohyun-ssi!! Awas!” teriaku bangkit ketika melihat sepeda motor hendak menabraknya. Aku terlambat, badan truk itu sudah lebih dulu menyentuh tubuhku, melempar tubuhku jauh dari tempat woohyun tergeletak.
*
“dokter, bagaimana keadaan anakku dok.” Suara bibi pemilik sewa terdengar sangat berat. Aku melihat wajahnya yang pucat dan penuh dengan air mata memperhatikan kami yang terbaring dikamar yang sama.
“lelaki tidak terlalu parah, hanya kakinya yang patah dan luka dikepalanya, tapi sepertinya untuk si wanita kita hanya menunggu keajaiban. Dia terlempar sekitar 15 meter dari tempat kejadian, kepalanya retak dan tangannya patah.” Ucapan dokter itu benar benar aku dengar. Entah kenapa aku cukup senang mendengar perkataan dokter tersebut. Aku melihat ibu woohyun memasuki kamar yang ditempati kami.
“ya..” suara woohyun memanggilku pelan. Aku menghentikan langkahku menatap kearahnya yang berdiri dibelakangku. “siapa namamu? Selama kau mengenalmu, aku tidak pernah kau menyebutkan namamu.”
“namaku? Tidak ada lagi pentingnya untukmu jika kau bertanya itu sekarang.” Jawabku santai sambil tersenyum senang. Woohyun menatapku bingung. “kembalilah, aku kasihan melihat ibumu menangis memanggil namamu terus.” Ucapku sambil memperhatikan ibu woohyun dari balik pintu yang sedang mengusap air matanya. Woohyun ikut menatap ibunya yang menangis.
“lalu kau?” tanya woohyun lagi.
“aku juga akan kembali ke ibuku, lihat, mereka sudah berdiri disana.” Jawabku santai. Aku menunjuk sepasang manusia yang berdiri diujung lorong rumah sakit. Mereka berdua tersenyum menatapku dan woohyun. “terimakasih atas semua bantuanmu selama ini, woohyun-ssi. Jangan pernah membuat ibumu sedih lagi, kau harus berjanji untuk ini.” Aku memukul pelan dada woohyun. Aku menatap matanya yang mulai merah. Bibirnya terlihat beku seakan ingin bicara tetapi sulit untuknya. “kembalilah, sebelum aku pergi dengan mereka. Aku ingin memastikan kau benar benar membuat ibumu bahagia saat kau sadar.” Ucapku yang membuatku seakan ingin menangis. Woohyun hanya diam namun perlahan ia melangkahkan kakinya memasuki ruangan tempat tubuhnya berbaring. Namun ia membalikan badanya seakan tidak ingin aku pergi, aku hanya tersenyum namun mataku tak kuat menahan tetesan air mataku.
Woohyun sudah masuk kedalam tubuhnya. Perlahan aku melihatnya berusaha membuka mata. Ibu woohyun terlihat antusias melihat anaknya yang kembali sadar. Dengan cepat ia memanggil dokter memastikan anaknya benar benar sadar. Bersamaan dengan dokter yang memeriksa woohyun, suara mesin penanda detak jantung berbunyi. Aku mendengar suara yang cukup menggembirakan untukku. Aku melihat dokter berusaha menolongku, tapi semuanya sudah berakhir.
“ya~, sadarlah, ya~ jangan pergi~!!” teriakan woohyun masih terdengar olehku. Aku benar benar menangis saat ini. Kenapa aku baru merasakan rasa ini setelah 20 tahun aku hidup. Rasa yang benar benar membuatku berpikir kembali untuk pergi. Tapi aku tidak mungkin untuk kembali lagi. Maafkan aku woohyun-ssi.
“uljima.” Ucapku pelan ketika ia melihat keluar ruang rawatnya. “aku pergi.” Aku melangkahkan kakiku menghampiri kedua orang tuaku. Semuanya terasa ringan walau diawalnya cukup berat. Terimakasih, nam woohyun.
*end*

August 2, 2012

[FF] i'm sorry, i'm a killer (oneshoot)


J
Hei chingudeul, bertemu lagi. Ada fanfic lagi nih yang lama tapi baru sempet aku post. Gatau sih bagus atau engga, karena aku butuh COMMENT kalian semua. Aku butuh kritik dan saran dari kalian semua. So DON’T BE A SILENT READER YAA... jangan sungkan buat commentnya. Heheheh. Daripada berlama lama, mendingan langsung aja baca yaa... HAPPY READING@@

CAST:
KIM MYUNGSOO
KIM SUNGGYU
LEE SUNGJONG
LEE SUNGYEOL
LEE EUN YOUNG (author)
SANDARA PARK
*
Eun young terduduk disalah satu sudut kursi lusuh penonton dilapangan basket dibelakang sekolahnya. matanya tak lepas dari buku biru yang tebal ditangannya. Eun young tidak sedang membaca, tapi menatap sebuh foto yang terselip dilembar tengah buku itu. sebuah foto kedua orang tuanya yang terlihat tersenyum. Namun, jauh didalam hatinya, eun young merasakan suatu getaran jiwa yang benar benar tidak pernah ia rasakan sebelumnya.
“kau belum pulang?” seorang lelaki, myungsoo, sudah duduk santai disebelah eun young entah dari kapan dia disana. Cepat, eun young menutup bukunya lalu berusaha tersenyum kepada myungsoo, kekasihnya. “sepertinya akan turun hujan, bagaimana jika kita pulang sekarang?” myungsoo bangkit lalu meraih tangan eun young. Lagi-lagi, eun young hanya tersenyum membiarkan myungsoo menggenggam tangannya.
Mereka berdua melangkah pelan menyebrangi lapangan basket itu. perlahan pula, samar-sama suara ponsel yang ada disaku blazer myungsoo berbunyi. Myungsoo mengangkat ponselnya dan berbicara sebentar.
Disaat myungsoo berkutat dengan pembicaraan diponselnya, eun young memperhatikan sungjong, sungyeol, sunggyu, dan dara yang keluar dari gedung sekolah sambil bercanda.
“ya! Eun young-ie, myungsoo-ya, kalian sedang apa?” teriak sungyeol antusias menatap eun young diikuti lambaian tangan 3 temannya.
“ada masalah, detektif kim meminta kita kedaerah gangnam. Ada kasus yang harus kita selesaikan.” Ucap myungsoo tergesa gesa lalu menghampiri ketiga temannya dan menyampaikan informasi yang sama.
“gangnam...” gumam eun young pelan dengan wajah memikirkan sesuatu.
*
“korbannya seorang perempuan, kim nara. Umur 32 tahun. Perempuan ini dibunuh diatas tempat tidurnya dengan 5 tusukan dan seluruhnya di perut. Kami memanggil kalian kesini agar kalian dapat menyelesaikan masalah ini dengan cepat. dan kami tahu kalian pasti akan menyelesaikan kasus ini dengan baik seperti satu tahun yang lalu saat kalian menyelesaikan kasus kematian anak gubernur yang meninggal dibunuh oleh pamannya sendiri.” Akhir ucapan detektif kim membuat eun young sedikit mengalihkan pandangan kearah lelaki berumur itu.  “baiklah, ada waktu setengah jam untuk kalian menyelidiki tempat ini.” Detektif kim keluar dari ruangan itu.
Keenam remaja itu berdiri memperhatikan ruang tidur itu yang belum tersentuh oleh tangan siapapun. Darah di tempat tidur, tembok dan lantai juga belum hilang. Jendela yang kacanya pecah juga masih seperti awal detektif kim menemukan perempuan itu tergeletak tak bernyawa.
“sungyeol-ah, foto semua sudut tempat ini!” perintah myungsoo yang masih memperhatikan tempat tidur yang penuh dengan darah.
“dara dan sungjong, kau cari barang yang mencurigakan.” Lanjut myungsoo dilanjutkan oleh pergerakan dara dan sungjong.
“sunggyu-ya, tolong kau periksa ruangan lain. Dan eun young, kau tahu apa yang harus kau lakukan kan?” myungsoo menatap eun young.
Eun young hanya diam, pikirannya jauh melayang keudara. Ia memperhatikan seisi ruang tidur itu. pikirannya kembali kesituasi tepat 1 tahun lalu, saat ia dan tim yang sama menyelidiki kasus anak gubernur yang juga mati terbunuh dikamar tidurnya. Bukan kamar yang menjadi lokasi yang sama yang membuat eun young terdiam, tapi...
“gwencanha?” myungsoo meraih pundak eun young membuat sungjong, sungyeol dan dara memperhatikan mereka berdua.
“ah? Batre kameraku habis, aku akan menyelidiki lewat kamera sungyeol saja.” Jawab eun young mengembalikan pikirannya.
*
“whoaa.. akhirnya kita mendapatkan kasus terbaru lagi setelah 1 tahun kita tidak menerima kasus.” Ucap sunggyu senang diikuti sungjong memasuk ruangan kecil yang hanya diisi 6 kursi melingkari meja sementara tembaknya tertutup berbagai foto ‘menyeramkan’ bahan penyelidikan tim ini.
“daebaaakkk!!! Mana myungsoo? Sudah setengah 7 malam tapi dia belum datang.” Sungjong duduk disebelah sunggyu memperhatikan jam yang melingkar ditangannya.
“ya! Aku yakin dia sibuk berpikir dulu.” Sahut sunggyu tertawa bersamaan dengan eun young yang memasuki ruangan tersebut.
Tanpa suara, eun young membuka laptop dan memasukan kabel usb yang tersambung dengan kamera milik sungyeol yang ia gunakan kemarin.
“mana myungsoo?” tanya sungjong kepada eun young.
“entahlah.” Jawab eun young yang matanya tertuju pada layar laptop itu.
Selang beberapa menit, myungsoo, dara dan sungyeol datang dan memulai penyelidikan mereka.
“apa yang kalian temukan dikamar tersebut? Dari penjelasan detektif kim, tidak ada bekas apapun diruangan lain dirumah itu. hanya kamar itu saja yang sepertinya dimasuki oleh pembunuh itu.” ucap myungsoo memulai penyelidikannya. Eun young langsung menutup laptopnya dan memperhatikan myungsoo.
“benar, diruangan lain tidak ada yang tersentuh, tidak ada jejak kaki dan tidak ada sidik jari disana.” Sahut sunggyu membuka buku catatannya.
“tapi, ada bekas jejak kaki kucing menuju jendela yang kacanya pecah.” Sahut sungyeol.
“dan tepat dibawah ada kucing peliharaan wanita itu mati dengan kepala yang berdarah.” Lanjut sunggyu.
“kucing?” gumam dara memperhatikan poto ruang kamar itu lagi dengan seksama. “iya benar, jadi pada saat pembunuhan berlangsung, kucing pemilik ada diruangan tersebut, lalu karena merasa terancam kucing tersebuk kabur menembus kaca jendela dan jatuh mati bersimbah darah?” dara mulai berpikir.
“sigh, tidak masuk akal. Kucing itu mungkin datang ketika nyawa pemiliknya sudah tidak bernyawa lagi.” Ucap sungyeol sedikit berpikir.
“kucing, darah, lalu bentuk tanda darah seperti tanda plus ini? Apakah pembunuh punya maksud tersendiri?” sungjong memberikan sebuah foto kepada myungsoo. Myungsoo diam memperhatikan foto itu.
“plus..”
“tanda itu..” eun young mulai bicara setelah ia terdiam dengan pikirannya sendiri. “mungkin sama seperti tanda vertikal yang ada di kamar anak gubernur satu tahun lalu.”
“jadi menurutmu, ada maksud tersendiri. Pada waktu kakak dari gubernur membunuh keponakannya, ada tanda vertikal, dia bilang tanda itu punya maksud bahwa ia ingin gubernur menganggapnya sebagai adik karena gubernur tidak pernah memandang kakaknya yang miskin itu? tapi kalau plus?” sungjong mencoba menebaknya.
“tanda plus, kucing yang mati, dan... tipe pembunuhan apa ini...” hati eunyoung bergumam sendiri.
*
“sungyeol besok akan kerumah sakit memeriksa mayat perempuan itu.” ucap myungsoo setelah rapat penyelidikan mereka hari ini. Entah kenapa tatapan mata eun young langsung tertuju pada myungsoo.
“myungsoo-ya.” Panggil eun young pelan. Myungsoo tersenyum menatap eun young. “aku pikir, hubungan kita berakhir disini saja.” Eun young menatap mata myungsoo yang seketika raut wajahnya berubah.
“mwo? Wae? Ada yang salah denganku? Kau...” myungsoo kehabisan kata kata seakan mendengar sesuatu yang menggetarkan perasaannya.
“mian, tapi, aku hanya tidak ingin merepotkanmu lagi. Setelah penyelidikan ini, aku juga akan keluar dari tim. Aku tidak ingin kejadian 3 tahun lalu terulang lagi, jadi, aku akan berusaha keras menguak kasus ini, lalu pergi darimu, mungkin ini lebih baik.” Jelas eun young yang matanya berbinar menahan air matanya agar tidak jatuh.
“tapi, eun young-ie, aku.. aku mencintaimu, dan kau tahu  itu.” suara myungsoo mulai terdengar berat.
“tapi sekarang aku sudah tidak mencintaimu.” Eun young tersenyum membohongi hatinya sendiri dan berbalik meninggalkan myungsoo yang terdiam mencerna perkataan eun young. “ah, besok aku akan ikut sungyeol ke rumah sakit.” Eun young berbalik sebentar lalu melanjutkan langkahnya.
Myungsoo menatap kepergian eun young, semua cinta dihatinya seakan runtuh mendengar seluruh ucapan kekasihnya itu. kekesalan pada dirinya sendiri membuatnya menyesal akan dirinya.
*
“mayat perempuan ini diperkirakan mati 3 hari sebelum ditemukan pertama kali diatas tempat tidurnya. Hanya ada 5 tusukan yang semuanya diperut. Tidak ada luka lain ataupun lebam ditubuhnya. Sepertinya si pembunuh membunuhnya waktu ia sedang tidur, sehingga terlihat tidak ada perlawanan dari korban.” Penjelasan seorang dokter identifikasi kepada sungyeol dan eun young ketika mereka berada dikamar mayat rumah sakit. Sungyeol mengangguk pelan mendengarkan perkataan itu sambil memperhatikan mayat itu baik baik.
“sepertinya ia menggunakan pisau besar atau sejenisnya.” Ucap sungyeol sedikit memperhatikan luka diperut mayat tersebut.
Eun young diam memperhatikan mayat itu dari ujung rambut hingga ujung kakinya. Benar benar sempurna, tidak ada sidik jari atau bekas apapun ditubuh korban.
“apakah tidak ada keluarga yang menanyakannya?” sungyeol mencoba bertanya kepada dokter identifikasi itu diikuti tatapan mata eun young yang tertuju pada dokter itu.
“dari keterangan warga setempat, perempuan ini baru saja menikah dijepang sekitar 1 bulan yang lalu. Sebelum menikah, ia tidak memiliki pekerjaan tetap. Ia pernah bekerja sebagai bartender disalah satu bar tapi tidak lama, ia juga pernah bekerja direstoran dan juga keluar. Kira-kira sejak 3 bulan sebelum meninggal ia tidak bekerja. Sementara suaminya yang kudengar punya perusahaan di jepang dan ketika kami hubungi dia setuju jika mayat istrinya diperbolehkan diidentifikasi dan dia juga menyuruh kami agar segera mencari pelakunya.” Dokter identifikasi itu membaca sedikit tumpukan kertas ditangannya.
“apa perusahaan suaminya?” eun young buka suara melirik kewajah mayat perempuan itu.
“sebuah perusahaan konstruksi di jepang.”
“ah, baiklah dokter. Kami sudah mengambil gambarnya untuk keperluan kami, keteranganmu sangat membantu. Kamsahamnida.” Ucap sungyeol meletakan kameranya kedalam saku jaketnya lalu diikuti eun young keluar dari kamar mayat tersebut.
*
“bagaimana kabar ibumu? Masih sakit-sakitan seperti dulu?” tanya sungyeol disela perjalanan mereka berdua setelah dari rumah sakit.
“dia tinggal dengan nenekku sekarang, pikirannya masih belum tenang setelah bercerai dengan ayah.” Jawab eun young menatap jauh kelangit sore yang berubah jingga.
“lalu ayahmu? Dia masih menghubungimu?” sungyeol kembali bertanya.
“entahlah, dia sudah hidup dengan dirinya sendiri.” Eun young berkata lirih.
“kau ikut berubah sejak ayah dan ibumu berpisah, eun young-ie.” Sungyeol tersenyum menghabiskan soda ditangannya. Eun young hanya diam menatap sungyeol lalu menatap langit lagi.
*
Tepat hari ketujuh investigasi tim, myungsoo dan dara sedang bersama diruangan mereka. Tangan myungsoo menggerak gerakan mouse yang terhubung dengan laptop dihadapannya. Masih memperhatikan 3 buah jejak kaki kucing di dekat jendela.
“ah, aku mengerti.” Ucap myungsoo pelan. Dara yang daritadi sedang menulis menghampiri myungsoo. “kucing ini, mungkin mengenal si pelaku.”
“bagaimana kau bisa mengiranya?” tanya dara bingung memperhatikan mayat kucing diterang rumah lewat foto yang ia pegang.
“saat kejadian, detektif kim mengatakan padaku bahwa pintu tidak tertutup rapat. Kucing itu bisa saja masuk kedalam dan melihat pelaku membunuh korban, lalu pelaku kaget mendengar suara kucing lalu pergi melompat melalui jendela dan si kucing mengejarnya, namun kucing ini malah jatuh dan sengaja dibunuh oleh pelaku.” Cerita myungsoo sambil sesekali berpikir.
“jadi, bukan kucing itu mati terjatuh?” tanya dara lagi dengan raut yang bingung.
“dara-ya! Mana ada kucing jatuh dengan ketinggian yang kurang dari 5 meter.setidaknya kucing itu hanya patah kaki, tapi ini, lihat, kepalanya hampir putus.” Myungsoo menunjukan foto itu pada dara.
“jendela itu tidak besar, myungsoo-ya, hanya 60cmx80cm. Apa pelakunya seorang perempuan?” ucapan dara tidak disahut oleh myungsoo ketika sunggyu, sungyeol, sungjong dan eun young memasuki ruangan mereka. Tatapan mata eun young dan myungsoo bertemu, namun eun young langsung mengalihkan pandangannya dan duduk dikursinya.
“apa yang kalian temukan? Aku menemukan sesuatu yg baru.” Ucap sunggyu yang langsung sumringah. Dara menceritakan jika dia dan myungsoo baru saja menemukan beberapa fakta baru. Eun young tidak mendengarkan penjelasan dara namun matanya menatap layar laptop dengan gerakan tangan terlihat malas.
“pelaku pembunuhan masuk melalui pintu utama rumah itu dan masuk melalui pintu kamar tanpa merusak kedua pintu itu. sepertinya dia juga tidak keruangan lain sehingga satu satunya niat pelaku yaitu membunuh korban.” Sunggyu menceritakannya dengan wajah serius.
“jadi menurutmu, pelakunya adalah orang dekat, apa mungkin orang itu tau semua tentang perempuan itu?” sungjong berpikir meletakan pulpennya dikening.
“aku sudah mencari data siapa saja orang yang ditemui korban satu minggu sebelum ia terbunuh. Ini datanya.” Sungjong memberikannya kepada myungsoo. “aku akan mulai mewawancari mereka sore ini.”
“ya! Apa yang kau temukan? Kau tidak berniat menyelesaikan kasus ini dengan cepat?” sunggyu yang terlihat tidak suka kepada eun young sedikit sinis membuat mata seluruh ruangan menatap eun young. Eun young menatap sunggyu datar lalu mengambil sesuatu dari dalam tasnya.
“itu jejak kaki kucing palsu. Ini yang asli.” Eun young menunjukan kertas putih yang diatasnya ada jejak kucing berwarna merah. “aku mencobanya dengan kucing milik pemilik toko daging didekat rumahku.”
Myungsoo dan ketiga temannya membedakan jejak kucing yang dimiliki eunyoung dan yang ada di tempat kejadian. Hampir mirip, tapi memang berbeda.
“yang disini sangat simetris.” Gumam dara memperbesar foto dilaptop yang dihadapan myungsoo.
“dan, jendela itu sengaja dipecahkan agar polisi terkecoh karena sebenarnya pelaku datang dan pergi lewat pintu yang sama. Tidak ada bekas kucing di kamar, bulu atau apapun tidak ada. Dan kucing itu mati ditangan pelaku tanpa terjatuh lebih dulu.” Lanjut eun young.
“tapi, jika kucing ini tidak mengganggu pelaku, kenapa pelaku membunuh kucing itu?” dara kembali bertanya.
“kucing ini tidak sengaja terinjak ketika pelaku tergesa keluar dari rumah korban. Seperti yang kita tahu, korban membiarkan kucingnya bebas dirumah itu dan secara kebetulan lokasi kucing tersebut ketika terinjak sangat dekat dengan jendela kamar korban.”
“lalu...” sunggyu hampir mengeluarkan kata-kata.
“entah apa jenis sepatu yang dipakai pelaku, sehingga tidak ada bekas sama sekali.” Ucapan terakhir eun young membuat seisi ruangan hening sejenak. Tatapan mata myungsoo terus tertuju pada eun young. Entah kenapa ada perasaan kagum dalam hatinya kepada eun young.
“tapi aku tetap yakin pelakunya perempuan.” Ucapan dara membuat sungjong dan eun young menatapnya secara bersamaan. “yaaa, aku juga tidak tahu dia memecahkan kaca dengan apa, barang bukti juga tidak ada, pisau yang pelaku pakai juga tidak ada. Ahhh, kepalaku pusing.” Dara kembali duduk dikursinya.
“sungjong-ah, pergilah sekarang, temui keempat orang ini.” Myungsoo memberikan list nama orang yang ditemui korban. Sungjong mengangguk lalu meninggalkan ruangan itu lebih dulu.
“aku akan kembali kerumah itu.” dara mengambil tasnya lalu pergi.
“aku harus mencetak foto korban saat dirumah sakit kemarin, kau mau ikut gyu-ya?” ajak sungyeol merapikan bukunya.
“aku ikut.” Sahut sunggyu keluar ruangan lalu diikuti sungyeol.
Eun young dan myungsoo terpaku dalam diam diruangan yang hanya mereka berdua disana. Eun young mengalihkan pandangannya keluar jendela.
“gomawo, kau telah membantuku.” Myungsoo membuka pembicaraan mereka.
“hem, aku harus pergi.” Eun young menutup laptopnya lalu meninggalkan myungsoo yang sekarang sendirian diruangan itu.
*
Sore ini, sungjong benar benar sibuk menemui empat orang yang ada dikertas yang ia pegang. Pertama-tama ia menemui seorang pengantar pizza yang sempat mengantar pizza kerumah korban. Pengantar pizza itu hanya berkata jika korban membeli 1 buah pizza dan langsung membayarnya. Dan pengantar pizza itu juga mengatakan ia hanya satu kali mengantarkan pizza kerumah itu.
Orang kedua yang sungjong temui adalah seorang penjual sayuran dan seorang bartender dibar yang juga tercatat sebagai teman dari korban. Saat bercerita pada sungjong, perempuan yang bekerja sebagai bartender itu menangis tidak sanggup menahan kesedihannya. Dan orang terakhir yang ditemui sungjong adalah pengantar susu.
Sementara dilain tempat, sungyeol dan gyu sibuk dikamar sungyeol menunggu hasil cetak foto dari kamera sungyeol.
“tidak kusangka eun young sehebat itu.” ucap sunggyu mengambil komik dilemari milik sungyeol.
“dia memang pintar.” Sahut sungyeol santai.
“tapi kenapa otaknya tidak ia gunakan saat penyelidikan satu tahun lalu.” Ucap gyu lagi.
“entahlah.”
*
Dikelas, eun young memang lebih banyak diam dibanding temannya yang lain. Ia sibuk menatap langit dari jendela dikelasnya sementara myungsoo memperhatikannya lalu mengalihkan pandangannya pada sebuah foto ditangannya. Sebuah foto tanda plus yang ada ditembok kamar korban.
“plus....” gumamnya lirih diikuti suara bel pulang. Seisi kelas riuh redam oleh siswa yang perlahan keluar dari kelas.
Myungsoo berdiri ingin keluar namun menatap eun young yang masih diam menatap keluar.
“aku tunggu diruangan tim.” Ucap myungsoo meninggalkan eun young yang tidak menjawabnya.
Myungsoo berjalan melewati koridor kelas masih memperhatikan foto yang ada ditangannya. Namun langkahnya seketika berhenti melihat loker siswa yang ada disebelah kirinya. Myungsoo melihat sebuah buku yang bertulis “kimsunggyu” diatas loker tersebut.
“kenapa ia meninggalkan bukunya disini?” myungsoo membuka buka buku milik sunggyu itu. tepat dilembar terakhir, ada tanda yang sama dengan tanda yang ada difoto yang ia pegang. “apa ini?” myungsoo membawa buku itu lalu dengan langkah cepat pergi menuju ruangan tim mereka.
Tak jauh dari loker tersebut, eun young melihat myungsoo bergegas pergi. Dan dengan langkah pelan eun young ikut meninggalkan koridor menuju ruangan yang sama dengan myungsoo.
*
“aku menemukan sesuatu kemarin.” Ucap dara membuat eun young yang baru masuk kedalam ruangan menghentikan langkahnya. “ini.” Dara mengeluarkah kantong plastik yang berisi sebuah jepitan jarum yang sudah diluruskan. Mata eun young melebar sementara 3 pasang mata lainnya menatap kantong plastik itu.
“aku menemukannya didekat keset didepan pintu dan kemungkinan ini terjatuh, dan aku yakin ini pelaku gunakan utuk membuka pintu.” Ucap dara dengan sangat bangga. “dan ini membuatku yakin pelakunya seorang perempuan.”
“aku juga menemukan ini.” Myungsoo menunjukan buku sunggyu.
“itu kan bukuku, kau menemukannya dimana?” tanya sunggyu langsung kaget melihat bukunya yang sekian lama menghilang muncul kembali ditangan myungsoo.
“tanda yang sama ada disini.” Myungsoo kembali membuka bagian belakang buku tersebut.
Seluruh ruangan hening tiba-tiba, termasuk eun young yang diam berusaha berpikir. Wajahnya terlihat pucat hari ini sejak pagi tadi. Ada yang ia pikirkan selain kasus ini sepertinya.
“ah aku ingat lambang di buku sunggyu, itu lambang tim kita yang dulu ditolak oleh detektif kim kan?” sungjong menunjuk kearah buku sunggyu.
“jadi si pelaku mengenal jelas kita?” eun young membuka suara dan menatap keempat temannya bersamaan.
“siapa? Aku sudah bertanya tentang perempuan ini keseluruh siswa disekolah ini, tapi tidak ada yang mengenalnya.” Sungjong duduk dikursinya kembali.
“tapi aku merasa tidak pernah menggambar itu.” ucap sunggyu memperhatikan bukunya sendiri.
“sebenarnya, detektif kim menyuruh kita untuk bergerak cepat, karna sudah lebih dari satu minggu kita menyelidiki ini tapi tidak ada yang kita dapatkan.” Ucap myungsoo dengan wajah sedikit muram. “dan jika kita tidak bisa menguak kasus ini, detektif kim akan mencari tim lain dan membubarkan kita.” Ucapan myungsoo membuat eun young dan yang lainnya terbelalak.
“tidak bisa seperti itu!” sunggyu mengucapkan dengan suara keras.
“kita harus bekerja keras, beberapa fakta sudah kita dapatkan kita tinggal mencari pelakunya saja.” Sahut dara penuh dengan percaya diri yang tinggi.
*
Malam telah larut, eun young masih duduk menatap keluar jendela kamarnya. Tangannya memegang foto yang sama yang ia selipkan dibuku birunya. Matanya terlihat berkaca kaca mengingat kejadian ketika ayah dan ibunya berpisah. Rasanya ada yang mengganjal ketika sebuah kesatuan cinta dipisahkan oleh sesuatu hal yang bersifat buta.
*
“aku menemukan ini.” Myungsoo menunjukan sebuah buku catatan yang terbungkus plastik putih. “aku mengambilnya dari sebuah laci dibelakang meja kecil dikamar korban.”
“laci.” Hati eun young bergumam sementara pikirannya tertuju pada kamar korban. Yang ia tahu tidak ada celah selain lemari, hebat, perempuan ini ternyata punya tempat menyembunyikan barang yang bagus.
“dan disana, korban menuliskan tepat 2 hari sebelum ia meninggal.” Lanjut myungsoo menatap eun young lalu mengalihkan pandangannya dengan cepat.
“aku merasa aneh pada diriku, aku merasa menang mendapatkan segalanya dan membuat orang lain meringis kesakitan. Tapi aku masih belum puas, aku akan membuat kalian semua ikut meringis kesakitan walau aku tahu ada orang yang selalu mengikutiku akhir-akhir ini.” Sungyeol membaca tulisan itu lalu menatap bingung teman-temannya.
“jadi sebenarnya ia tahu jika ada orang yang mengikutinya, pembunuhan ini direncanakan.” Sunggyu mencoba mencerna tulisan itu.
“tapi, apa maksud kata kata ‘kalian’ apa ada hubungan dengan pelaku dan... tanda plus itu?” dara mulai berpikir. Wajah eun young berubah terlihat tegang.
“orang ini...” eun young bergumam membuat napasnya tidak teratur.
“kau, gwencanha?” tanya sungjong yang duduk disebelah eun young bingung melihat ekspresi eun young. Tanpa bicara, eun young bangkit lalu meninggalkan ruangan itu.
“ada apa dengannya?” tanya sunggyu bingung sementara myungsoo memperhatikan eun young yang berlari dari jendela ruangan itu.
*
“andwae, tidak mungkin. Jadi....” eun young berjalan menuju rumahnya lalu menghentikan langkahnya ketika sebuah mobil polisi terparkir didepan rumahnya. Raut wajahnya benar benar tegang. Dengan cepat ia membalikan badannya dan berlari meninggalkan rumahnya yang tertutup rapat.
“andwae, aku tidak bisa kembali kesana.” Eun young berlari menuju halte bus dan langsung menghentikan bus tanpa tahu tujuan bus tersebut.
*
“kemana dia, sudah 3 hari ia tidak masuk. Polisi yang akhirnya diam juga sudah membantu kita.” Ucap sungyeol bingung mencoba menghubungi eun young karena myungsoo menyuruhnya.
“biarkan saja, dia memang sudah tidak berniat membantu kita.” Sahut sunggyu membuka bukunya.
“sebentar lagi masalah ini selesai.” Ucap myungsoo pelan.
“kau tahu darimana? Bahkan polisi belum menangkap pelakunya, kita juga belum punya ciri-ciri pelaku.....” belum selesai sunggyu berbicara, eun young membuka pintu ruangan membuat seluruh mata menatapnya.
“kau sakit? Kenapa kau tidak berangkat sekolah 3 hari ini?” tanya myungsoo menghela napas leganya.
“ah, datang juga dia. Kau terlalu menyayanginya myungsoo, seharusnya dalam tim tidak ada hubungan lain seperti kau dan perempuan ini.” Sahut sunggyu dengan nada sinis. Eun young menatap sinis sunggyu lalu sunggyu ikut menatap sinis eun young.
“hubunganku sudah berakhir dengannya. Kau puas?” eun young duduk dikursinya. Myungsoo terdiam lalu ikut duduk dikursinya.
“ada motif lain pembunuh membunuh korban.” Sungyeol membuka pembicaraan.
“mwo?” tanya sungjong bingung.
“dendam, dari keempat orang yang diwawancarai sungjong, tidak ada yang mengenal dekat perempuan ini, hanya si bartender itu. tapi dari yang sungjong bilang bahwa korban pernah bercerita padanya jika ia berhasil merebut lelaki yang ia cintai dari perempuan lain. dan polisi sedang mencari perempuan yang dimaksud.” Sungyeol bercerita.
“ah, bahkan polisi ikut membantu akhirnya, kenapa kasus ini sangat sulit.” Ucap dara mengusap keningnya.
Tangan eun young bergetar mendengar cerita sungyeol, ia menutup seluruh wajahnya dengan kedua tangan lalu menhela napasnya panjang panjang. “ya, kasus ini sungguh sulit.” Ucap eun young lirih.
“mian, membuat kalian menghabiskan waktu kalian.” Eun young menurunkan tangannya lemas dan menunduk. Kelima temannya menatapnya bingung. “aku.. aku yang membunuh perempuan itu.”
“mwo! Kau jangan bercanda eun young-ah.” Ucap sungjong yang langsung bangkit dari tempat duduknya. Myungsoo diam menggelengkan kepalanya sementara dara masih membuka lebar matanya.
“ya, polisi akan datang kesini dan menangkapku.” Ucap eun young membiarkan air matanya menetes.
“tapi kenapa?” myungsoo membentak dihadapan eun young tidak sanggup menahan emosinya.
“perempuan itu.. dia sudah merebut ayahku dari ibuku. Dia yang membuat kedua orang tuaku bercerai dan membiarkan ibuku gila seperti sekarang! Dan perempuan ini.. dia sudah memesan pembunuh bayaran untuk menghancurkan kita dan membunuhmu myungsoo-ya...” cerita eun young dengan suara yang bergetar dan air mata yang terus menetes.
“membunuh myungsoo?” tanya sunggyu bingung.
“perempuan itu, berteman dekat dengan kakak gubernur, dan dia tahu yang membawanya kepenjara adalah kita. Dan dia tahu aku termasuk tim ini makanya ia membuat keluargaku hancur seperti sekrang dan dia ingin membalaskan dendam paman dari anak gubernur itu.”
“tapi kenapa kau tidak memberitahukan kepada kami terlebih dahulu sebelum kau melakukan hal bodoh ini?” sunggu mendorong eun young.
“hentikan sunggyu!” myungsoo memukul kepala sunggyu dan sunggyu pun tersungkur.
“ibuku gila karenanya!!!” Eun young menangis sejadi jadinya dara yang memperhatikannya langsung menghampiri eun young dan memeluknya.
*
“aku sudah tahu dari awal.” Ucap myungsoo tersenyum dihadapan eun young yang hanya dibatasi kaca. “ekspresimu berubah saat masuk kedalam rumah itu, ada raut ketakutan yang muncul dari wajahmu.”
“aku juga tahu kau sudah mengetahuinya.” Sahut eun young pelan.
“karena itu kau memutuskan hubungan kita kan?” tanya myungsoo tersenyum walau jauh didalam lubuk hatinya ada rasa yang mengganjal.
“pergilah, hari sudah malam.” Suruh eun young.
“jaga dirimu.” Myungsoo bangkit dan pergi meninggalkan eun young yang meneteskan airmatanya melihat kepergian myungsoo dari hadapannya.
*end*