Laman

November 11, 2013

[FF] Your Expressions are Amazing (part. 3 -end-)

HEI HEI~~~ maaf banget buat sequel ketiga yang telaaaaaaat bgt. semuanya terhalang oleh kegiatan hihi. tapi ini dia part 3nya, happy reading guys~~~~

DUJUN POV
Dia pergi, aku benar benar tidak tega membuatnya menunggu dan melihatnya menangis seperti itu. Aku ingin memeluknya, memberikan dadaku untuk tempat ia menangis. Tapi aku tidak bisa. Aku merasa bersalah padanya selama ini. Sejujurnya, aku terlalu mencintainya.
Aku menghela napasku, kali ini, aku merelakan lelaki itu mengantarkan jun ri pulang. Aku hanya bisa berharap dia baik-baik saja.
Aku membalikan tubuhku lalu berjalan kembali kerumahku. Aku membiarkan kameraku tergantung dipundakku. Pikiranku tidak bisa aku jauhkan dari jun ri, perempuan manis yang senyumnya selalu aku ingat, bahkan saat aku tidur.
*
LEE JUN RI POV
Berhari-hari aku tidak keluar kamarku, aku juga tidak membuka korden kamarku. Aku lebih suka gelap ketika perasaanku benar benar kacau seperti saat ini. Dipikiranku hanya ucapan woohyun yang membuatku selalu berpikir apa yang seharusnya aku lakukan saat ini. Walau dibelakang ucapan woohyun masih terngiang ucapan dujun yang membuat hatiku keruh.
“eottokhae??” aku hanya bisa menangis, melanjutkan tangisanku malam itu. apakah lelaki itu tidak mengkhawatirkanku? Aku benar-benar sudah bosan dengan semua ini. Apa aku harus mengikuti ucapan woohyun?
*
AUTHOR POV
Siang ini, dikoridor kampusnya, jun ri berjalan menghampiri dujun yang sedang berkumpul dengan teman temannya. Matanya masih terlihat sembab dan rambutnya masih terlihat acak-acakan. Namun ia terus melangkah menghampiri kekasihnya itu.
Dujun yang sedang sibuk bercanda dengan teman-temannya tanpa sengaja melihat jun ri berjalan kearahnya. Ada tanda tanya besar kenapa jun ri mencarinya karena biasanya jun ri tidak pernah mencarinya. Dujun bangkit lalu menghampiri jun ri.
“ada apa?” tanya dujun santai. Jun ri menatap mata dujun.
“setelah jam terakhirmu selesai, temui aku ditempat biasa.” Ajak juri tanpa senyum dan dengan nada datar.
“hari ini aku tidak bisa.” Jawab dujun cepat.
“aku akan menunggumu.” Sahut jun ri cepat menahan air matanya agar tidak jatuh.
“jangan memaksakan dirimu.”
“aku harap kau datang.” Jun ri berbalik meninggalkan dujun yang menatapnya bingung.
*
Dua jam, tiga jam, empat jam, bahkan lima jam sudah berlalu. Jun ri masih betah duduk dikursi putih itu. dari ramainya hongdae hingga sisa beberapa orang dengan gurat kelelahan yang kembali menuju tempat sunyi mereka.
“sudah kubilang jangan menungguku seperti ini!” suara tinggi dujun terdengar jelas ditelinga jun ri. Refleks, jun ri mengangkat kepalanya menatap wajah kesal dujun. Tanpa kata jun ri berdiri dihadapan dujun.
“akhirnya kau datang.” Ucap jun ri pelan berusaha mengguratkan senyumnya tapi tak berhasil. Ia menatap mata dujun sebentar lalu mengalihkannya kearah lain. ada gurat rasa bersalah dujun yang tidak berhasil dirasakan oleh jun ri.
“katakan sejujurnya, dujun-ssi, selama ini, kau menganggapku apa?” suara jun ri mulai bergetar dan itu benar benar dirasakan oleh dujun walau dujun tidak mengguratkan tanda mengerti diwajahnya. Dujun hanya diam tidak menggubris pertanyaan jun ri. “ada yang salah padaku sehingga kau melakukan ini dan mengulanginya terus menerus? Kenapa kau selalu membuatku menunggu? Kenapa kau selalu mengajakku bertemu tapi kau malah tidak menemuiku? Kau tahu, setiap kau mengajakku aku selalu menunggumu disini, berjam jam, tanpa jelas yang kau beritahu kepadaku. Tanpa telepon yang mengatakan kau tidak bisa datang.” Air mata jun ri tidak dapat menahan kekesalan dirinya. Air mata itu kini berbaur dipipi jun ri.
“kau harus pulang.” Ucap dujun meraih lengan jun ri dengan tujuan menghentikan tangisan jun ri.
“apa yang kau lakukan selama ini? Aku kekasihmu! Menunggumu berjam-jam, itu hanya aku tidak ingin kau menungguku. Tapi ternyata..... kau...” ucapan jun ri tidak terdengar ketika dujun meraih kepala jun ri ke dadanya. Wajah dujun terlihat sangat sedih tapi ia tidak sanggup menjelaskan semuanya malam ini.
“aku rasa... aku rasa hubungan kita cukup sampai disini. Kau bahkan tidak bisa menjelaskan kenapa kau melakukan ini semua.” Jun ri melepaskan pelukan dujun lalu mengusap air matanya. “aku pergi.” Jun ri melangkah pergi walau kakinya terasa berat. Sementara dujun, ia hanya terpaku memperhatikan punggung jun ri yang semakin jauh dari pandangannya.
“mian”
*
YOON DOOJOON POV
Akhirnya semuanya telah selesai, tugas fotoku sudah semuanya di cetak. Aku mengguratkan sedikit senyumku sembari memperhatikan setumpuk foto ditanganku. Berbagai ekspresi seorang wanita terlihat nyata difoto-foto yang lebih dari 100 lembar ini.
Apa yang harus aku lakukan sekarang. Aku bergumam sendiri sementara mataku tertuju pada sebuah kotak diatas meja. Kotak itu masih berdiri disana tanpa ada pemiliknya. Pemiliknya telah pergi sebelum aku memberikan itu padanya. Aku menghela napasku panjang, rasa sesal melekat jelas dihati ini. Tapi, perasaan cintaku padanya tidak akan pernah memenangkan rasa sesalku itu.
*
AUTHOR POV
Matahari tenggelam, daun daun kering memenuhi pinggiran jalan kecil. Suara burung yang bercengkrama sangat jelas disertai hembusan angin yang kencang. Libur musim gugur segera dimulai. Berpasang-pasang kaki manusia terhentak mengikuti irama keriangan hati para mahasiswa yang semuanya menyambut liburan dengan pelukan tangan mereka seakan mereka tidak ingin liburan cepat berlalu.
Jun ri dan kedua langkah kakinya berjalan mengikuti alunan detak jantungnya yang sunyi. Tidak ada seorang pun disebelahnya karena hari ini woohyun pulang lebih cepat mengejar pesawat yang hendak mengantarnya ke jepang. Hanya angin yang sesekali riang menghembuskan auranya menemani hati jun ri yang kembali sunyi.
Langkah jun ri mengantarnya keluar gerbang gedung kampusnya. Terus berjalan tanpa memperhatikan sekelilingnya yang berubah coklat.
“honja?” suara itu terdengar sangat bersahabat disertai suara angin yang menghela rambutnya.
Jun ri menatap datar kelelaki yang sedang bersandar ditembok. Lelaki itu tersenyum lalu tanpa bicara menggandeng jun ri, “kau bisa pulang denganku.” Ucap lelaki itu tersenyum lebar.
Tanpa bicara, jun ri melepaskan genggaman dujun lalu kembali berjalan mengikuti langkah kakinya.
“jebal.” Dujun menarik tangan jun ri membuatnya berbalik dan melangkah begitu cepat.

JUN RI POV
Tanpa bicara, aku berjalan disebelah dujun dengan tangan kiriku yang masih ia genggam. Aku dan lelaki ini melangkah hingga sampai kesebuah apartemen besar. Aku tahu tempat ini, pernah sekali aku ketempat ini saat aku mengembalikkan jaket miliknya yang aku pakai ketika hujan datang. Saat itu, aku hanya sampai keruang tamunya. Setelah itu, ia mengajakku keluar dan meninggalkan apartemen yang hanya ia tempati sendirian.
Dujun menekan kode kunci rumahnya. Aku masih diam, tidak ada gairah untuk bicara ataupun hanya sekedar tersenyum. Gairahku telah habis tergenang oleh kesedihanku yang aku alami saat ini. Walau jauh didalam lubuk hatiku aku ingin mendengar alasan dujun selama ini.
“masuklah.” Pintu terbuka. Wajah dan mata dujun tidak mengguratkan penyesalan dan rasa bersalah sama sekali.
“aku harus pulang.” Ucapku tergerak untuk pergi.
“masuklah, dan kau akan tahu alasan dari apa yang aku lakukan padamu selama ini.” Mata dujun menatap mataku. Suaranya membuat getaran dihatiku muncul lagi. Aku bertanya tanya sendiri ada apa sebenarnya didalam.
Setelah diam sejenak, aku melangkahkan kakiku masuk. Masih sama seperti ketika aku datang saat itu. ruangan yang tidak terlalu besar dan didominasi warna hitam dan coklat terang. Beberapa lukisan dan foto-foto abstrak terpajang rapi dimeja ruang tamu dan didekat komputernya. Aku tahu ini termasuk dalam bagian hobinya yang suka memotret, aku tahu itu.
“kita kekamarku.” dujun berjalan menuju kamarnya. Pikiranku mulai kemana-mana. Apa yang akan dia lakukan jika aku mengikutinya kekamar. “sudahlah, kajja.” Dujun meraih lenganku membawaku masuk kedalam kamarnya yang gelap. Aku semakin gugup.
“apa yang akan kau lakukan sebenarnya?” tanyaku mencoba menerka dimana wajah dujun karena aku tidak dapat melihat apapun. Dujun hanya diam namun genggaman tangannya semakin erat.
Seketika, lampu menyala. Setiap sudut ruangan menjadi sangat terang. Aku terperanjat melihat jejeran foto-foto didepanku. Foto-foto yang tertata rapi memenuhi seluruh bagian dari tembok yang ada didepanku. Aku terpaku memastikan jika perempuan yang ada difoto itu semua adalah aku. Semua ekspresiku tergambar jelas difoto itu. bahkan...
“maafkan aku, aku tidak pernah menjelaskan ini semua padamu.” Dujun mengucapan sesuatu membuat aku mengalihkan pandanganku kewajahnya.
Aku menatapnya dengan mata yang berkaca-kaca. Aku benar benar tidak pernah memikirkan ini sebelumnya. Aku menganggapnya tidak datang ketika aku menunggunya, tapi ternyata dia selalu datang tepat pada waktunya.
“lihat, ini ekspresimu ketika kau menungguku untuk yang pertama kalinya.” Dujun mulai menjelaskan foto-foto didinding kamarnya itu. aku menahan tangisku berusaha tersenyum melihat ekspresi bodohku sendiri. “dan ini, ini saat kau keluar dari ruang kelasmu dikampus. Kau terlihat sangat lelah.” “ini saat kau bertemu dengan woohyun, kau tahu, aku sangat cemburu saat itu.” dujun menghentikan ucapannya ketika ia melihat air mataku yang tidak bisa aku tahan lagi.
“wae?” aku mulai membuka mulutku walau sedikit berat. “kenapa kau melakukan ini?” aku menangis lagi sambil memukul dada dujun. Tapi dengan cepat dujun memelukku dan mengusap lembut rambutku.
“karena aku mencintaimu. Aku mencintai semua ekspresi diwajahmu. Aku tidak sanggup tidak melihatmu selama 1 detik saja, karena itulah aku membuat ini dikamarku.” Ucap dujun menatap wajahku yang sudah ditutupi air mataku sendiri.
“kau jahat! Kau bisa bilang kepadaku jika kau ingin memotretku, bukan menyuruhku menunggu berjam-jam kan?” tanyaku lagi masih dengan perasaan kesal yang aku luapkan.
“jika seperti itu aku tidak dapat ekspresimu yang seperti ini.” Dujun menunjuk fotoku ketika aku menunggunya untuk yang terakhir kali saat itu. “mian, telah membuatmu menunggu. Aku merasa bersalah padamu. Maafkan aku.” Dujun kembali memeluk dan meletakkan kepalaku didadanya.
Entah kenapa ada perasaan lega dihatiku. Aku meneruskan tangisku yang tidak bisa langsung aku hentikan didadanya.
*
DUJUN POV
Masih sore, mataku masih tertuju pada layar komputerku. Seketika, ponselku berdering pelan. Aku meraihnya tanpa menatapnya. Aku membuka sebuah pesan singkat yang muncul dilayarponsel hitamku.

2.55 pm, mon, oct 01, lee jun ri
Kau masih ingin membuatku menunggu?”

Aku tersenyum menebak nebak apa ekspresi yang ada diraut wajahnya ketika ia mengetikan satu per satu huruf yang ia kirimkan kepadaku.
Dengan segera, aku mematikan komputerku, meraih ponsel dan sweeter abu-abuku dan bergegas menemuinya. “aku tidak ingin membuatnya menunggu lagi. Aku berjanji”
*end*


July 15, 2013

[FF] Your Expressions are Amazing (part. 2)

Hello, comeback lagi nih ^^ yang penasaran sama sequel your expressions are amazing, ini dia part 2-nya. Happy reading yaaa…




*
“sore ini, kita bisa pulang bersama?” tanyaku tersenyum sebelum ia pergi meninggalkanku.

“aku ada urusan sore ini.” Jawaban dujun yang sudah bisa aku tebak.
“boleh aku tahu urusanmu?”

“aku benar-benar buru-buru, aku harus pergi.”

AUTHOR POV

Jam besar didinding perpustakaan menunjukan tepat pukul 12 siang. Ruang besar yang dipenuhi buku itu terlihat sepi. Hanya diisi oleh beberapa mahasiswa yang masih sibuk dengan tugas tugasnya. Dimeja disudut ruangan itu, jun ri duduk sendirian sambil membaca sebuah buku. Bersamaan dengan itu, woohyun masuk dengan membawa setumpuk buku dan langsung ia berikan pada pustakawati untuk ia kembalikan.

Setelah mengembalikan, woohyun tak langsung pergi, ia melihat jun ri sedang konsentrasi membaca bukunya. Dengan senyum yang sedikit terkembang, woohyun menghampiri jun ri dan langsung duduk didepan jun ri.

“kenapa ekspresimu begitu melihatku?” tanya woohyun bingung melihat ekspresi kaget jun ri ketika ia duduk dihadapannya.

“a..ani.” jawab jun ri mengatur napasnya kembali.

“lelaki yang tadi pagi kekasihmu?” tanya woohyun mengambil buku diatas meja besar dihadapannya.

“eo.”

“siapa namanya?” tanya woohyun dengan nada santai namun terkesan ingin tahu.

“dujun-ssi.” Jawab jun ri singkat.

“kau kenapa? Apa diwajahku ada yang aneh? Kau jadi berubah aneh seperti ini.” Tanya woohyun bingung menatap jun ri yang bersikap aneh.

“a..dujun-ssi menyuruhku agar tidak dekat denganmu.” jawab jun ri terdengar polos.

“mwo? Memangnya aku sangat menyeramkan? Junri-ssi, aku bukan macan yang kelaparan. Lagipula aku juga tidak akan merebutmu darinya. Ada-ada saja kekasihmu itu.” ucap woohyun dengan nada yang sedikit keras membuat beberapa orang diruangan itu menatap mereka.

“woohyun-ssi, pelankan suaramu.” Jun ri menepuk pelan lengan woohyun dengan buku yang ada ditangannya.

“ahh, aku sudah biasa. Ohiya, aku sudah tidak ada pelajaran hari ini, bagaimana denganmu? jika kau sudah tidak ada pelajaran lagi, kita bisa pulang bersama, tapi... jika kau tidak pulang dengan si dujun dujun itu.” ajak woohyun panjang lebar sambil merubah ekspresinya sedikit canggung. Woohyun terlihat kikuk mengucapan kata kata terakhirnya.

“aku pulang sendiri hari ini.” Jawab jun ri tersenyum menerima ucapan woohyun walau sebelumnya ia berpikir kalau woohyun sedikit banyak bicara.

*

LEE JUN RI POV

Malam telah larut, gemericik hujan terhenti ketika jendela kamar yang baru aku tutup dipenuhi oleh butiran air hujan yang menyisakan jejaknya disana. Lampu meja mencoba menerangi seluruh sudut kamarku walau itu tidak sedikit berhasil. Aku masih duduk ditempat paling terang didepan meja belajarku walau mataku sudah tak sanggup terbuka. Ponsel didepanku sunyi seperti daging basi yang tidak disentuh sama sekali oleh srigala hutan.

Aku terus menatap kearah ponselku sambil menggosokan telunjukku kepinggirnya walau tidak berdebu. Malam ini, aku menghawatirkannya. Sejak sore tadi ia benar-benar tidak mengabari apapun tentang keadaannya. Apakah aku harus menanyakannya lebih dulu. Kekasihku itu...........

Dengan perasaan campur aduk, aku membuka ponselku. Menuliskan pesan untuk lelaki yang membuatku terperanjat ketika aku menatap matanya.

“doojoon-ssi ^_^
waktu sudah sangat malam, diluar juga sangat dingin. Jika kau masih sibuk dengan urusanmu, jangan lupa memakai pakaian tebal dan minumlah coklat hangat sebelum tidur. Aku akan tidur sekarang, jaljayo~”

Aku mengirimnya, laporan pengiriman tertera dilayar ponselku. Aku menatap tempat tidur yang tepat berada disebelah jendela kamarku. Aku berjalan lalu duduk diatas tempat yang paling nyaman dikamarku. Mencoba membuka korden coklat pastel dan memperhatikan embun yang berhasil masuk kejendela. Tanpa kusadar aku menulis namanya diatas embun itu menggunakan telunjukku dengan harapan dia membaca pesan singkatku walau aku tahu dia tidak akan membalasnya.

DUJUN POV

Jam berdentang dua kali. Pukul dua pagi dan aku masih berkutat didepan komputerku. Aku masih mengerjakan urusanku, mengedit foto-foto yang terlalu banyak dan sulit aku pilih yang mana yang paling indah karena semua foto yang harus aku edit adalah foto yang indah.

Sudah seharusnya aku tidur, aku menyimpan seluruh foto foto itu lalu mematikan komputerku. Aku memperhatikan hujan yang kembali turun dari balik kain tipis didepan jendelaku. Aku berdiri memperhatikan hujan dengan coklat hangat ditangan kananku yang sudah beranjak dingin. Aku ingat, dua jam yang lalu ponselku berdering. Aku mengambil ponsel dari atas meja dekat komputerku dan membuka beberapa pesan yang masuk. Tidak ada yang penting, tapi, ada satu pesan yang membuat jantungku berdetak ketika aku membacanya.

*

AUTHOR POV

Hari sangat cerah ditemani kilauan matahari pagi yang menyegarkan. Masih didaerah hongdae, beberapa orang menikmati hari minggu mereka. Termasuk woohyun, hari ini ia ada janji dengan jun ri direstoran untuk memintanya membantu mengerjakan tugas kuliahnya. Woohyun melangkah cepat agar ia tidak terlambat dan membuat jun ri yang menurutnya bodoh itu menunggunya untuk yang keduakalinya.

Woohyun memperhatikan seluruh wanita yang melewatinya walau earphonenya menempel ditelinganya. Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang lelaki yang wajahnya ia kenal sedang memperhatikan sesuatu didepan sebuah toko hadiah.

“itu kan dujun. Sedang apa dia?” tanya woohyun pada dirinya sendiri sambil terus memperhatikan dujun yang terlihat sedang melihat lihat berbagai hadiah yang dipajang didalam toko tersebut. “kenapa dia sedang memperhatikan hadiah hadiah itu, dia kan bukan perempuan.” Gumam woohyun lagi bersamaan dengan deringan ponselnya. Nama lee jun ri muncul dilayar ponselnya. Woohyun menggeser tembol hijau lalu melanjutkan perjalanannya.
*
“aku terlambat?” tanya woohyun duduk didepan jun ri yang sedang membaca buku yang sama ketika mereka bertemu di perpustakaan beberapa hari yang lalu.

“5 menit.” Jawab jun ri menutup bukunya dan tersenyum seperti biasa. Woohyun sedikit menghela napas lega lalu mengeluarkan bukunya dan memberikannya pada junri. Mereka terlibat perdebatan kecil dengan topik tugas woohyun yang belum selesai.

“oh iya, aku hampir lupa. Tadi aku melihat kekasihmu, dujun sedang berdiri didepan toko hadiah. Sepertinya ia sedang memilih-milih hadiah. Apa kau akan merayakan ulangtahun?” tanya woohyun ketika makanan yang mereka pesan datang.

“a..ani. kau melihatnya? Dengan siapa?” jun ri melebarkan matanya antusias lalu berbalik bertanya.

“kenapa kau jadi bersemangat?” gumam woohyun sedikit kesal. “honja. Dia terlihat sendirian.” Jawab woohyun menyuapi makanannya sendiri walau matanya melirik jun ri yang menghela napas tanda ia lega. “boleh aku bertanya sesuatu, jun ri-ssi?”

“hem.” Jun ri mengangguk senang.

“waktu kita pertama bertemu, kau bilang kau sudah terbiasa menunggu. Apa maksudnya? Apa kau setiap hari menunggu seseorang hingga lebih dari 1,5 jam?” wajah woohyun terlihat serius walau ucapannya tidak terdengar jelas karena ia terus menyunyah makanannya.

“oh, tidak. Aku hanya... aku hanya tidak suka saja jika orang lain yang menungguku.” Jawab jun ri sedikit berpikir.

Woohyun menatap jun ri bingung. Ada pikiran menggantung diotaknya tentang keanehan jawaban perempuan yang dianggapnya bodoh ini.

“mari kita teruskan.” Ajak junri kembali membuka buku mencoba mengalihkan woohyun yang terus memandanginya bingung.

*

LEE JUN RI POV

“tidak pergi dengan lelaki yang waktu itu lagi?” pertanyaannya membuat hatiku sedikit bergetar. Nada bicaranya terkesan datar dan ada gurat kesal ketika aku menatap wajahnya.

“nam.. woohyun?” tanyaku mencoba memastikan.

“iya, dua hari yang lalu kau pergi dengannya kan, kau makan dengannya direstoran?” dujun menghentikan langkahnya menatap wajahku ketika kami sampai didepan rumahku. Aku semakin tidak berani menatap wajahnya yang menyeramkan menurutku. Kenapa dia tahu jika aku pergi dengan woohyun hari itu. apa dia melihatku, ah, tidak mungkin.

“aku mulai tidak percaya padamu.” Ucap dujun lagi membuatku ingin menangis.

“aku hanya....” ucapku hampir tidak terdengar.

“jika kau ingin menjelaskannya, besok temui aku ditempat biasa jam 7. Aku ingin kau menjelaskannya. Hari ini aku ingin kembali kerumah, beristirahat.” Dujun melangkahkan kakinya meninggalkanku tanpa meninggalkan jejak bibirnya dikeningku.

*

Sudah setengah 8, aku melangkahkan kakiku menuju kursi putih yang masih kosong. Aku menyengajakan datang terlambat dengan harapan dujun sudah menungguku disana. tapi, harapanku pupus ketika aku melihatnya tidak ada disana.

Aku duduk memperhatikan hongdae yang tidak terlalu ramai malam ini. Aku mencoba menghubungi lelaki itu tapi tidak ada jawaban sama sekali. Aku mencoba tersenyum menghibur hatiku walau aku masih mengingat kata katanya yang membuat hatiku remuk saat itu.

Satu jam sudah berlalu, jam diponselku sudah menunjukan pukul sembilan. Aku mulai bosan walau aku masih duduk dikursi putih ini dengan tatapan ketanah. Aku melihat sepasang kaki berdiri dihadapanku.

“kau da...tang.” ucapan antusiasku berubah pelan ketika orang yang tidak aku tunggu berdiri dihadapanku.

“ini yang kau sebut menunggu? Kau sudah satu jam disini. Ini sudah malam, hari sudah semakin dingin, kau harus pulang!” woohyun memarahiku tanpa sebab lalu menarik lenganku.

“woohyun-ssi, aku baru menunggunya satu jam.” Ucapku mencoba tersenyum.

“satu jam kau sebut baru? Kau menunggu orang yang salah jun ri-ssi!” ucapan woohyun semakin keras.

“aku menunggu kekasihku.”

“dia bukan kekasihmu! Dia tidak akan membiarkanmu menunggu selama ini jika dia menganggapmu kekasihnya.”

“Woohyun-ssi, ucapanmu.” Ucapku hampir menangis.

“jangan terlalu bodoh, jun ri-ssi! Apa kau tidak pernah berkata padanya kau selalu menunggunya berjam-jam, apa kau pernah bertanya padanya apa yang dia lakukan selama kau menunggunya? Apa kau tidak pernah berpikir hal yang buruk terjadi ketika kau menunggunya? Dia pergi dengan perempuan lain mungkin. Kau tidak pernah tahu kan. Kau itu polos atau bodoh? Hah?”

Kata kata woohyun membuatku menjatuhkan tetesan air mataku. Ucapannya membuat aku mengingat ketika aku menunggu dujun saat pertama kali, kedua kali, hingga yang terakhir saat itu. bahkan di inbox ponselku hanya dua pesan dari dujun. Apa aku benar benar bodoh seperti yang diucapkan woohyun.


“sudahlah, biar kuantar kau pulang.” Woohyun menarik tanganku tanpa aku tolak. Aku hanya ingin cepat kembali kerumah dan mengis sepuasku.

*TBC*

Penasaran sama sequel terakhirnya? hayoo apa yang sebenernya dujun lakukan ke junri selama junri menunggu? semuanya bakal terungkap di part 3 so, keep reading ya dan ditunggu kelanjutannya... ppyong!

July 13, 2013

[FF] Your Expressions are Amazing (part. 1)

Hello everyone J maaf bgt udah lama gak ngepost fanfic. Sibuk menerpa lapar melanda haha. Akhirnya selesai juga fanfic pertama ditahun 2013. Semoga suka yaa~ maaf kalo kepanjangan dan castnya lagi-lagi dujun. But, let’s read hand happy reading~~~~


Cast::
Yoon Dujun : 23 tahun, romantis, penyayang tidak mudah ditebak
Lee Junri : 22 tahun, gadis polos yang sangat mencintai kekasihnya, yoon dujun.
Nam woohyun : 21 tahun, lelaki yang terlihat tidak punya masalah tapi mempunyai perasaan halus kepada setiap wanita yang ia temui.

*
Lee jun ri POV
Dari sekian banyak manusia yang berlalu lalang didepan dan dibelakangku, hanya suara detak jarum jam yang terdengar ditelingaku. Dua jam sudah berlalu dan aku masih bersabar duduk disebuah bangku putih tepat ditengah sebuah lingkaran taman yang dikelilingi pertokoan yang ramai dihinggapi para manusia. Matahari sudah mulai malas memancarkan sinarnya, siang berlari dan malam pun datang melambaikan dekapannya. Aku mulai bosan, tapi aku tetap menunggu sambil berharap suara dering ponselku segera terdengar.
Aku bangkit, bukan untuk pergi, tapi memperhatikan sekelilingku. Menatap jauh kearah berlainan memperhatikan manusia-manusia yang semakin banyak. Aku memperhatikan mereka, lalu pikiranku sedikit berkata, “kenapa hanya aku yang sendirian?” bahkan anak kecil pun datang bersama kedua orang tuanya.
Aku sadar, lagi-lagi aku melakukan ini. Menunggu lelaki itu dan bersabar hingga akhirnya ia tidak akan datang. Aku duduk kembali dengan desahan napas yang menghasilkan kelabut asap putih yang kemudian hilang dihembus angin. Ponselku berdering kecil, aku melihat kelayar ponsel putihku yang menunjukan ada satu pesan yang masuk.

19.55 wed, 12th sept Yoon DooJoon
Mian, aku tidak bisa datang, ada urusan mendadak.

Aku kembali menghela napas panjang, memasukan ponselku kedalam tas merah mudaku lalu berjalan meninggalkan bangku putih itu. sudah kesebelas kalinya lelaki itu mengajakku bertemu, sudah sebelas kalinya aku menunggunya ditempat itu, dan... sudah kesebelaskalinya aku terlalu bodoh untuk menunggunya lebih dari 2 jam.
*
Sore ini, langit terlihat sangat merah, mungkin akan turun hujan. Aku keluar dari kampusku sendirian, tanpa dujun. Aku melangkahkan kakiku cepat karena aku harus segera sampai kerumah. Seperti biasa, aku harus berlari mengejar waktu yang tipis saat aku kembali kerumah. Aku berlari tanpa menghiraukan siapapun hingga aku tidak sadar aku menabrak seseorang ditengah keramaian hongdae.
“mian..” ucapku membalikan badan tanpa memperhatikan siapa yang aku tabrak dan meninggalkannya.
*
NAM WOOHYUN POV
Ahh, tidak berguna, aku sudah berteriak-teriak memanggil perempuan itu, tapi perempuan itu terus saja berlari. Dompet ini, aku bawa pulang saja, aku akan membukanya ketika aku sampai dirumah nanti.
*
Aku meletakan jaketku dibalik pintu, tanpa basa basi lagi aku membanting tubuhku diatas tempat tidur. Suara hujan benar benar memecah keheningan kamarku. Aku membuka tasku yang masih melekat ditubuhku mencoba mengambil beberapa komik yang aku beli di hongdae tadi. Tanpa sengaja, aku mengambil sebuah dompet berwarna biru muda yang tadi terjatuh ketika perempuan aneh tadi menabrakku.
Tanpa pikir panjang, aku membuka dompet itu, mataku langsung tertuju pada foto seorang perempuan. Cantik, tapi sepertinya dia bukan tipeku. Aku membuka kembali dompet itu melihat jumlah uang yang dimiliki perempuan ini. Hanya 20.000 won, kenapa sedikit sekali. Aku kembali mengacak ngacak dompet itu dengan membabi buta, ada 2 kartu kredit dan kartu mahasiswa serta kartu nama perempuan itu. lee jun ri, aku mengulang nama itu dua kali namun berhenti setelah aku membaca kartu mahasiswanya.
“yoboseyo, lee jun ri-ssi?” ucapku diujung telepon setelah aku berniat untuk mengembalikan dompet miliknya itu.
“ne, nuguseyo?” ucap suara yang terdengar lembut dan sangat pelan dari arah yang berlawanan.
“kau menabrakku tadi sore dan dompetmu ada padaku. Aku harap kau tidak menuduhku pencuri setelah ini.” Aku diam sebentar, dan suara pelan itu juga tidak terdengar. “aku nam woohyun.” Ucapku lagi.
“ahh ne, maaf merepotkanmu.” Ucap perempuan itu lagi. Kenapa ia yang meminta maaf, aneh.
“besok aku akan mengembalikannya, kau ada waktu?” tanyaku ingin segera menyelesaikan pembicaraan membosankan ini.
“ne, besok aku tidak ada kuliah, jadi kita bisa bertemu ditaman dekat hongdae jam 5 sore. Bagaimana?”
“baiklah, jam 5 sore.” Ucapku segera menekan tombol merah pada ponselku tapi suara di telingaku masih terdengar. “ada apa?”
“si...siapa tadi namamu?”
“NAM WOOHYUN!” ucapku kesal menekan tombol merah.
*
Aku mulai gusar, jam diponselku sudah menunjukan pukul 5.30 tapi kenapa dosen sialan ini belum mengakhiri jam pelajarannya. Aku memperhatikan sekelilingku, mereka semua masih memperhatikan dosen busuk itu dengan sangat seksama. Hanya aku yang ingin sekali keluar dari neraka kelas hari ini.
Aku meraih ponselku, mencoba mengetikan pesan singkat tanpa diketahui oleh dosen yang sedang mengajar.

“to: lee jun ri
Sepertinya aku akan terlambat? Kau mau menungguku?”

Pesan terkirim, namun dengan sangat cepat, ponselku kembali bergetar. Perempuan itu membalasnya.

5.40 pm, thu, 13th sept Lee Junri
Gwencanha ^_^ aku akan menunggumu.

Ahhh, dosen ini benar benar membuatku merasa bersalah pada perempuan bodoh yang satu ini.
*
Tepat satu setengah jam terlewati, aku mengendarai sepedaku dengan sangat cepat. dan itu membuatku hampir menabrak seorang ibu yang hendak menyebrang.
Sesampainya ditempat yang dijanjikan perempuan itu, aku melambatkan laju sepedaku. Perempuan itu masih duduk dikursi putih itu. Aku sedikit terdiam memperhatikannya. Dia sudah menungguku satu setengah jam, dia bodoh atau terlalu sabar?
“lee jun ri-ssi?” tanyaku ketika aku mendekat kearahnya.
Perempuan itu bangkit dan langsung tersenyum tanpa mengguratkan kekesalan diwajahnya. Aku semakin bingung, ada rasa bersalah dalam diriku telah membuatnya menunggu selama ini.
“mian, membuatmu menunggu terlalu lama.” Ucapku sambil membungkukkan badan.
“gwencanha, aku sudah terbiasa.” Ucapnya masih tersenyum lebar membuatku semakin bertanya tanya tentang perempuan ini. “mana dompetku?” tanyanya membuatku berhenti melamun. Tanpa kata aku membuka tasku dan memberikan dompet miliknya.
“kau boleh mengeceknya lebih dulu.” Ucapku sedikit basa-basi agar dia percaya padaku.
“aku percaya padamu.” Perempuan ini kembali membuatku takjub. Aku memperhatikannya ketika ia memasukan dompet kedalam tasnya. Tidak ada yang berbeda dari perempuan lainnya. Rambutnya yang ia kuncir dua sore ini, sepatu boots coklat semata kaki, blazer abu-abu dan tas merah muda yang ia bawa menandakan ia hanya perempuan biasa.
“ehmm, jun ri-ssi, sepertinya hari akan turun hujan. Aku benar benar minta maaf karena aku terlambat datang. Jadi, aku pikir aku bisa mengantarkanmu pulang hari ini.” Tawarku setelah aku berpikir 2 kali untuk mengajaknya pulang.
“tidak usah, rumahku cukup dekat dari sini. Terimakasih karena kau sudah meluangkan waktumu untuk mengembalikan dompetku.” Perempuan itu mengguratkan senyumnya lalu pergi dan melambaikan tangannya kearahku. Entah karena sesuatu atau apapun, aku membalas lambaian tangannya.
*
LEE JUN RI POV
Pagi yang cerah dengan bulir bulir angin membelai rambutku yang aku biarkan terurai. Dengan langkah yang sangat santai, aku berjalan menuju kampusku yang sudah terlihat dari kejauhan.
Aku berjalan dengan perasaan seperti biasa, datar dan apa adanya. Mataku juga terus memperhatikan mahasiswa lain dengan tujuan sama menuju kampus dengan berjalan, bersepeda, atau pun menggunakan mobil pribadi mereka.
“lee jun ri-ssi!” suara tinggi dari seorang lelaki membuatku mengalihkan pandangan dan membalikan tubuhku kebelakang. Lelaki itu ternyata kuliah disini. Senyum dan lambaian tangan nam woohyun mendekat kearahku. Aku membalasnya dengan senyum yang biasa aku guratkan kesiapapun yang menyapaku.
“kau kuliah disini?” tanyaku santai kembali berjalan dengan lelaki ini disebelahku.
“tingkat dua, kau tingkat 4 kan?” tanyanya langsung dengan nada suara santai dan kacamata besar yang dua hari lalu tidak ia pakai.
“hem, mana sepedamu?” tanyaku lagi dengan nada suara seperti aku sudah mengenalnya sejak lama.
“dia sedikit kesal denganku kemarin, dia memutuskan rantainya sendiri, dan sekarang aku menghukumnya. Menguncinya digudang.” Ucapannya membuatku menahan tawaku. Ekspresinya sangat aneh ketika ia menceritakannya.
Disela aku dan woohyun berjalan sambil menikmati semilir angin diawal musim gugur, aku melihat seseorang bersandar ditembok menatap kearahku. Aku terdiam dan menghentikan langkahku menatap jauh kearah matanya yang bersinar terkena pantulan sinar matahari. Lelaki itu melangkah kearahku dan dengan cepat ia menarik tanganku pergi dengan langkah tidak terlalu cepat.
“dujun-ssi.” Ucapku dengan nada sangat riang. Nada yang sudah sering aku ucapkan jika aku bertemu dengannya.
“siapa lelaki itu?” tanya dujun melepaskan genggamannya dari lenganku. Aku menoleh kearah woohyun yang masih diam menatap bingung aku dan dujun yang pergi meninggalkannya.
“nam woohyun.” Jawabku sedikit gugup. Nada bicaranya tidak seperti biasa. Nada yang tidak pernah aku dengar sebelumnya.
“berapa umurnya?” tanya dujun lagu masih dengan nada yang sama namun tatapan yang tidak biasa terlihat dari mataku.
“dia lebih muda dariku satu tahun.” Jawabku tersenyum seriang mungkin.
“aku tidak suka kau dekat dengannya.” Ucap dujun datar sambil meraih tanganku dan menggenggamnya.
“wae? Dia temanku. Dia menemukan dompetku ketika aku berlari didaerah hongdae, dan dia mengembalikannya...” ucapku mengingat kejadian beberapa waktu lalu sambil berusaha menceritakan kembali pada dujun.
“pokoknya aku tidak suka kau pergi dengan lelaki lain selain aku. Kau itu kekasihku!” ucap dujun dengan nada sedikit tinggi menghentikan seluruh ceritaku.
Aku tersentak, mataku terbuka lebar mendengar dujun yang (menurutku) dia membentakku saat itu.
“aku harus kekelas sekarang, ada pelajaran pagi ini.” Dujun mengembalikan nada suaranya seperti biasanya. Tidak tinggi dan tidak sinis seperti tadi. Itu ucapan terakhirnya jika setiap pagi kita bertemu. Detik ini, dujun juga tidak melupakan ciumannya yang selalu mendarat dikeningku. Hal ini yang membuatku melupakan sisi dirinya yang membuatku kesal. Ketika bibirnya mendarat dikeningku, yang aku rasakan hanya kehangatan dekapan tangannya ditanganku yang meleburkan kekesalan padaku dan menghilangkannya bersama angin.
“sore ini, kita bisa pulang bersama?” tanyaku tersenyum sebelum ia pergi meninggalkanku.
“aku ada urusan sore ini.” Jawaban dujun yang sudah bisa aku tebak.
“boleh aku tahu urusanmu?”
“aku benar-benar buru-buru, aku harus pergi.”
*TBC*


So, what’s goin’ on with dujun? Apakah dujun marah sama woohyun karena junri pergi dengan woohyun? Apakah urusan dujun sebenarnya? Penasaran? Ditunggu part 2 nya yaaa~~ ppyong!!