Laman

July 16, 2011

my boy is a mongdal (part 11 end )

Pagi ini cukup cerah, musim panas sudah berlangsung lebih dari satu bulan. Setelah eli pergi kekantor, min rae pergi kesebuah tempat kecil disudut kota seoul. Tempat itu sangat tidak terawat, penuh dengan beberapa benda benda yang bersifat horor.

Setelah mengetuk pintu kayu ditempat itu, seorang lelaki beruban membuka pintu. Tatapannya sinis ketika min rae menundukan tubuhnya. Lelaki itu masuk kembali kedalam tanpa bicara. Min rae pun mengikutinya.

“ada apa? Sudah bahagia menikahd engan kyoung jae??” tanya lelaki itu dengan suara tinggi.

“kakek, aku tahu kau yg meletakan roh itu kedalam tubuh kyoung jae, dan kau yang bilang jika menikah roh itu akan pergi. Tapi kenapa sampai sekarang....”

“roh itu belum pergi? Ini musim panas, bersyukurlah karena hujan dan petir jarang untuk datang. Kepastian terakhir itu akan datang ketika hujan dan petir malam hari.” Jelas lelaki yang tidak lain adalah kakek eli.

“tapi, kau yang meletakan roh itu apakah kau tidak bisa melepaskannya?” tanya min rae dengan tatapan kosong.

“itu sebuah konsekuensi untuk eli dan untukmu.” Jawab kakek eli dengan nada santai. Min rae menatapnya dingin.

“aku akan menjaga eli sampai saat itu datang.” Ucap min rae pelan pergi meninggalkan kakek itu.

“kau sudah memikirkan jika hal paling buruk terjadi?” pertanyaan kakek eli membuat langkah min rae terhenti.

“be..belum.” jawab min rae pelan.

“jika belum, kenapa kau menikahinya? Bodoh.” Sahut kakek eli disertai tawa kecil. Sementara min rae meninggalkan tempat itu.

*

Min rae tidak langsung pulang dari rumah kakek eli. Ia berjalan pelan melintasi jalan-jalan raya dikota seoul. Pikirannya dihantui tentang ucapan terakhir dari kakek eli. Dari awal sebenarnya min rae sudah memikirkannya dengan matang, tapi situasi terburuk selalu membuat hatinya merasakan kesedihan.

“kau dimana? Aku sudah dirumah kau malah pergi. Pulang.” Suara eli terdengar jelas diujung telepon ketika min rae baru saja mengangkatnya.

“ne, aku akan segera pulang.” Sahut min rae pelan menutup ponselnya.

*

“kau tidak makan?” tanya eli disela makan malam bersama min rae dan ayahnya. Min rae hanya menggeleng tersenyum. “nanti kau lapar.”

“perutku sedang tidak enak.” Jawab min rae tersenyum.

“waahh, harus periksa kedokter. Mungkin saja kau hamil.” Sahut ayah eli sumringah.

“ahh, appa kau bisa saja.” Ucap min rae sedikit salah tingkah.

“kenapa? Aku sudah lama menginginkan cucu dari anak lelakiku.”

*

Awal bulan datang lagi, hari semakin panas sementara eli semakin rajin bekerja. Setelah pulang, eli masuk kedalam kamar dan menemukan min rae sedang berada dikamar mandi.

“kau mandi malam-malam seperti ini?” tanya eli membuka dasinya. Min rae membuka pintunya sambil mengelap bibirnya yang basah.

“ahh, tidak aku tidak mandi. Hanya perutku terasa aneh saja.” Jawab min rae tersenyum.

“kita kedokter saja, bagaimana?” ajak eli cepat.

“kau baru saja pulang, kau pasti lelah. Kapan kapan saja kedokternya.” Sahut min rae menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya. Eli memperhatikan min rae lalu masuk kedalam kamar mandi.

“aku akan membuatkan teh hangat.” Teriak min rae antusias.

*

Keesokan harinya adalah hari libur. Sepanjang hari, eli dirumah menemani istrinya yang sedang merawat mona.

“sepertinya akan turun hujan, gelap sekali.” Gumam eli memperhatikan langit lewat jendela.

“ayah kemana?” tanya min rae mengusap lembut tubuh mona.

“dia ada rapat,, jadi pulang telat hari ini.” Jawab eli cepat. eli memegangi dadanya yang terasa sakit lagi. Ia berniat untuk mengatakan pada min rae namun ia urungkan niatnya.

*

Malam telah datang, min rae terlelap ditempat tidurnya namun terbangun ketika mendengar suara petir yang sangat besar. Ia memperhatikan disebelahnya namun eli tidak ada disana. “kemana eli?” gumamnya pelan ketika ia tersadar akan ucapan kakek eli.

Min rae turun dari tempat tidurnya menuju ruang tamu mencari eli. Suara petir bersahutan ditengah hujan yang sangat deras. Hingga min rae menemukan eli disebuah perpustakaan kecil disudut rumah itu.

“eli-shi, kau sedang apa?” tanya min rae menghampiri eli yang sedang menghadap ketumpukan buku. Min rae tersentak ketika melihat eli terjatuh. Ia langsung menghampiri eli hampir berteriak.

Eli terbaring dengan darah mengucur dari hidungnya. Tangan eli masih memegangi dadanya yang rasa sakitnya malam ini benar benar berbeda. “eli-shi, kau kenapa? Sadarlahh. Ayaaahhhhh!!!” teriak min rae dengan air mata mengucur deras kepipinya.

“min rae.... aku sudah tidak kuat lagi... maaf..kan aku.” Ucapan eli terbata bata.

“apa yg kau katakan. Ayaaahhh, cepatlah datang.” Teriak min rae lagi makin terisak.

“sepertinya kesempatan hidupku juga sudah menipis.... tolong, jaga eli dengan baik, demi aku.....” eli mengucapkan kata kata terakhir tepat ketika ayahnya datang keruangan itu.

“ELI----.....” teriakan terakhir min rae malam itu. Malam itu benar benar terlihat sangat suram ketika min rae terisak memeluk suaminya.

*

Gerimis datang ketika pesta pemakaman sudah berakhir. Beberapa pelayat dengan perlahan meninggalkan makam eli. Min rae masih berdiri diam memegangi perutnya didepan batu nisan.

“KYOUNG JAE-SHI, kenapa kau bisa tahu kalau aku hami? Hm, padahal aku akan memberitahu hal itu saat hari ulangtahunmu tiba. Yaa, hari ini. Kenapa kau meninggalkanku sangat cepat? aku pasti akan merindukan saat kau mengataiku bodoh. Tapi tidak apa-apa, aku kan masih punya eli. Aku akan menjaganya.”

*

7 TAHUN KEMUDIAN

“eomma, appa itu orang yang seperti apa? Aku hanya tahu kalau dia seperti ini. Kau mau menjelaskannya padaku?” tanya seorang anak kecil sambil membawa sebuah foto kepada min rae yang sedang duduk disofa ruang tengah rumahnya sambil membaca majalah.

“sini sayang, duduk dengan eomma.” Pinta min rae tersenyum. “appamu sangat mirip denganmu, bibirnya, matanya, hidungnya, semuanya mirip denganmu. Bahkan sifatnya juga mirip denganmu. Ketika appamu masih ada, eomma sering dikatainya bodoh, hehhe, tapi itu yang membuat eomma merindukannya.” Cerita min rae hampir menangis.

“apa kah appa menyayangiku eomma?” tanya anak itu lagi.

“pasti, bahkan namanya pun sama denganmu. Dia akan selalu menyayangimu, eli.” Jawab min rae mengusap lembut rambut anaknya itu.

“ELI~~” suara lelaki membuat eli langsung berlari menghampirinya.

“kakek,” teriak eli naik kepelukan kakeknya. “kapan kita akan pergi ketaman bermain lagi kek?”

“haha, cucu kakek sudah besar rupanya, bagaimana jika nanti siang. Ajak juga ibumu.” Jawab ayah kyoung jae sambil menggendong eli dengan sumringah.

“aku yakin kau pasti melihatnya dari sana, semuanya baik baik saja, sampai kapanpun aku akan menjaga eli dengan baik.”

*END*

my boy is a mongdal (part 10)

Mereka berangkat ke pulau jeju, lalu sampai disana dengan meneruskan perjalanan menggunakan mobil yang dikendarai eli. Min rae sangat senang melihat pemandangan pulau jeju yang indah.

“ahh, aku ingin ke pantai.” Ucap min rae memperhatikan sekeliling jalanan yang mereka lewati.

“villa yang akan kita tempati nanti tepat disebelah pantai.” Sahut eli tersenyum masih serius menyetir mobilnya.

“jinjja?? Waahhh~~ itu villa keluargamu?” tanya min rae senang.

“hmm,” ucap eli pelan.

Selang perjalanan setengah jam, mereka berdua sampai disebuah pantai yang sangat indah dengan sebuah villa disebelah pantai yang pemandanganya sampai keujung lautan. Tanpa pikir panjang, min rae langsung berlari menuju pantai dan bermain disana. Sementara eli hanya duduk diatas pasir putih sambil memperhatikan min rae.

*

Sudah 3 hari min rae dan eli menikmati bulan madu mereka. Dipagi yang cerah ini, min rae menyewa dua sepeda untuk mengelilingi pulau jeju bersama suaminya.

“yaa~ aku menyewa ini. Ayo kita jalan-jalan.” Teriak min rae sambil menunjuk dua sepeda putih dihadapannya. Eli yang melihatnya langsung menghampiri min rae dan mengendarainya meninggalkan min rae. “yaa~~ tunggu.” Min rae ikut mengendarai sepedanya mengejar eli.

“sebentar! Berhentilah.” Teriak min rae membuat sepeda eli berhenti.

“baru sebentar, kau sudah lelah.” Gumam eli tersenyum.

“siapa yang lelah, baiklah kita berlomba saja, siapa yang sampai duluan ke pohon besar yang didepan itu. Dialah yang menang.” Ucap min rae langsung mengendarai sepedanya .”sampai jumpa didepan.”

“yaa~ kau curang.” Teriak eli mengayuh sepedanya pelan. Sementara min rae hanya tertawa senang.

“aku menang!!!!” teriak min rae menghentikan sepedanya. Eli menghentikan sepedanya tepat disebelah min rae.

“kau curang!!” ucap eli berusaha memeluk min rae. Min rae masih tertawa senang.

*

Malam sudah larut, min rae masih memperhatikan laut dari jendela kamarnya. Eli masih berbaring diatas tempat tidur sambil memperhatikan min rae. “kau belum tidur?” tanya eli. Min rae membalikkan badannya lalu berbaring disebelah min rae.

“eli-shi, kenapa kita tidak pindah saja kerumahku? Kan disana kita sudah terbiasa bersama. Mona sedikit sakit karena pindah kerumahmu.” Ucap min rae membuka pembicaraan.

“untuk sementara kita tinggal dirumah ayahku dulu saja, setelah pulang dari sini aku akan bekerja diperusahaan ayahku. Jadi jika kau dirumahku, kau tidak akan merasa sendiri. Kan banyak pelayan dirumahku.” Eli menjelaskan dengan nada ramah sambil membelai lembut rambut min rae.

“kau akan meninggalkanku sendirian dirumah?” tanya eli menatap wajah eli saat ini.

“kau bisa datang menemuiku dijam makan siang jika kau mau.” Jawab eli tersenyum. Min rae hanya tersenyum menatap eli.

“ehmmmmm, jika kita punya anak nanti, aku ingin menamainya eli kim.” Min rae mengubah topik pembicaraan.

“ne??” tanya eli kaget.

“ehmm, aku ingin anakku sepertimu nantinya. Walau kadang sedikit membuatku kesal, tapi aku sangat mencintaimu.” Jawab min rae meraih tangan eli.

“aku tidak mau, nanti kau akan lebih sayang anakmu dibanding suamimu ini.” Sahut eli cepat.

“aku akan menyayangi kalian sama besar. Aku berjanji.”

“baiklah, aku menyetujuinya, tapi memang kapan kau akan punya anak??” tanya eli dengan nada ketus.

“eli-shi,, kau itu mengesalkan!!!” min rae membalikkan tubuhnya menghindari eli.

“aku bercanda, jagiya.” Ucap eli memeluk tubuh min rae.

*

Umur pernikahan min rae dan eli sudah beranjak satu bulan. Eli juga sudah bekerja kembali diperusahaan milik ayahnya, sementara min rae terkadang menengoknya dikantor atau hanya bermain dengan mona dirumah.

Malam ini eli baru saja pulang ketika min rae sedang membereskan tempat tidurnya. “kau sudah pulang?” tanya min rae sumringah menghampiri suaminya.

“hem, dadaku sakit lagi.” Ucap eli duduk ditepi tempat tidur. Min rae hanya menghela napas panjang lalu duduk disebelah eli. “aku mulai lelah.” Ucap eli pelan. Min rae berusaha tersenyum lalu memeluk suaminya itu.

“tidak usah dipikirkan, tunggu disini yaa aku akan mengambil air hangat untukmu.” Min rae hampir bangkit dari tempat tidurnya namun tangan eli menggenggam erat lengan min rae. Min rae kembali duduk disebelah eli menatap wajah muram eli.

Sedikit lama mereka terdiam, hingga eli menatap wajah min rae yang berusaha tersenyum ketika eli menatapnya. Dengan pelan, tangan eli menyentuh pundak min rae dan mendekatkannya ketubuhnya. Eli mencium hangat bibir min rae. Tangan min rae memegang tengkuk eli sementara tangan eli membuka jaket yang melekat ditubuh min rae.

*TBC*

my boy is a mongdal (part 9)

“aku tidak mau membuat hatimu sakit nantinya, biarpun aku sudah seperti ini, lukaku belum hilang, jika nanti akhirnya aku meninggalkanmu, apa yg bisa aku lakukan?? Aku tdak cukup mampu untuk itu.” Eli bergumam dihadapan min rae yg tertidur lelap dihadapannya sambil mengusap pelan rambut min rae. Rintik hujan terdengar sangat jelas dari dalam kamar min rae. Sementara eli tidak mengetahui kalau min rae belum tertidur dan mendengar semua ucapan eli malam ini.

*

Gerimis datang kembali, sepertinya eli belum keluar kamarnya. Sementara itu pagi ini min rae sudah berada didepan sebuah gedung pencakar langit dipusat kota seoul. Ia mencari yang sekitar 2 hari lalu datang kerumahnya.

Setelah bertanya keresepsionis, min rae masuk kedalam ruangan seorang direktur. Ia melihat ayah eli tersenyum menatapnya.

“kau datang? Kau menemukan kyoung jae?” tanya lelaki itu sopan.

“jika aku menemukannya apakah aku boleh menikahh dengannya?” min rae berbalik bertanya dengan tatapan serius. Ayah eli menatapnya bingung.

“ijinkan aku menikah dengannya, ajjushi~” pinta min rae dengan mata sembab.

“siapa namamu?” tanya ayah eli santai.

“lee min rae. Aku sudah berpacaran dengan eli, ahh maksudku kyoung jae selama 3 bulan. Dia juga sudah tinggal dirumahku lebih dari 6 bulan.” Min rae menjelaskan semuanya pada ayah eli. “jika kau mau bertemu dengan anakmu, tolong ijinkan aku menikah dengannya.”

“itu tidak mungkin, anakku itu bukan manusia sungguhan, ada roh mongdal menetap ditubuhnya.” Sahut ayah eli cepat.

“aku tahu, aku tahu itu semua. Aku sudah memikirkan semuanya dan aku siap menerima konsekuensinya walaupun itu hal paling buruk.” Sahut min rae lagi. Ayah eli diam mendengar pinta min rae yang sangat membuat hatinya kagum.

“baiklah, pertemukan aku dengan kyoung jae sekarang.”

*

“pulanglah.” Ucap ayah eli ketika ia berhadapan dengan anaknya. Min rae hanya berdiri memperhatikan mereka berdua.

“aku tidak mau pulang, aku ingin tetap disini.” Jawab eli datar tanpa menatap keayahnya sama sekali.

“tapii, jika kau pulang, roh mongdal ditubuhmu akan sembuh.” Pinta ayahnya lagi. “dan jika kau terus disini kau akan dikira sebagai pasangan tanpa ikatan pernikahan, tidak baik tinggal dengan seorang perempuan lajang.”

“tidak ada hubungannya denganmu.” Sahut eli lagi.

“baiklah, kalau begitu menikahlah dengannya.” Tatapan mata ayah eli bertemu dengan tatapan min rae.

“Appa! Aku tidak mau menikahinya.”

“lalu, apa yg kau inginkan darinya?? Kau memacarinya lalu memutuskan hubungannya dan menikah dengan orang lain?? Kau anggap apa dia?” tanya ayah eli dengan nada tinggi.

“pergilah.” Eli berjalan masuk kedalam kamarnya. Min rae bingung lalu masuk kedalam kamar eli. Min rae langsung memeluk punggung eli dan menangis.

“jangan memohon kepada ayahku meminta hal bodoh seperti itu.” Ucap eli datar.

“aku....sudah memikirkan semuanya. Aku akan berusaha menjagamu. Aku tidak ingin kau pergi dariku eli-shi.” Min rae terisak dipunggung eli. Dengan perlahan, eli membalikan badannya dan meletakan kepala min rae didadanya.

“aku tidak ingin membuatmu sedih nantinya.” Ucap eli pelan.

“aku yakin tidak akan terjadi apa-apa setelah kita menikah nanti, aku yakin kau akan menjadi manusia seutuhnya.” Ucap min rae lagi. Eli tersenyum mengusap pelan kepala min rae.

*

Hari pernikahan itu pun datang, walau ada sedikit rasa takut didalam hati eli, eli menyembunyikannya dengan baik. Saat itu kakek eli juga datang, termasuk seluruh keluarga eli. Pesta itu sangat meriah.

*

Malam ini cukup hangat, eli dan min rae akhirnya bisa tidur disatu kamar yang besar dan disatu tempat tidur yang sama.

“kau sangat cantik hari ini.” Ucap eli menatap min rae yang duduk disebelahnya.

“kau juga tampan.” Sahut min rae dengan wajah memerah. Min rae membaringkan tubuhnya pelan, sementara eli berbaring disebelahnya.

“ehhmm, bagaimana kalau kita memulainya?” tanya eli memeluk min rae.

“aku tidak mau.” Sahut min rae membalikkan tubuhnya kesamping membelakangi eli.

“tapi kan kita sudah suami istri sekarang. Ayolah...” eli berbaring diatas tubuh min rae, sementara min rae tersenyum menatap eli. Malam yang indah.

*

Pagi menyisir kembali, sinar mentari masuk kecelah kamar eli dan min rae. Beberapa pakaian min rae dan eli berserakan dilantai. Min rae masih tertidur lelap diatas tangan eli dan eli pun juga masih memejamkan mata.

Perlahan mata min rae terbuka, ia memperhatikan sekelilingnya. Ia memperhatikan eli yang didadanya masih tertera luka mongdalnya.

“kau sudah bangun?” tanya eli yang melihat min rae sedang duduk disebelahnya sambil membenarkan selimut yang menutupi tubuhnya. Eli tersenyum duduk disebelah min rae. “kau masih lelah?” tanya eli pelan. Min rae tersenyum lalu menggeleng meletakan kepalanya kepundak eli. Tangan eli pun merangkul punggung min rae.

“hari ini kita mau kemana?” tanya eli mengusap pelan punggung min rae.

“ehhmm, aku tidak ingin keluar kamar.” Jawab min rae tersenyum.

“kau tidak bosan?” tanya eli lagi.

“tidak, selama kau ada disampingku.” Jawab min rae tersenyum. Eli membalas senyuman min rae lalu mengecup kening min rae.

*

“ahh, sudah siang kalian baru saja keluar kamar.” Ucap ayah eli yang sedang meminum kopi diruang tengah sambil melipat koran yang baru saja ia baca.

“ahh, appa. Kami lelah karena kemarin, makanya kami bangun sedikit terlambat.” Sahut min rae tersenyum.

“ini untuk kalian, pergilah selama seminggu. Anggap saja itu hadiah pernikahan dari ayah.” Ayah eli meletakan dua tiket pesawat dengan tujuan pulau jeju keatas meja.

“untuk apa?” tanya eli datar.

“ahh, bulan madu. Benar. Gomapseumnida appa.” Sahut min rae cepat mengambil dua tiket itu.

“yaa, min rae benar. Kemasi barang kalian, 2 jam lagi pesawat akan segera berangkat.” Ucap ayah eli meminum kopinya lagi.

*TBC*

my boy is a mongdal (part 8)

“ada apa dengannya?? Dua hari yg lalu dia memelukku sekarang dia menciumku. Eli!! Aku berniat melupakanmu tapi kau malah seperti itu. Ahh, dia juga memutuskan jenny. Aku bingung padanya.” Gumam min rae sendirian berbaring diatas tempat tidurnya dan tanpa sadar tertidur.

*

“yaa~ bangunlah, makanan sudah siap.” Teriak eli dari lantai bawah tepat diruang makan. Min rae yg sudah bangun dari tadi langsung berlari turun menuju meja makan. Wajahnya terlihat sangat sumringah pagi ini. Dengan senyum diwajahnya, min rae duduk dikursi lalu mengambil lauk dihadapannya.

“Waaww, kau yang memasak ini semua? Ahh, ada kepiting. Aku suka kepiting.” Ucap min rae mengambil kepiting dan melahapnya. Eli tersenyum memperhatikan min rae lalu duduk dihadapan min rae.

“kau sudah kembali seperti biasa.” Ucap eli ikut tersenyum. “apa karena semalam?” tanya eli membuat min rae hampir tersedak.

“mwo? Tidak, aku... ah sudahlah lupakan makan saja.” Jawab min rae berpikir mencari alasan tapi tidak ia dapati. Eli hanya tersenyum memperhatikan wajah min rae yang memerah lalu kembali melahap makanannya.

*

Setelah sarapan dan membereskan rumah, min rae beristirahat sejenak dikamarnya sambil memperhatikan gerimis lewat jendelanya. Sesekali ia menggaruk tangannya yang terlihat kemerahan. Perutnya juga sedikit mual, dengan langkah cepat ia langsung pergi kekamar mandi dan berusaha untuk memuntahkan semua isi perutnya. Suara min rae terdengar sampai kamar eli karena tepat diatas kamar eli adalah kamar mandi. Eli yang bingung mendengar suara itu langsung keatas. Ia melihat min rae didalam kamar mandi yang pintunya terbuka. Eli memperhatikan min rae yang masih duduk didepan kloset.

“kau tidak apa-apa?” tanya eli bingung. Min rae tersenyum menghadap eli sambil menggeleng. “tanganmu memerah, kau alergi?” tanya eli ketika min rae mencoba berdiri.

“hm, sebenarnya aku alergi kepiting. Hehe, tapi tidak apa-apa, aku harus minum obatku dulu.” Jawab minrae masih tersenyum lalu menuju kamarnya diikuti eli. Min rae meminum 2 pil langsung lalu duduk diujung tempat tidurnya. Eli menarik kursi didekat meja belajar min rae lalu duduk dihadapan minrae.

“kenapa tidak bilang kalau kau alergi kepiting? Malah langsung dilahap abis.” Tanya eli dengan nada ketus memperhatikan sekujur tubuh minrae yg memerah.

“aku alergi tapi aku suka kepiting, makanya aku lahap tadi.” Sahut min rae cepat.

“bodoh, kedokter saja bagaimana? Biar cepat sembuh.” Ajak eli cepat.

“ahh, tidak usah, aku akan sembuh dengan sendirinya setelah meminum obat ini.” Sahut min rae tersenyum. Eli menggelengkan kepalanya tanda kesal. “hehe, gomawo.”

“untuk apa?” tanya eli ketus.

“kau sudah memperhatikanku. Selama ini jika aku alergi, aku akan mengobati sendiri dan membiarkannya pulih sendiri tanpa ada yang memperhatikanku.” Jawab min rae sumringah. “boleh aku tanya sesuatu? Siapa wanita yang kau bilang pada jenny beberapa hari lalu?”

“ohh, itu. Kenapa? Kau penasaran?” eli berbalik bertanya pada min rae. Min rae mengangguk cepat lalu tersenyum. “kalau aku jawab kau? Bagaimana?”

“hah? Ahh, tidak mungkin. Karena pernyataanku malam itu kau langsung menyukaiku. Jangan jangan kau menyukaiku karena kasihan.” Sahut min rae cepat memanyunkan bibirnya.

“kau itu sangat bodoh, hanya karena ucapanmu aku langsung luluh. Itu tidak mungkin!!” sahut lei cepat memukul kening min rae.

“lalu?” tanya min rae cepat mengusap pelan keningnya.

“sudah kubilang kan kau itu bodoh, aku tahu waktu itu kau mengatakan semua perasaanmu padaku, makanya roh mongdalku tidak berani beraksi lagi. Aku juga tahu kalau dari awal kau menyukaiku. Kau tidak pandai menyimpan perasaanmus endiri.” Jelas eli cepat. wajah min rae memerah.

“jangan mengatakan aku bodoh.” Gumam min rae menunduk.

“kau memang bodoh.” Sahut eli memeluk min rae. Min rae tersenyum membalas pelukan eli.

“aku mencintaimu, eli shi...” ucap min rae dengan raut wajah sumringah.

“aku juga.”

*

Sudah lebih dari dua bulan min rae dan eli menjalin hubungan serius. Min rae yang supel dan sedikit aneh membuat hari hari eli menjadi lebih berwarna walau terkadang dadanya masih terasa sakit.

Sore ini eli mengajal min rae untuk pergi keluar rumah menikmati angin sore. Awalnya min rae menolak dengan alasan lelah karena ia baru pulang menjenguk temannya yg sakit.

“mau kemana memang?” tanya min rae tidak antusias.

“kau sudah lama tidak kejembatan itu, katanya kau menyukainya.” Jawab eli tersenyum masih menggandeng tangan min rae.

“ahh, tempat itu sudah tidak menarik semenjak jenny datang kesana.” Sahut min rae dengan nada ketus.

“kau masih saja mengingatnya, dasar.” Ucap eli berjalan cepat meninggalkan min rae dibelakangnya. Min rae sedikit berlari mengejar eli lalu merangkul lengan eli.

“kita pulang saja bagaimana??” ajak min rae. Eli menatapnya sinis lalu berjalan lagi. “eli-shi, buat apa kita kesana?”

“kita ke panti jompo, bulan ini kau belum melakukan tugas rutinmu kan?” jawab eli tanpa membalikan badannya.

“aigoo~ tanggal berapa sekarang, aku lupa.” Sahut min rae cepat. “kita telepon restoran bubur saja setelah sampai sana.”

“bodoh.”

*

Eli dan min rae baru sampai rumah sekitar pukul 11 malam. Sore ini mereka memberi makan para manula di panti jompo seperti yang biasa min rae lakukan setiap bulannya.

“ahh, lelah tapi senang.” Min rae langsung membantung tubuhnya diatas sofa diruang tengah. “kau mau aku buatkan teh hangat? Diluar gerimis?”

“aku ingin mandi, jika kau kau buatkan, buatkanlah.” Jawab eli tersenyum berjalan menuju kamar mandi. Dengan langkah pelan min rae berjalan menuju dapur dan mendengar suara bel rumahnya berbunyi. Dengan langkah gontai, min rae membuka pintunya setelah melihat siapa yg datang. Seorang lelaki paruh baya dengan dandanan rapi. Min rae tidak mengenal sama sekali lelaki dihadapannya itu.

“maaf, apa kau pemilik rumah ini.” Tanya lelaki itu dengan suara lantang. Min rae hanya mengangguk. “kau kenal lelaki ini? Namanya kim kyoung jae. Aku tadi melihatnya masuk kerumah ini, apa dia sedang bersamamu?” tanya lelaki itu lagi menunjukan sebuah foto ditangannya. Min rae sangat kaget ketika ia melihat foto itu. Namun ia berusaha mengatur napasnya.

“ehmm, aku tidak mengenalnya. Aku memang tinggal dengan oppaku disini, namanya eli kim. Dia baru saja mandi.” Jawab min rae berusaha santai. “kalau baru tahu ada apa memang dengan lelaki difoto ini?” min rae berbalik bertanya.

“dia anakku, aku sudah tidak bisa lagi melacaknya. Aku mencarinya karena aku ingin menikahkannya. Maaf aku telah mengganggumu, tapi kalau kau menemukan lelaki ini tolong hubungi aku.” Lelaki itu memberikan sebuah kertas kecil lalu pergi meninggalkan rumah min rae. Min rae mengambil kertas kecil itu gugup lalu menutup pintu rumahnya dan menguncinya.

Min rae mengamati kertas kecil itu badanya terasa ringan hingga ia membanting tubuhnya keatas sofa. Ia memikirkan ucapan lelaki tadi yang mengaku sebagai ayahnya eli, kyung jae.

“ada apa? Mana tehku?” tanya eli memperhatikan min rae sambil mengeringkan rambutnya.

“ahh, mian, tadi ada orang datang.” Jawab min rae dengan nada datar. Eli menghampiri min rae lalu duduk disebelah min rae mengambil kartu nama yang dipegang min rae.

“dia kemari?? Hhh~ apa yg ia katakan padamu?” tanya eli memandangi min rae.

“dia mencarimu, dia ingin menikahkanmu.” Jawab min rae sedikit gagap. Eli menatap min rae sejenak lalu menyandarkan punggungnya.

“kekuatan mongdalku sudah berkurang, jadi kakekku tidak dapat melacakku lagi.” Ucap eli menghela napas panjang.

“bukan masalah itu yg aku pikirkan.” Sahhut min rae cepat. eli menatapnya bingung. “jika ayahmu menemukanmu, kau akan dinikahi dengan perempuan pilihan ayahmu. Lalu aku?? Ahh, akan jadi apa aku nanti.”

“tidak usah memikirkan itu.” Sahut eli meninggalkan min rae menuju kamarnya.

“tunggu sebentar,” eli menghentikan langkahnya. “bagaimana jika aku yang menikah denganmu, aku akan bilang pada ayahmu kalau aku yang akan menikah denganmu. Itu lebih baik.” Ucap min rae dengan wajah polosnya.

“aku tidak mau.” Jawab eli cepat dan pelan.

“waee???” tanya min rae sedikit merengek.

“sekali tidak mau ya tidak mau.” Eli membanting pintu kamarnya. Sedikit membuat min rae kaget dan ketakutan.

*

my boy is a mongdal (part 7)

Siang ini, cuaca cukup mendung. Min rae baru saja keluar dari kamarnya setelah dari semalam ia tidak keluar kamarnya sama sekali. Min rae keluar dengan pakaian yang sangat rapi dengan tas abu abu kecil menggantung dipundaknya.

“kau mau kemana?” tanya eli tepat keluar dari kamarnya. Min rae sedikit kaget namun melanjutkan jalannya.

“aku ingin kerumah teman, mungkin sedikit malam aku akan pulang.” Jawab min rae datar tanpa menatap wajah eli.

“mau aku antar?” tanya eli lagi.

“tidak usah, terimakasih.” Sahut min rae menutup pintu rumahnya. Eli menatapnya dnegan tatapan bingung lalu duduk diruang makan sambil memakan buah apel diatas meja.

“bodoh, kelakuannya benar benar mirip ibu dulu. Tidak bisa menyimpan perasaannya. Bertindak seakan tidak ada masalah, menangis jika sudah tidak bisa menyimpannya. Usahanya juga sama seperti ibu, bahkan cara bicaranya jika sedang marah pun sama.” Gumam eli sendirian mengamati seisi dapur.

*

“baiklah, aku pulang dulu. Sampai jumpa. Terimakasih.” Ucap min rae tersenyum senang sambil membawa bungkusan keluar dari rumah temannya itu. Hari sudah gelap, min rae berjalan sendiri melewati gang kecil yang ternyata rumah temannya hanya berbeda gang dengan rumah miliknya. Selama perjalanan pikiran min rae hanya tertuju pada eli. Hingga ia sampai didepan rumahnya dan menemukan sepasang heels kuning didepan pintu. “perempuan itu datang lagi.” Gumam min rae kesal membuka pintu.

“jadi selama ini kau tidak menyukaiku? Aku mengharapkanmu eli.” Suara jenny terdengar jelas ditelinga min rae. Min rae menatap keruang tamu dan melihat jenny menangis.

“maaf, selama ini sebenarnya aku menyukai perempuan lain. Aku mendekatimu semata mata hanya ingin mempunyai teman dekat saja dan aku tidak tahu ternyata kau mengharap lebih dariku.” Suara eli juga terdengar oleh min rae.

“apa yang kurang dariku? Aku kaya, aku cantik, tapi kenapa kau tidak menyukaiku.”

“pergilah, aku menyukai orang lain.” Ucap eli pelan membuat jenny mengambil tasnya lalu keluar dengan air mata bercucuran dan sedikit menyenggol pundak min rae. Eli menatap min rae yang daritadi berdiri didepan ruang tamu. Tanpa basa basi min rae masuk seakan tidak melihat eli.

“kau bawa apa?” tanya eli mengamati bungkusan yang dibawa min rae.

“ini, obat untukmu. Waktu itu kau mengeluh dadamu sakit kan. Minumlah ini dari ibu temanku, dia tukang obat didekat sini.” Ucap min rae meletakan bungkusan itu diatas sofa ruang tengah. “kau menyakiti perasaan perempuan, kau tidak merasakan bagaimana sakitnya hati jenny tadi.” Min rae masih berdiri tanpa menghadap eli sama sekali.

Eli diam sejenak lalu berjalan menghampiri min rae dan memeluk punggung min rae hangat. “gomawo.” Ucap eli pelan meletakan dagunya diatas kepala min rae. Min rae diam sejenak lalu melepaskan lengan eli.

“aku lelah.” Ucap min rae pelan menuju kamarnya.

*

Sudah 2 hari ini, min rae jarang sekali dirumah. Jika tidak pergi dengan dongho, ia pergi ke perpustakaan didekat rumahnya. Ia melakukan itu semata mata hanya untuk menghilangkan perasaannya terhadap eli. Walau itu menurutnya tidak dapat ia lakukan, ia berusaha semaksimal mungkin.

Malam ini cukup hangat, min rae sedang membaca buku diruang tengah yang sepi. Sementara mona tertidur disebelahnya min rae dengan tenangnya.

Sesaat kemudian, eli keluar dari kamarnya yang terletak disebelah ruang tengah. Min rae menatapnya sebentar lalu fokus kembali kebuku yg ia baca.

“dadaku sakit lagi.” Ucap eli berjalan menghampiri min rae sambil memegangi dadanya. Tidak ada tanggapan dari min rae sama sekali. Eli duduk diatas sofa memperhatikan mona yang tertidur. Min rae meliriknya sebentar lalu bertanya, “kau sudah meminum obatmu?” eli mengangguk pelan. “kapan?” tanya min rae lagi.

“tadi siang.” Jawab eli singkat. Min rae menghela napas panjang meletakan bukunya diatas karpet lalu berjalan menuju dapur. Eli memperhatikan gerak gerik min rae didapur hingga kmebali keruang tengah dengan membawa sebaskom air hangat beserta handuk kecil dan segelas air putih.

“minumlah obatmu dulu.” Min rae memberikan segelas air putih dan obat yang ada di meja kecil samping sofa itu. Tanpa bicara eli meminum obat yang diberikan min rae itu. “bukalah kaosmu, akan aku kompres dengan ini agar sakitnya hilang.” Suruh min rae dengan nada sedikit kesal. Eli langsung membuka kaosnya dan lukanya terlihat jelas. Dengan pelan min rae mengelap dan mengompres dada eli. Eli memperhatikan gerakan tangan min rae dan sesekali ia memperhatikan wajah min rae yang terlihat sangat berbeda dari biasanya. Terkadang tatapan mereka saling bertemu namun dengan cepat, min rae kembali fokus dengan kegiatannya.

“sudah. Pakai lagi kaosmu, malam ini cukup hangat tapi sepertinya akan hujan.” Min rae memeras handuk kecil itu diatas baskom tanpa menatap ke arah eli sama sekali. Eli diam lalu meraih kepala min rae dan dengan cepat ia mencium bibir min rae. Min rae sedikit kaget melihat itu. Dengan cepat, ia melepaskan bibirnya dari bibir eli. Min rae terlihat salah tingkah saat itu. Namun dengan cepat ia pergi kedapur membawa baskom.

“aku mengantuk.” Ucapnya pelan sedikit berlari menuju kamarnya.

*TBC*

my boy is a mongdal (part 6)

“Kau kenapa? Sedang tidak sehat?” tanya dongho ketika ia dan min rae berpapasan diperempatan gang biasa. Min rae hanya menggeleng terus berjalan tanpa memperhatikan dongho. “ada masalah?” tanya dongho lagi.

“tidak, hanya sedikit banyak pikiran.” Jawab min rae berusaha tersenyum menatap dongho.

“pasti lelaki yang bernama eli itu yaa? Dia menyakitimu?” tebak dongho.

“ahh, tidak. Hubunganku baik aik saja dengannya.” Jawab min rae cepat menyembunyikan gelisahnya.

*

Malam ini, eli berdandan sangat rapi. Ia baru saja keluar kamarnya ketika min rae memperhatikannya dari meja makan. “mau bertemu perempuan yg bernama jenny itu?” tanya min rae sedikit dengan nada kasar.

“iya, malam ini kan malam minggu.” Jawab eli sumringah.

“kau menyukainya?” tanya min rae lagi.

“kau yang menyuruhku mencari kekasih, lagipula jenny sangat baik padaku. Sudah, aku berangkat.” Ucap eli tersenyum meninggalkan min rae sendirian dirumah.

“kenapa dia tidak sadar ada aku disini? Huh, malah pergi dengan perempuan lain.” Gumam min rae sendiri meletakan kepalanya diatas meja makan.

*

Pagi menjelang kembali, hujan deras datang. Karena libur, min rae hanya melihat jam lalu meneruskan tidurnya ketika pintunya terdengar ada yg mengetuk.

“kenapa?” tanya min rae setengah sadar melihat eli berdiri dihadapannya. Eli diam lalu masuk kedalam kamar min rae dan duduk disofa merah. “kau pulang jam berapa semalam?”

“jam 11, semalam adalah malam yang indah.” Cerita eli sambil memegangi dadanya.

“aku masih mengantuk, tidak ingin mendengar ceritamu.” Sahut min rae cepat menutup kepalanya dengan bantal. Ia memang tidak ingin mendengar eli menceritakan tentang perempuan itu.

“dadaku sedikit sakit.” Ucap eli pelan. Ia memperhatikan min rae yang terlihat tidak menggubrisnya. Eli berjalan pelan menghampiri tempat tidur min rae lalu duduk dipinggir tempat tidur itu.

“ada apa lagi?” tanya min rae menatap eli sinis.

“dadaku sakit.” Jawab eli menunduk memegangi dadanya. Min rae menatapnya bingung lalu duduk menatap dada eli yang terlihat berbeda tanpa darah.

“kau mau teh hangat? Aku buatkan yaa? Kau tiduran disini saja.” Ucap min rae dengan tatapan kasihannya kepada eli.

“tidak usah, sebentar lagi pasti sembuh.” Sahut eli menyandarkan kepalanya ke pundak min rae. Min rae sedikit kaget lalu tersenyum.

*

Dua minggu sudah berlalu, restoran tempat kerja min rae dan dongho harus tutup dengan alasan renovasi. Hampir seluruh waktu min rae ia lakukan dirumah walau eli sekarang jarang dirumah. Perasaannya sedikit sakit ketika eli pergi dengan perempuan itu, namun ia tidak berani menyatakan perasaannya sesungguhnya karena takut eli menolaknya.

Pukul 12 malam, gerimis kecil datang. Min rae masih duduk diruang tengah dengan niat menunggu eli pulang dari perginya dengan jenny. Matanya yang sudah sangat mengantuk ia tahan dengan harapan eli tidak menginap dirumah perempuan itu. “bagaimana jika eli menginap dirumah perempuan itu? Lalu tidur satu kamar? Ahh, tidak tidak!!” min rae bergumam sendiri lalu menggelengkan kepalanya cepat.

Pukul 2 malam, min rae sudah tertidur pulas ketika eli pulang membawa sebuah bungkusan kecil. “dia menungguku? Sampai tidur disini.” Ucap eli tersenyum memperhatikan min rae yang terlelap.

“dari mana kau?” tanya min rae membuka matanya walau dengan nada suara berat.

“ayah jenny mengajakku pergi melihat lihat beberapa butik miliknya, sangat keren.. dan ayahnya juga sangat baik.” Jawab eli menjelaskan semuanya.

“lalu kau membiarkanku menunggu selama ini hanya karena kau pergi dengan dia?” min rae bangun dari duduknya lalu menatap eli sinis. Eli menatap min rae yang berubah drastis. “seharusnya kau sadar ada perempuan yang kau tinggal sendirian dirumah, bagaimana jika ada pencuri masuk dan aku diikat dan disandra? Sementara ketika kau pulang aku sudah bersimbah darah?”

“tapi kau sudah biasa tinggal sendiri kan?” tanya eli yang sangat bingung dengan tingkah min rae.

“ahh, sudahlah.” Teriak min rae berjalan kekamarnya dan menguncinya.

“aneh, kenapa dia.” Gumam eli bingung.

*

“babo! Kenapa kau malah memarahinya. Ahhh,” ucap min rae pelan dibalik pintu kamarnya.

*

Pagi ini, eli mempersiapkan sarapan dimeja makan ketika min rae baru saja turun dari kamarnya. Min rae memperhatikan eli yang sedang sibuk menuangkan saus keatas makanan. Dengan biasa, min rae duduk dikursinya lalu mengambil sebuah apel dan memakannya.

“kau sudah bangun?” tanya eli duduk dihadapan min rae. Min rae hanya mengangguk. “maaf semalam membuatmu menunggu, aku berjanji tidak akan pulang malam lagi.” Ucap eli dengan perasaan bersalah.

“lupakan, aku yang bodoh, untuk apa aku menunggumu.” Sahut min rae tersenyum mengambil nasinya lalu memakannya.

Mereka menikmati makanan mereka. Seketika bel berbunyi dan seorang perempuan tanpa basa basi masuk kedalam rumah min rae. Jenny berdiri dengan senyumnya melihat eli dan min rae sarapan.

“rumahnya cukup besar. Hai eli!!” ucap jenny memperhatikan meja makan. Eli langsung bangkit dan menghampiri jenny.

“seharusnya kau menunggu aku menyuruhmu masuk.” Celetuk min rae memakan kimchinya. “memalukan”

“kau betah tinggal disini eli? Sepertinya leih memalukan tinggal dengan lelaki tanpa hubungan apapun.” Sahut jenny lagi. Min rae menatap jenny sinis.

“sudahlah, kau datang terlalu pagi. Ayo kita pergi.” Ajak eli megambil jaket merahnya diatas sofa lalu pergi dengan jenny.

Min rae membanting sendoknya keatas meja memperhatikan eli yang pergi dari jendela dapur.

*

Rumah min rae terdengar sepi, jam didinding menunjukan pukul 8 malam. Minggu ini hampir terisi penuh dengan hujan. Termasuk malam ini, gerimis turun kembali membuat sekeliling rumah min rae menjadi sejuk. Min rae duduk dibalkon samping rumahnya. Disebelahnya ada segelas susu hangat. Sesekali ia memeluk lututnya sambil memperhatikan langit langit mendung.

Eli yang baru saja mandi, mencari min rae dan menemukannya sedang termenung. Handuk eli masih melingkar dilehernya ketika memperhatikan min rae. Eli melihat langit mendung lalu duduk disebelah min rae ikut memperhatikan langit.

“mendung.” Ucap eli pelan mengulurkan tangannya merasakan titik titik gerimis. Min rae sedikit kaget mendengar suara eli. “akhir akhir ini kau berubah, kenapa? Karena aku jarang dirumah?” tanya eli pelan. Min rae hanya diam tidak menjawabnya. “atau karena jenny?” tanya eli lagi.

Min rae menatap eli sekarang. “boleh aku berbicara sesuatu padamu?” tanya min rae menatap wajah eli.

“bicaralah.” Sahut eli cepat tersenyum menatap min rae. Min rae menundukan kepalanya.

“sebenarnya aku tidak suka kau pergi dengan jenny.” Ucap min rae pelan. “aku tidak suka kau dekat-dekat dengan jenny.” Min rae menatap eli lalu matanya berkaca kaca. “aku...aku menyukaimu eli! Dari awal aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Kenapa kau seakan tidak sadar akan kehadiranku? Bahkan seharusnya kau juga tahu aku yang menyatakan seluruh perasaanku waktu roh mongdalmu kembali mengganggu tubuhmu saat itu. Aku berusaha agar kau tidak merasakan sakit yang tidak aku rasakan itu. Aku sedih ketika aku melihat kau selalu dikendalikan mongdal setiap malam. Aku ingin kau menjadi pria biasa makanya aku menyatakan perasaanku saat itu. Tapi kau malah pergi dengan perempuan lain sekarang, hatiku sakit.” Cerita min rae panjang lebar sementara air matanya mengalir deras. Eli sedikit kikuk mendengar semua perkataan min rae. Ia menatap terus wajah min rae yang dipenuhi air mata.

Dengan lembut, eli meraih kepala min rae lalu memeluknya meletakan kedadanya. “kau jahat!! Aku benci kau eli, aku benci kau jika kau pergi dengan jenny.” Ucap min rae tangisannya semakin keras sementara tangannya memukul mukul dada eli.

“sudahlah..” ucap eli pelan menahan senyumnya sambil mengusap lembut rambut min rae. “aku mengetahui itu semua dari awal. Tapi jika kau ingin terus menangis, menangislah.”

“kau jahat....” gumam min rae menghentikan tangannya.

*

Malam sudah sangat larut, eli baru saja membenarkan selimut min rae yang tertidur lelap ditempat tidurnya. Eli memperhatikan wajah min rae yang terlelap. “lama lama kau semakin mirip dengan ibuku.” Gumam eli pelan.

*TBC*

my boy is a mongdal (part 5)

Eli membuka matanya pelan, ia memperhatikan sekelilingnya. Beberapa bercak darah tersisa dilantai. Ia memperhatikan tubuhnya yang terasa sangat berat. Ia melihat min rae yang pingsan didadanya.

“min rae-shi, kau tidak bekerja?” eli membangunkan min rae dengan nada pelan. Perlahan mata min rae terbuka, ia hendak mengangkat tubuhnya sendiri, namun sulit.

“eli-shi, bantu aku...bawa..aku kerumah sakit, aku tidak kuat....tubuhku...sakiiiiittt....” ucap min rae terbata-bata. Eli yang mendengar itu langsung terbangun dan mendapati tubuh min rae yang bersimbah darah.

“min rae, kau.. kau tidak apa-apa??” tanya eli yang wajahnya berubah menjadi ketakutan. Tidak ada jawaban dari min rae. Eli semakin bingung dan berusaha menyembuhkannya dnegan kekuatan mongdalnya, namun tidak berhasil sama sekali. Dengan cepat, eli menggendong min rae dan membawanya kerumah sakit.

*

“aku hampir membunuhnya.” Gumam eli menutupi wajahnya dengan suara menyesal. Pikirannya tidak bisa lepas dari min rae hingga dokter yang menangani min rae keluar dari kamar min rae.

“dia sudah stabil, apa dia diserang hewan buas? Beberapa luka menunjukan luka cakaran. Pundak dan punggungnya juga lebam. Tapi dengan beberapa hari perawatan dia sudah akan sembuh.” Penjelasan dokter membuat eli semakin merasa bersalah.

Eli masuk kedalam ruangan yg hangat, min rae masih terlelap. Eli duduk dikursi sebelah tempat tidur sambil memperhatikan tubuh min rae yang dibeberapa bagian diperban. Keningnya juga terlihat membiru. “aku jahat.” Gumam eli dalam hati.

*

Dua hari sudah min rae dirawat dirumah sakit, hari ini ia sudah diperbolehkan pulang oleh dokter. Dengan sangat ceria walau masih beberapa luka yang terlihat min rae bangkit mengambil pakaiannya didalam tas.

“kau tunggu disini, aku akan mengganti pakaianku.” Ucap min rae senang menyuruh eli tetap dikamar itu. Min rae masuk kekamar mandi diruangan itu dan mengganti pakaiannya. “mana jaketku. Ahh, aku lupa mengambilnya.” Ucap min rae setelah mengganti baju. Beberapa luka dilengannya masih terlihat walau sudah tidak semerah pertama kali ia datang.

“kau melihat jaketku?” tanya min rae kepada eli yang langsung menatapnya. Eli melihat semua luka dilengan min rae termasuk luka lebam dileher belakang min rae. Lagi-lagi rasa bersalah eli muncul. “ahh ini dia.” Ucap minrae memakai jaket biru lautnya.

“maafkan aku.” Eli berdiri dihadapan min rae dengan perasaan sangat bersalah.

“eli-shi, sudahlah. Semua sudah lewat. Aku sudah sembuh. Ayo, kita harus pulang sudah cukup malam.” Sahut min rae tersenyum mengambil tasnya dan mengajak eli pergi.

*

Setelah menunggu bis cukup lama, eli dan min rae akhirnya menemukan bis yang mereka tunggu. Tidak terlalu ramai, mereka duduk tepat ditengah bis tersebut.

“aku tidak bisa tidur ketika dirumah sakit.” Ucap min rae memperhatikan jalanan yang basah karena gerimis sore tadi.

“bohong! Jika aku kesana kau selalu terlelap.” Sahut eli cepat. min rae terlihat kaget.

“itu aku tidak tidur agar kau tidak terlalu merasa bersalah.” Jawab min rae sedikit kikuk.

“bolehkah aku sedikit bertanya padamu? Kekuatan mongdalku menghilang, apa kau....” ucapan eli berhenti ketika min rae meletakan kepalanya dipundaknya. Eli tersenyum melihat min rae yang terlelap dipundaknya. “bodoh” ucap eli mengambil tas yang dipegang min rae.

*

Setelah 3 hari tidak bekerja, min rae kembali ke tempat kerjanya. Banyak pertanyaan dari dongho tentang luka dikening dan dilengannya. Namun min rae hanya menjawab jika ia diserang mona karena tidak ia beri makan selama dua hari.

“alasan yang tidak bagus!” ucap dongho kesal meninggalkan min rae yang terlihat lebih senang dibanding biasannya.

*

Hujan turun lagi, sore ini min rae sedang duduk diruang tamu sambil menikmati segelas teh hijau hangat dan membaca sebuah majalah. Beberapa saat kemudian, eli datang dengan membawa sebuah kue kering dan segelas teh hangat lalu duduk dihadapan eli.

“hujan hari ini indah.” Ucap min rae senang menatap wajah eli.

“hmmm,” jawab eli mengangguk. “ada yang ingin aku tanyakan padamu.”

“apa?” jawab min rae mengguratkan senyumnya lagi.

“mengenai malam itu, sejak malam itu kekuatan mongdalku tidak bisa digunakan kembali. Apa ada yang kau katakan malam itu? Atau jangan-jangan.....” eli mulai menebak-nebak. Min rae menatapnya dengan tatapan aneh.

“ahh, tidak tidak, malam itu au tidak mengatakan apa-apa. Aku hanya mengatakan kalau kau itu harus segera sadar. Hahaha, jangan harap aku berkata yang tidak tidak.” Min rae mengelak sementara wajahnya memerah.

“tapi kenapa roh mongdalku sudah tidak berfungsi, bahkan tidak ada darah dan rasa sakit seperti biasanya.” Gumam eli semakin bingung.

“itu yang kubilang bahwa bukan hanya dua cara itu yang bisa menyembuhkanmu.” Sahut min rae sangat senang. Walaupun sejujurnya ia ingin sekali memberitahu eli.

*

Sore ini, min rae mengajak eli berjalan-jalan menikmati matahari senja. Mereka hanya berjalan kaki mengelilingi komplek perumahan min rae lalu berhenti disebuah jembatan yang dibawahnya adalah sebuah sungai yang jernih. Jembatan itu cukup tinggi sehingga memuat mereka bisa melihat ketempat yang lain.

“kenapa kau menyuruhku untuk berhenti disini?” tanya eli bingung memperhatikan sekelilingnya.

“lihat disana.” Ucap min rae menunjuk sebuah taman kecil dipinggiran sungai. “aku suka tempat itu. Banyak anak anak yang sangat senang bermain disana. Dan terkadang ada beberapa tindakan lucu dari anak kecil itu. Terjatuh, menangis, tertawa bermain air. Semuanya penuh dengan kejujuran. Karena dari sini aku bisa melihat itu dengan jelas.” Cerita min rae panjang lebar dengan wajah sumringah.

“dan disana.” Ucap min rae menunjuk arah yang berlawanan dan leih jauh dari taman itu. Eli ikut memperhatikan. “kau lihat beberapa nenek itu? Tak jauh dari tempat itu ada panti jompo. Disana penuh keceriaan dan indah jika dilihat dari sini. Setiap sebulan sekali aku kesana mengirimkan makanan untuk mereka.” Cerita min rae lagi yang sekarang menatap wajah eli.

“kau mengirim makanan?” tanya eli bingung. Min rae mengangguk penuh semangat. “kau membuatnya sendiri? Lalu kemana ayah dan ibumu? Apa tinggal diluar negeri? Kau bekerja kan? Kenapa tidak kuliah?”

“pertanyaanmu sangat banyak! Hahaha, ayah dan ibuku sudah meninggal ketika aku lulus sma. Karena itu lah aku tidak melanjutkan kuliah. Aku bekerja untuk membiayai hidupku, tidak dapat dibayangkan jika aku kuliah nanti siapa yang akan membiayaiku. Makanya aku bekerja.” Jelas min rae panjang lebar.

“sudah lama kau tinggal sendiri? Kau tidak bosan?” tanya eli lagi memperhatikan bayangan senja di atas air.

“hmm, kan ada mona.” Jawab min rae merangkul lengan eli dan meletakan kepalanya dipundak eli. “rasanya hangat.” Gumam min rae dalam hati. Sementara eli hanya tersenyum memperhatikan taman yang mulai sepi ditinggal beberapa anak-anak.

“eli!!” suara seorang wanita membuat min rae melepaskan rangkulan tangannya. Min rae memperhatikan perempuan cantik yang berdiri dihadapannya.

“ahh, kau datang.” Ucap eli tersenyum kepada perempuan itu. Sepertinya mereka sudah saling kenal.

“nuga?” tanya min rae bingung.

“namaku jenny. Kau?” ucap perempuan itu tersenyum.

“min rae.” Sahut min rae cepat.

“kita bisa pergi sekarang, kau pulang lebih dulu saja, aku akan pulang terlambat malam ini.” Ucap eli pergi bersama jenny. Hati min rae sedikit terguncang.

“siapa perempuan itu? Bertemu dimana dia dengan eli?? Ahh, tempat ini jadi tidak indah!” gumam min rae kesal melempari batu kearah sungai.

*TBC*