Laman

July 16, 2011

my boy is a mongdal (part 7)

Siang ini, cuaca cukup mendung. Min rae baru saja keluar dari kamarnya setelah dari semalam ia tidak keluar kamarnya sama sekali. Min rae keluar dengan pakaian yang sangat rapi dengan tas abu abu kecil menggantung dipundaknya.

“kau mau kemana?” tanya eli tepat keluar dari kamarnya. Min rae sedikit kaget namun melanjutkan jalannya.

“aku ingin kerumah teman, mungkin sedikit malam aku akan pulang.” Jawab min rae datar tanpa menatap wajah eli.

“mau aku antar?” tanya eli lagi.

“tidak usah, terimakasih.” Sahut min rae menutup pintu rumahnya. Eli menatapnya dnegan tatapan bingung lalu duduk diruang makan sambil memakan buah apel diatas meja.

“bodoh, kelakuannya benar benar mirip ibu dulu. Tidak bisa menyimpan perasaannya. Bertindak seakan tidak ada masalah, menangis jika sudah tidak bisa menyimpannya. Usahanya juga sama seperti ibu, bahkan cara bicaranya jika sedang marah pun sama.” Gumam eli sendirian mengamati seisi dapur.

*

“baiklah, aku pulang dulu. Sampai jumpa. Terimakasih.” Ucap min rae tersenyum senang sambil membawa bungkusan keluar dari rumah temannya itu. Hari sudah gelap, min rae berjalan sendiri melewati gang kecil yang ternyata rumah temannya hanya berbeda gang dengan rumah miliknya. Selama perjalanan pikiran min rae hanya tertuju pada eli. Hingga ia sampai didepan rumahnya dan menemukan sepasang heels kuning didepan pintu. “perempuan itu datang lagi.” Gumam min rae kesal membuka pintu.

“jadi selama ini kau tidak menyukaiku? Aku mengharapkanmu eli.” Suara jenny terdengar jelas ditelinga min rae. Min rae menatap keruang tamu dan melihat jenny menangis.

“maaf, selama ini sebenarnya aku menyukai perempuan lain. Aku mendekatimu semata mata hanya ingin mempunyai teman dekat saja dan aku tidak tahu ternyata kau mengharap lebih dariku.” Suara eli juga terdengar oleh min rae.

“apa yang kurang dariku? Aku kaya, aku cantik, tapi kenapa kau tidak menyukaiku.”

“pergilah, aku menyukai orang lain.” Ucap eli pelan membuat jenny mengambil tasnya lalu keluar dengan air mata bercucuran dan sedikit menyenggol pundak min rae. Eli menatap min rae yang daritadi berdiri didepan ruang tamu. Tanpa basa basi min rae masuk seakan tidak melihat eli.

“kau bawa apa?” tanya eli mengamati bungkusan yang dibawa min rae.

“ini, obat untukmu. Waktu itu kau mengeluh dadamu sakit kan. Minumlah ini dari ibu temanku, dia tukang obat didekat sini.” Ucap min rae meletakan bungkusan itu diatas sofa ruang tengah. “kau menyakiti perasaan perempuan, kau tidak merasakan bagaimana sakitnya hati jenny tadi.” Min rae masih berdiri tanpa menghadap eli sama sekali.

Eli diam sejenak lalu berjalan menghampiri min rae dan memeluk punggung min rae hangat. “gomawo.” Ucap eli pelan meletakan dagunya diatas kepala min rae. Min rae diam sejenak lalu melepaskan lengan eli.

“aku lelah.” Ucap min rae pelan menuju kamarnya.

*

Sudah 2 hari ini, min rae jarang sekali dirumah. Jika tidak pergi dengan dongho, ia pergi ke perpustakaan didekat rumahnya. Ia melakukan itu semata mata hanya untuk menghilangkan perasaannya terhadap eli. Walau itu menurutnya tidak dapat ia lakukan, ia berusaha semaksimal mungkin.

Malam ini cukup hangat, min rae sedang membaca buku diruang tengah yang sepi. Sementara mona tertidur disebelahnya min rae dengan tenangnya.

Sesaat kemudian, eli keluar dari kamarnya yang terletak disebelah ruang tengah. Min rae menatapnya sebentar lalu fokus kembali kebuku yg ia baca.

“dadaku sakit lagi.” Ucap eli berjalan menghampiri min rae sambil memegangi dadanya. Tidak ada tanggapan dari min rae sama sekali. Eli duduk diatas sofa memperhatikan mona yang tertidur. Min rae meliriknya sebentar lalu bertanya, “kau sudah meminum obatmu?” eli mengangguk pelan. “kapan?” tanya min rae lagi.

“tadi siang.” Jawab eli singkat. Min rae menghela napas panjang meletakan bukunya diatas karpet lalu berjalan menuju dapur. Eli memperhatikan gerak gerik min rae didapur hingga kmebali keruang tengah dengan membawa sebaskom air hangat beserta handuk kecil dan segelas air putih.

“minumlah obatmu dulu.” Min rae memberikan segelas air putih dan obat yang ada di meja kecil samping sofa itu. Tanpa bicara eli meminum obat yang diberikan min rae itu. “bukalah kaosmu, akan aku kompres dengan ini agar sakitnya hilang.” Suruh min rae dengan nada sedikit kesal. Eli langsung membuka kaosnya dan lukanya terlihat jelas. Dengan pelan min rae mengelap dan mengompres dada eli. Eli memperhatikan gerakan tangan min rae dan sesekali ia memperhatikan wajah min rae yang terlihat sangat berbeda dari biasanya. Terkadang tatapan mereka saling bertemu namun dengan cepat, min rae kembali fokus dengan kegiatannya.

“sudah. Pakai lagi kaosmu, malam ini cukup hangat tapi sepertinya akan hujan.” Min rae memeras handuk kecil itu diatas baskom tanpa menatap ke arah eli sama sekali. Eli diam lalu meraih kepala min rae dan dengan cepat ia mencium bibir min rae. Min rae sedikit kaget melihat itu. Dengan cepat, ia melepaskan bibirnya dari bibir eli. Min rae terlihat salah tingkah saat itu. Namun dengan cepat ia pergi kedapur membawa baskom.

“aku mengantuk.” Ucapnya pelan sedikit berlari menuju kamarnya.

*TBC*

No comments:

Post a Comment