Laman

October 29, 2011

my love is my stepbrother (oneshoot)


Terasa lelah ketika aku membuka pintu kamarku. Tanganku meraba dinding yang gelap mencari saklar lampu. Seketika kamarku terlihat terang. Ditengah kelelahanku, aku memperhatikan seorang lelaki yang terlelap diatas tempat tidurku yang cukup besar beralaskan seprai putih. Aku memperhatikan wajahnya yang terlihat seperti malaikat. Matanya terpejam merasakan mimpi indah yang menari didalam tidurnya. Aku mengguratkan sedikit senyum ketika menatapnya. Bibirnya tergurat lembut diantara lekukan wajahnya membuatku mengurungkan niatku untuk membangunkannya.

Setelah membersihkan diri, aku membereskan kasur tipis lalu menggelarnya diatas lantai kamarku yang dingin. Sekali lagi tatapan mataku tertuju pada lelaki yang masih terbuai dalam mimpinya ini. Terlihat sangat tampan menurut hatiku. Aku memberanikan diri duduk dilantai sambil membelai rambutnya yang coklat kehitaman. Lalu memberanikan diri memainkan jariku berjalan diwajahnya. Kening, pipi, hidung, dan bibir. “ahhhh...” aku membaringkan tubuhku diatas kasur tipis itu. Semuanya tidak mungkin, tidak mungkin aku mencintainya dan tidak mungkin ia mencintaiku.

*

“maaf membuatmu tertidur dilantai semalam.” Suara lelaki yang aku kenal itu terdengar jelas saat aku hendak pergi kekampusku pagi ini. Aku menatap wajahnya yang tersenyum menatapku. Lagi-lagi hatiku bergetar menatap senyumnya. Semua mengalir deras namun aku menghentikan itu semua. Aku menggeleng. “kau baik-baik saja?” tanyanya menatapku bingung. Aku hanya membalasnya dengan senyum lalu beranjak pergi.

*

Semua itu berawal sekitar 3 bulan yang lalu. Aku bertemu dengan lelaki itu disebuah pusat perbelanjaan di busan. Wajahnya selalu terngiang jelas dipikiranku. Aku menyukainya. Hingga satu minggu kemudian, di tempat yang sama takdir mempertemukan kita kembali. Karena saat itu kita kuliah di jurusan yang sama, aku dan lelaki itu banyak bercerita dan tukar pikiran tentang sebuah seni drama. Aku mulai mengenal dekat dengannya hingga perasaan lebih didalam hatiku muncul. Aku menyukainya, ah tidak! Aku mencintainya. Rasa itu semakin tinggi ketika aku tahu ia pindah ke seoul. Aku sangat senang saat itu, tapi rasa senang itu berubah ketika aku tahu dia adalah anak dari ayahku. Ya, lelaki itu adalah anak dari istri kedua ayahku yang tenryata sudah lama menetap di busan. Apa yang salah? Semua salah, aku menyalahkan semuanya. Ayah tidak pernah menceritakan padaku jika anak lelakinya bernama yoon doojoon, lelaki yang aku cintai selama ini. Dan ibu, ia membiarkan anak tirinya tinggal bersama keluarga kecil kami dengan alasan persaudaraan, sementara aku, betapa bodohnya tidak mengetahui silsilah keluarga dan terlanjur mencintai lelaki itu. Sejak saat kepindahan dujun kerumah kami, aku berusaha untuk mengubah perasaanku yang berlebih ini. Tapi, semakin sering aku bertemu dengannya dan semakin sering aku melihat senyumnya, perasaanku semakin tidak tertahan bahkan rasa didada ini semakin besar untuk mencintainya.

*

“dimana eomma?” tanyaku ketika aku baru keluar kamar mandi sambil mengeringkan rambutku dengan handuk kecil kepada dujun yang sedang sibuk didepan laptopnya.

“appa dan eomma pergi menjenguk nenekmu yang sakit.” Jawab dujun santai sedikit melirik kearahku. Mungkin ia pikir aku tidak melihatnya, tapi aku melihat jelas matanya yang menatap kearahku. Aku hanya diam lalu pergi kedapur untuk mengambil secangkir coklat hangat sembari menghangatkan tubuhku ditengah gerimis yang melanda seoul malam ini.

“kapan kau kembali ke busan?” tanyaku berusaha santai.

“mungkin bulan depan.” Jawab dujun tanpa menatapku.

“secepat itukah?” tanyaku pelan. Tanpa suara dujun menatapku dari tempat duduknya. Aku sedikit kaget ia menatapku dengan tatapan yang tidak biasa. Aku mengalihkan pandanganku kearah lain berusaha agar tidak melihat matanya.

“tidurlah, sudah malam. Appa dan eomma akan pulang besok pagi.” Pinta dujun pelan kembali menatap layar laptopnya. Aku menghela napas panjang lalu pergi meninggalkannya.

*

Malam semakin larut, suara hujan terdengar jelas dari kamarku yang gelap. Aku memang sengaja mematikan lampu kamarku ketika hujan turun karena aku suka suara hujan yang menyentuh atap kamarku. Namun, mataku tidak bisa terpejam malam ini, bukan karena suara hujan, tapi pikiranku yang melayang kearah lelaki itu. Sedang apa dia? Apa dia sudah terlelap dalam mimpinya? Semua pertanyaan itu bercampur aduk dalam pikiranku. Aku perlahan bangkit dari tidurku lalu berjalan pelan keluar dari kamarku. Seorang lelaki berdiri tepat didepan kamarku. Aku tersentak kaget melihatnya ditengah ruangan yang gelap. Ia menarikku masuk kembali kekamarku. aku sedikit mengelak namun aku hentikan ketika ia menyuruhku tetap tenang. Aku mengenal suaranya. Ia sedikit mendorongku ketembok tepat disebelah pintu. Aku tahu ia berdiri sangat dekat didepanku. Aku hanya diam mengatur napasku.

“katakan sejujurnya apa perasaanmu padaku.” Ucapnya pelan tanpa aku bisa melihat wajahnya. Aku hanya diam dan menunduk. “apa kau mencintaiku?” tanyannya membuatku mendongakan kepalaku. Tidak kusangka ia bertanya seperti itu kepadaku. Aku mulai gugup berharap dujun menyalakan lampu kamarku. Suara hujan juga terdengar sangat jelas membuatku tidak dapat berpikir positif. “yoon soo min, kau mencintaiku?” tanyanya lagi membuat jantungku berdetak lebih kencang.

“aku....” aku berusaha mengeluarkan suaraku walau aku takut untuk mengungkapkannya. “tidak, tidak bisa, aku tidak bisa mengatakannya, walau bagaimanapun kita adalah saudara.” Ucapku sedikit tidak menahan emosiku. Aku mendorongnya. Entah kemana dujun terjatuh namun aku mencari saklar dan menyalakannya. Seketika ruangan kembali terang. Aku melihat dujun masih berdiri dihadapanku. Aku merasakan air mata mengalir deras. Aku tidak bisa menahannya lagi, aku tidak bisa membohongi perasaanku yang sesungguhnya ketika aku menatap matanya.

“kau mencintaiku kan?” tanya dujun sekali lagi. Aku hanya menggeleng dan terus menangis. Dujun melangkah pelan menghampiriku.

“lalu kenapa jika aku mencintaimu?” tanyaku cepat menghentikan langkahnya. “kau juga tidak mungkin mencintaiku kan?” emosiku semakin tidak tertahan. Tanpa bicara, dujun mendekat kearahku. Ia memelukku, aku berusaha melepaskannya namun lengannya terlalu berat untuk aku lepas dari tubuhku. Tubuhku terasa lemas dipelukannya.

“lupakan hubungan persaudaraan kita, aku mencintaimu. Mulai sekarang kau milikku.” Bisik dujun ditelingaku. Aku hanya diam mendengar perkataannya itu. Perasaanku sedikit lega. Ia melepaskan pelukan hangatnya lalu menatap mataku yang basah. Ia tersenyum menatapku. Aku hanya diam mengalihkan pandanganku namun dengan cepat dujun meraih tengkukku dan mencium bibirku secara perlahan. Bibirnya yang hangat benar benar aku rasakan malam ini. Aku merasakan semuanya dan melupakan semua yang dujun pinta. Aku tidak perduli apa yang akan terjadi besok dan selanjutnya. Aku miliknya, aku milik dujun sekarang. Hanya miliknya.

*end*