Pagi ini cukup cerah, musim panas sudah berlangsung lebih dari satu bulan. Setelah eli pergi kekantor, min rae pergi kesebuah tempat kecil disudut kota seoul. Tempat itu sangat tidak terawat, penuh dengan beberapa benda benda yang bersifat horor.
Setelah mengetuk pintu kayu ditempat itu, seorang lelaki beruban membuka pintu. Tatapannya sinis ketika min rae menundukan tubuhnya. Lelaki itu masuk kembali kedalam tanpa bicara. Min rae pun mengikutinya.
“ada apa? Sudah bahagia menikahd engan kyoung jae??” tanya lelaki itu dengan suara tinggi.
“kakek, aku tahu kau yg meletakan roh itu kedalam tubuh kyoung jae, dan kau yang bilang jika menikah roh itu akan pergi. Tapi kenapa sampai sekarang....”
“roh itu belum pergi? Ini musim panas, bersyukurlah karena hujan dan petir jarang untuk datang. Kepastian terakhir itu akan datang ketika hujan dan petir malam hari.” Jelas lelaki yang tidak lain adalah kakek eli.
“tapi, kau yang meletakan roh itu apakah kau tidak bisa melepaskannya?” tanya min rae dengan tatapan kosong.
“itu sebuah konsekuensi untuk eli dan untukmu.” Jawab kakek eli dengan nada santai. Min rae menatapnya dingin.
“aku akan menjaga eli sampai saat itu datang.” Ucap min rae pelan pergi meninggalkan kakek itu.
“kau sudah memikirkan jika hal paling buruk terjadi?” pertanyaan kakek eli membuat langkah min rae terhenti.
“be..belum.” jawab min rae pelan.
“jika belum, kenapa kau menikahinya? Bodoh.” Sahut kakek eli disertai tawa kecil. Sementara min rae meninggalkan tempat itu.
*
Min rae tidak langsung pulang dari rumah kakek eli. Ia berjalan pelan melintasi jalan-jalan raya dikota seoul. Pikirannya dihantui tentang ucapan terakhir dari kakek eli. Dari awal sebenarnya min rae sudah memikirkannya dengan matang, tapi situasi terburuk selalu membuat hatinya merasakan kesedihan.
“kau dimana? Aku sudah dirumah kau malah pergi. Pulang.” Suara eli terdengar jelas diujung telepon ketika min rae baru saja mengangkatnya.
“ne, aku akan segera pulang.” Sahut min rae pelan menutup ponselnya.
*
“kau tidak makan?” tanya eli disela makan malam bersama min rae dan ayahnya. Min rae hanya menggeleng tersenyum. “nanti kau lapar.”
“perutku sedang tidak enak.” Jawab min rae tersenyum.
“waahh, harus periksa kedokter. Mungkin saja kau hamil.” Sahut ayah eli sumringah.
“ahh, appa kau bisa saja.” Ucap min rae sedikit salah tingkah.
“kenapa? Aku sudah lama menginginkan cucu dari anak lelakiku.”
*
Awal bulan datang lagi, hari semakin panas sementara eli semakin rajin bekerja. Setelah pulang, eli masuk kedalam kamar dan menemukan min rae sedang berada dikamar mandi.
“kau mandi malam-malam seperti ini?” tanya eli membuka dasinya. Min rae membuka pintunya sambil mengelap bibirnya yang basah.
“ahh, tidak aku tidak mandi. Hanya perutku terasa aneh saja.” Jawab min rae tersenyum.
“kita kedokter saja, bagaimana?” ajak eli cepat.
“kau baru saja pulang, kau pasti lelah. Kapan kapan saja kedokternya.” Sahut min rae menyembunyikan sesuatu di belakang tubuhnya. Eli memperhatikan min rae lalu masuk kedalam kamar mandi.
“aku akan membuatkan teh hangat.” Teriak min rae antusias.
*
Keesokan harinya adalah hari libur. Sepanjang hari, eli dirumah menemani istrinya yang sedang merawat mona.
“sepertinya akan turun hujan, gelap sekali.” Gumam eli memperhatikan langit lewat jendela.
“ayah kemana?” tanya min rae mengusap lembut tubuh mona.
“dia ada rapat,, jadi pulang telat hari ini.” Jawab eli cepat. eli memegangi dadanya yang terasa sakit lagi. Ia berniat untuk mengatakan pada min rae namun ia urungkan niatnya.
*
Malam telah datang, min rae terlelap ditempat tidurnya namun terbangun ketika mendengar suara petir yang sangat besar. Ia memperhatikan disebelahnya namun eli tidak ada disana. “kemana eli?” gumamnya pelan ketika ia tersadar akan ucapan kakek eli.
Min rae turun dari tempat tidurnya menuju ruang tamu mencari eli. Suara petir bersahutan ditengah hujan yang sangat deras. Hingga min rae menemukan eli disebuah perpustakaan kecil disudut rumah itu.
“eli-shi, kau sedang apa?” tanya min rae menghampiri eli yang sedang menghadap ketumpukan buku. Min rae tersentak ketika melihat eli terjatuh. Ia langsung menghampiri eli hampir berteriak.
Eli terbaring dengan darah mengucur dari hidungnya. Tangan eli masih memegangi dadanya yang rasa sakitnya malam ini benar benar berbeda. “eli-shi, kau kenapa? Sadarlahh. Ayaaahhhhh!!!” teriak min rae dengan air mata mengucur deras kepipinya.
“min rae.... aku sudah tidak kuat lagi... maaf..kan aku.” Ucapan eli terbata bata.
“apa yg kau katakan. Ayaaahhh, cepatlah datang.” Teriak min rae lagi makin terisak.
“sepertinya kesempatan hidupku juga sudah menipis.... tolong, jaga eli dengan baik, demi aku.....” eli mengucapkan kata kata terakhir tepat ketika ayahnya datang keruangan itu.
“ELI----.....” teriakan terakhir min rae malam itu. Malam itu benar benar terlihat sangat suram ketika min rae terisak memeluk suaminya.
*
Gerimis datang ketika pesta pemakaman sudah berakhir. Beberapa pelayat dengan perlahan meninggalkan makam eli. Min rae masih berdiri diam memegangi perutnya didepan batu nisan.
“KYOUNG JAE-SHI, kenapa kau bisa tahu kalau aku hami? Hm, padahal aku akan memberitahu hal itu saat hari ulangtahunmu tiba. Yaa, hari ini. Kenapa kau meninggalkanku sangat cepat? aku pasti akan merindukan saat kau mengataiku bodoh. Tapi tidak apa-apa, aku kan masih punya eli. Aku akan menjaganya.”
*
7 TAHUN KEMUDIAN
“eomma, appa itu orang yang seperti apa? Aku hanya tahu kalau dia seperti ini. Kau mau menjelaskannya padaku?” tanya seorang anak kecil sambil membawa sebuah foto kepada min rae yang sedang duduk disofa ruang tengah rumahnya sambil membaca majalah.
“sini sayang, duduk dengan eomma.” Pinta min rae tersenyum. “appamu sangat mirip denganmu, bibirnya, matanya, hidungnya, semuanya mirip denganmu. Bahkan sifatnya juga mirip denganmu. Ketika appamu masih ada, eomma sering dikatainya bodoh, hehhe, tapi itu yang membuat eomma merindukannya.” Cerita min rae hampir menangis.
“apa kah appa menyayangiku eomma?” tanya anak itu lagi.
“pasti, bahkan namanya pun sama denganmu. Dia akan selalu menyayangimu, eli.” Jawab min rae mengusap lembut rambut anaknya itu.
“ELI~~” suara lelaki membuat eli langsung berlari menghampirinya.
“kakek,” teriak eli naik kepelukan kakeknya. “kapan kita akan pergi ketaman bermain lagi kek?”
“haha, cucu kakek sudah besar rupanya, bagaimana jika nanti siang. Ajak juga ibumu.” Jawab ayah kyoung jae sambil menggendong eli dengan sumringah.
“aku yakin kau pasti melihatnya dari sana, semuanya baik baik saja, sampai kapanpun aku akan menjaga eli dengan baik.”
*END*