Laman

July 4, 2011

Aku lebih baik dibanding badan pemerhati cuaca (oneshoot)

Moon tae soo baru saja masuk kedalam rumahnya tepat pukul 11 malam. Lampu ruang tamu masih terlihat menyala, ia menyadari bahwa masih ada yang membuka mata didalam rumah itu. Ia terus berjalan menuju kamarnya walau ia sadar ada yang memperhatikannya.

“yaa~~ darimana saja kau?? Pulang malam. Pasti alasanmu adalah mencari objek untuk makanan kameramu itu?” telunjuk ibu tae soo kearah kamera yang dibawa oleh tae soo. Memang dari awal tae soo menekuni dunia pemotretan, ibunya tidak menyukainya dan sangat tidak mengijinkannya menekuni dunia itu.

Tae soo menghentikan langkahnya sebentar lalu menatap ibunya sinis. Memang, sejak ibunya menentang hobi dan pekerjaannya sekarang, hubungannya dnegan ibunya sangat tidak harmonis. Mereka jarang membicarakan sesuatu atau pergi bersama. Tae soo juga sudah sangat bosan mendengar celotehan ibunya tersebut. “mwo? Mau memarahiku lagi?” tanya tae soo dingin.

“ohh, jadi kau sudah berani melawan eomma?? Belajar dari mana kau?” ibunya berbalik bertanya dengan kedua tangannya diletakan di pinggang. Tae soo menganggap itu adalah hal yang biasa dari ibunya.

“sudahlah, aku malas berdebat denganmu.” Tae soo meninggalkan ibunya kedalam kamarnya.

“yaa~ kau lupa. Aku ini ibumu, beraninya kau seperti itu. Seharusnya kau tidak usah pulang.” Ucapan ibunya masih bisa didengar tae soo walau ia sudah mengunci kamarnya.

Tae soo meletakan pelan kameranya diatas meja kecil disebelah tempat tidurnya. Hari ini memang cukup lelah untuknya, bukan karena memotret tapi ia harus memilih hasil jepretannya itu dan mencetaknya diatas kartu pos dan pergi menjualnya dan sisanya ia berikan ke sebuah pameran foto.

Tae soo membaringkan tubuhnya lalu memejamkan matanya sebentar berusaha untuk menjernihkan semua pikirannya.

*

Pagi ini, tae soo duduk didepan sebuah danau dengan kamera dipangkuannya. Ia terlihat sangat malas untuk memotret sehingga ia hanya memperhatikan sekelilingnya ditengah musim semi yang hangat ini.

“sedang tidak bergairah untuk memotret sepertinya.” Suara seorang lelaki membuatnya sedikit kaget. Lelaki itu tersenyum lalu duduk disebelahnya. Tae soo kembali memperhatikan danau tersebut.

“yaa, aku memikirkan ibuku. Sepertinya aku harus berhenti memotret saja. Aku sudah bosan bertengkar terus dengannya. Semalam saja dia menyuruhku untuk tidak pulang, bagaimana dengan hari ini atau besok? Dia bisa mengusirku dari rumah jika kau terus bertahan.” Jawab tae soo memperhatikan kameranya.

“apa yang kau tahu dengan hari esok?” tanya lelaki itu memperhatikan langit yang cerah hari ini. Tae soo menatapnya bingung.

“apa maksudmu?”

“hari ini musim semi, apa yang kau tahu tentang besok? Apakah akan turun hujan atau tidak. Jika turun hujan apakah disiang atau dimalam hari. Kau tahu itu?” tanya lelaki itu lagi. Tae soo diam lalu menggelengkan pelan kepalanya. “jika kau tidak tahu, kenapa kau kenapa kau so’ tau tentang hari esok.” Lelaki itu memukul kening tae soo.

“awww, kiseop-shi, apa yang kau lakukan?” tae soo mengusap keningnya.

“makanya jika belum tahu keadaan besok, jangan so’ tau.”

“tapi eomma sudah membenci kegiatanku yang seperti ini.”

“badan yang mengurusi cuaca saja terkadang salah mengirakan datangnya hujan. Jadi saranku, teruskan saja. Kau sudah dapat banyak uang dari memotret aku yakin lama-lama ibumu akan luluh.” Ucap kiseop tersenyum memandang danau.

“hhhh, aku bingung. Memang sulit jika aku menyudahinya. Tapi aku juga yakin untuk meneruskannya. Hmmm, apakah malam ini akan turun hujan?? Sepertinya aku ingin sebuah suasana yang sedikit lebih lembab.” Ucap tae soo mengalihkan pembicaraannya.

“tunggu saja.” Jawab kiseop santai.

“ada apa denganmu? Tidak seperti biasanya.” Tanya tae soo yang wajahnya kembali cerah.

“tidak apa-apa, memangnya ada yang berbeda?” kiseop menatap tae soo bingung.

“jangan menatapku seperti itu! Lebih baik kita pergi saja dari sini, perutku lapar.” Tae soo meninggalkan kiseop yang tersenyum memperhatikannya.

*

Malam ini benar benar turun hujan, tae soo memperhatikan butiran air dari jendela kamarnya. “aku tahu akan hujan malam ini.” Ucapnya sambil mengingat perkataan kiseop tadi pagi.

Kiseop adalah seorang teman dan juga kakak bagi tae soo. Sudah cukup lama ia mengenal kiseop dan sudah sangat nyaman bercerita denganya. Bagi tae soo, kiseop adalah pendengar dan pemecah masalah yang baik dan sangat ia butuhkan.

“ini, tadi tukang pos mengirimnya dan ibu sempat membukanya.” Ibu tae soo memberikan sebuah amplop coklat kepada tae soo. Tae soo langsung membaca surat tersebut dan senyumannya langsung merekah. “yaa, ibu sedikit bangga akan dirimu.” Ucap ibu keluar dari kamar tae soo.

*

Siang ini, tae soo sudah bersiap untuk pergi kesebuah museum foto untuk melihat hasil jepretannya yang masuk kedalam sebuah pameran disana.

“mau kemana? Secepat ini kah??” tanya ibu tae soo dari arah dapur memperhatikan anaknya yang sudah rapi.

“aihh, seharusnya kau sudah tahu dari semalam jika kau sudah membuka suratnya.” Jawab tae soo kesal.

“kau yakin mau pergi ketika ada orang yang menunggumu dari tadi?” tanya ibu lagi melirik kearah ruang tamu. Ada kiseop disana.

“kiseop-shi, kenapa kau datang? Tumben sekali.” Teriak tae soo sumringah.

“pasti kau senang semalam hujan.” Sahut kiseop tersenyum menatap tae soo yang terlihat sumringah.

*

“ahh, senang bisa ke pameran ditemani dirimu. Biasanya aku pergi sendiri jika kepameran.” Ucap tae soo membuka pembicaraan. “oh iya, tunggu sebentar.” Tae soo mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. Kiseop memperhatikannya dengan sangat serius. “ini, aku baru sadar ternyata aku sering memotret dirimu, kau banci kamera juga ternyata. Kau boleh ambil itu dan menyimpannya tapi niatku aku ingin memasangnya dipameran sedikit dari itu. Kau memperbolehkanya?”

“ehmm, aku mau yang ini saja.” Ucap kiseop mengambil foto dirinya bersama tae soo. Foto yang diambil pada malam tahun baru itu terlihat bagus. “lalu yang lain kau simpan saja, terserah kau mau apakan jika kau ingin membakarnya, bakar saja.” Kiseop memberikan semua fotonya lagi kepada tae soo. Tae soo bingung namun terus berjalan memasuki musium itu.

Selang satu jam, kiseop mengajak tae soo untuk membicarakan sesuatu. Mereka menuju sebuah taman tepat dibelakang musium tersebut. Tidak terlalu ramai namun terlihat hangat dengan beberapa bunga yang bermekaran dan pohon yang daunnya rindang menghijau.

“ada apa?kau terlihat aneh akhir akhir ini.” Tanya tae soo duduk disebelah kiseop.

“apa aku benar benar berubah?” kiseop berbalik bertanya.

“hmm, kau berbeda dari biasanya, biasanya kau banyak bicara dan selalu menelponku. Kau tidak menelponku semalam dan kau lebih banyak diam.” Jawab tae soo sambil sedikit berpikir.

“aku akan menikah.” Ucap kiseop pelan matanya tak sanggup menatap tae soo yang sepertinya kaget mendengar perkataan itu.

“whoa~ bagus itu, tapi kenapa selama ini kau tidak mengenali kekasihmu? Dan kau juga tidak pernah bercerita tentang itu.” Sahut tae soo sumringah. Kiseop menatapnya sinis. Tae soo yang tadinya senang merubah wajahnya pelan. “mian..”

“aku menerima perjodohan ini, karena ayahku sakit keras. Aku tidak tahu harus bertindak apa lagi. Bagiku ingin saja rasanya pergi meninggalkan dunia ini.”

“kiseop-shi, kau seharusnya tidak bicara seperti itu.” Ucap tae soo menyenggol pelan pinggang kiseop.

“kau tidak tahu perasaanku, aku menyukai wanita lain dan sekarang wanita itu ada disebelahku.” Pernyataan itu membuat tae soo menatap kiseop bingung. Wajahnya yang tadi merekah menjadi aneh. Ia terlihat seperti habis mendengar sebuah sambaran dihatinya.

“ti... tidak mungkin.” Tae soo menggelengkan kepalanya.

“kau tidak percaya padaku. Aku mencintaimu dari awal kau mengenalku. Aku tidak ingin mengatakannya karena aku menunggu waktu yang pas untukmu dan aku. Tapi semuanya sudah berakhir dan akhirnya pun seperti ini.”

“tapi kenapa kau baru mengatakannya sekarang kalau kau menyukaiku. Kenapa kau tidak mengatakannya dari dulu?” emosi tae soo mulai tidak terkendali.

“jika aku memberitahumu dari awal, kau pasti akan menjauhiku. Sudahlah.” Kiseop pergi meninggalkan tae soo yang masih duduk dikursi itu. Wajahnya mengguratkan kebingungan yang sangat besar.

*

Malam ini cukup hangat, tae soo terbaring dikamarnya sambil memperhatikan foto foto kiseop ditangannya satu per satu. Tidak pernah hadir sama sekali dipikirannya jika kiseop menyukainya. Malam ini, ia mulai menngingatnya, yaa~ hari pertama ketika mereka bertemu disebuah musim gugur yang sangat indah. Ketika kiseop pertama kali mengajaknya pergi kesebuah taman bermain walau hanya berjalan-jalan dan mencari sebuah objek untuk kameranya. Ketika tae soo bertengkar hebat dengan ibunya, dia masih mengingatnya ketika ia terlelap dirumah kiseop karena ia tidak berani untuk pulang. Semuanya terngiang kembali di kepala tae soo, namun hilang ketika ibunya masuk kedalam kamarnya.

“eomma, seharusnya kau mengetuk dulu.” Ucap tae soo membuat foto yang ia pegang berhamburan.

“ini, undangan untukmu, semuda itu mau menikah?? Aneh anak itu.” Ibu tae soo bergumam sendiri sambil memberikans ebuah undangan hitam kepada tae soo. Tae soo hanya diam lalu membacanya.

“secepat inikah?” gumam tae soo pelan.

“mungkin sudah jodoh, cepat kau cari pakaian yang pantas untuk datang ke pesta temanmu itu. Jangan menggunakan pakaian seperti biasa kau pakai.” Ibunya keluar kamar dan menutup kembali pintunya.

“apa aku tidak usah datang saja yaa.” Gumam tae soo lagi. Pikirannya kembali memikirkan kiseop. Biar bagaimana pun ia tidak mungkin menghancurkan pernikahan sahabatnya itu jika ia datang keacaranya lusa. “eommmaa~” tae soo keluar dari kamarnya. “bisakah aku kepulau jeju besok? Aku butuh 3 hari disana, ada tugas memotretku.”

“michoseo?? Sahabatmu menikah lusa, dan kau lebih mementingkan memotretmu itu. Tidak, eomma tidak mengijinkan.”

“eomma, jebal!! Tidak bisa ditunda untuk ini.” Tae soo terus memohon pada ibunya. Walaupun di hatinya memang sedikit berat untuk berbohong.

“tidak, kau harus datang dengan eomma lusa. Titik.” Ibu tae soo masuk kedalam kamarnya meninggalkan dirinya.

*

Hari pernikahan itu tiba, dari pagi hingga siang ini hujan masih saja turun. Dengan langkah malas, tae soo memasuki mobil yang dikendarai ibunya. Sepanjang jalan, tae soo hanya memperhatikan titik-titik air yang berada di kaca mobilnya.

“kau kenapa? Sakit?” tanya ibunya ketika mobilnya berhenti karena lampu merah. “atau karena tak aku beru untuk berangkat ke pulau jeju?”

“hmmm, sedang tidak mood saja hari ini.” Jawab tae soo malas.

“yaa~ ini pernikahan sahabatmu, seharusnya kau senang.” Ucap ibu tae soo mengendarai mobilnya lagi. Tae soo tidak menggubris perkataan ibunya itu.

*

Di gedung pernikahan terlihat sangat ramai, awalnya tae soo tidak mau masuk kedalam, namun ibunya memaksanya dan membuatnya untuk melangkahkan kakinya ke pesta itu.

Didalam, ibu tae soo langsung menghampiri kedua orang tua kiseop. Tae soo hanya diam memperhatikan sekelilingnya, acara memang belum dimulai namun sudah nampak sangat ramai. Tae soo sedikit memperhatikan mempelai perempuan yang berdiri diantara kedua orang tuanya. Cantik, dengan balutan gaun putih yang menyapu tanah. Tapi, batang hidung kiseop tidak terlihat sama sekali.

“tae soo-ahh, sedang apa kau disitu, cepat kemari.” Ibu tae soo memanggilnya. Seketika tae soo menghampirinya dan memberi salam kepada kedua orang tua kiseop. Pas sekali ketika kiseop baru saja menghampiri kedua orang tuanya. Wajah tae soo terlihat gugup ketika menatap kiseop yang tampan dengan jas putihnya *anjeer envy gw*. Mata tae soo bertemu dengan tatapan kiseop namun berakhir ketika ibunya menyalami kiseop.

“chukahamnida.” Ucap tae soo pelan sambil menunduk. Kiseop tidak membalasnya sama sekali. Ia hanya mengguratkan senyumnya lalu berjalan masuk kedalam ruangan pernikahannya. Sebelumnya, ia menghampiri si wanitanya dan menggandengnya. Rasanya sedikit aneh siang ini untuk tae soo. Ahh, tidak mungkin tidak ada perasaan sama sekali didirinya untuk kiseop.

*

Pernikahan itu sudah selesai tidak ada kata kata lagi yang diucapkan kiseop untuk tae soo. Dia langsung pergi kesuatu tempat dengan istrinya sekarang. Tae soo menerimanya dengan lapang dada, yaa, minimal kiseop mau menerima perempuan itu sebagai istrinya.

Tae soo masuk kedalam mobil bersama ibunya. Hujan sudah sedikit lebih reda dibanding waktu berangkat tadi. Ponsel tae soo berdering sebentar ketika ibunya baru menjalankan mobil keluar dari gedung itu. ‘terimakasih kau sudah datang. Namun akan lebih baik kau tidak datang –kiseop-‘ pesan singkat itu muncul dilayar ponsel tae soo.

“eomma, bisa berhenti disini. Tiba tiba aku ada urusan mendadak.” Tae soo mengambil blazer putihnya di kursi belakang beserta tasnya. Ibunya bingung menatap anaknya yang bertingkah aneh lalu memberhentikan mobilnya. “sampai jumpa eomma.”

*

“rasanya indah, tapi lebih indah jika kau masih menganggapku sebagai teman atau adikmu.” Ucap tae soo pelan disebuah tempat dipulau jeju. Tempat yang indah dengan langsung menghadap kesebuah kebun bunga tulip yang bermekaran kuning disana. Angin juga berhembus kencang apalagi ketika beberapa mobil lelewati mereka.

“hmmm, rasanya sulit untuk itu. Tapi aku akan berusaha.” Jawab kiseop pelan.

“berusahalah kiseop-shii, kau bisa. Fighting!!!” ucap tae soo tersenyum.

“hhh, hanya untuk menemuiku kau jauh jauh menghampiriku kemari. Tahu dari mana kau aku disini?” tanya kiseop menahan tawanya.

“aku lebih bisa memastikan sesuatu dibanding badan cuaca yang terkadang salah dalam menentukan hujan.” Jawab tae soo senang.

“hmm, dasar kau.” Kiseop menepuk kening tae soo. Tae soo terlihat senang karena kiseop kembali kesifatnya semula. Tae soo juga tidak lupa mengabadikan dirinya dan kiseop ketika mereka berada di pulau jeju. Indah.

*end*

No comments:

Post a Comment