Laman

December 9, 2011

[FF] 비가... (oneshoot)

Aku, memang tidak seberuntung perempuan lain yang bisa merasakan senandung angin diakhir musim semi. Aku hanya bisa memperhatikan tarian dedaunan dari atas tempat tidur disalah satu ruangan di sebuah rumah sakit. Sudah hampir 10 hari aku menunggu kepergian hidupku diruangan ini. Hanya sendiri entah ditemani sepi dan sebuah tempat tidur yang kosong disebelahku. Dari dulu, sejak aku keluar masuk rumah sakit, tempat tidur disebelahku selalu saja kosong.

“selamat pagi bi ka...” seorang perempuan tersenyum masuk kedalam kamarku sambil membawa buah buahan. Dia istri kakakku. Sangat cantik, aku berpikir kakakku adalah seorang pemilih yang baik. “hari ini aku yang menemanimu, ayah dan ibumu akan datang nanti sore, tapi satu jam lagi aku harus pergi kuliah jadi aku harus meninggalkanmu sendirian, kau tidak apa-apa kan?” aku hanya tersenyum mengiyakan ucapannya karena aku sudah terbiasa sendiri dan menahan semua penderitaan ini sendiri.

“ahhh, untuk apa aku dirawat? Aku sudah sembuh, lihat ini aku sudah bisa menggerakan kakiku aku bahkan bisa melompat setinggi tingginya....” seorang lelaki yang dituntun oleh dua orang suster berteriak aneh sambil menendang nendangkan kakinya. Aku memperhatikannya masuk kedalam ruanganku hingga seorang suster meletakan cairan infus disebelah tempat tidur yang kosong.

“kau disini sampai dokter menyatakan kau benar benar sudah sembuh.” Seorang suster keluar dari ruangan sambil membawa beberapa catatan.

“ahhh, suster macam apa dia, aku kan sudah sembuh.” Gumam lelaki itu sendirian. Istri kakakku menyuapi beberapa apel yang baru saja ia kupas kepadaku. Lelaki itu memperhatikanku yang sedang memperhatikannya. “aku boleh minta airmu? Aku haus. Ahh rumah sakit macam apa ini, mereka ingin aku dirawat disini tapi tidak ada makanan sama sekali dimejaku.” Lelaki itu mengambil segelas air yang ada dimejaku lalu meminumnya. Dia terlihat sangat sehat dan semakin tidak jelas tingkah lakunya ketika ia memasang headsetnya dan bernyanyi pelan.

“aku harus pergi sekarang, kau habiskan ini dan jangan lupa minum obatnya.” Perempuan cantik itu meninggalkanku dengan menyisakan piring yang berisi tiga potong apel. Lelaki itu memperhatikan istri kakakku itu pergi. Aku meletakan piring itu diatas meja disebelahku. Lelaki itu kembali memperhatikanku.

“kenapa tidak kau habiskan?” tanya lelaki itu dengan wajah aneh. Aku hanya membalasnya dengan senyum lalu berbaring menutup seluruh tubuhku dengan selimut.

*

Malam telah datang, aku pikir aku sudah tidak bisa melewati malam yang indah diakhir musim semi ini. Rasanya hangat tidak seperti biasanya. Mungkin karena aku sedikit lega akhirnya ada seseorang yang satu ruangan dirumah sakit ini denganku. Mataku memang belum terpejam, aku sedikit takut ya takut mataku akan terpejam untuk selamanya.

“kau belum tidur?” suara lelaki itu membuatku sedikit kaget. Aku membuka selimut yang menutupi wajahku dan menatap wajah lelaki itu. “namaku jin young. Kau?” tanyanya dengan suara pelan.

“hwang bi ka.” Jawabku pelan. Aku mengalihkan pandanganku kearah lain.

“bi ka? Hujan? Aku baru pertama kali mendengar nama seperti ini dihidupku. Aneh...” jin young merubah posisi duduknya. Ia menghadap kearahku sekarang.

“appa yang memberikan nama ini untukku, katanya, ia ingin aku seperti hujan disaat musim semi, indah dan tetap hangat membuat bunga bungan semakin mekar dan berkilau jika diterpa sinar mentari.” Ceritaku pelan. Entah kenapa, aku menceritakan ini padanya, padahal aku sudah berjanji agar hanya aku, appa, dan eomma yang tahu tentang ini.

“lalu, apa kau suka hujan?” tanya jin young disertai senyumannya.

“hem, aku sangat menyukai hujan.” Jawabku memperhatikan jendela rumah sakit yang terlihat basah.

“sepertinya kau melewatkan hujan sore tadi, kau tertidur seharian.” Ucap jin young merebahkan tubuhnya. “selamat tidur.” Ucapnya pelan.

Ya, aku melewatkan hujan untuk yang pertama kalinya.

*

Dada ini, rasanya benar benar sakit. Sangat sakit, aku tidak bisa berkata apa-apa, semua gelap, gelap dan sepi.

“bi ka-ahh, lihat gerimis sudah datang...” jin young menarik tanganku. Perlahan, aku membuka mataku, semua hanya mimpi. Aku masih memegangi dadaku lalu berjalan mengikuti tarikan tangan jin young.

“wahhh indah...” ucapku memperhatikan seluruh taman hijau disamping rumah sakit yang terhempas gerimis. Cuaca yang kuinginkan benar benar aku rasakan membuatku lupa akan semuanya.

“kau sudah lama dirawat disini?” tanya jin young mengunyah permen karet. Aku hanya mengangguk pelan. “kau tidak bosan? Aku saja yang semalam disini terasa seperti satu tahun.”

“sebenarnya kau sakit apa? Tidak terlihat seperti orang sakit.” Tanyaku tersenyum masih memperhatikan rintik hujan yang menyentuh jendela ruangan ini.

“aku baru saja operasi lambung, ada masalah dengan lambungku, kau?” tanyanya membuatku mengalihkan pandanganku.

“aku, mempunyai penyakit yang sangat parah, kangker hati stadium akhir.” Ucapku pelan. Jin young menatapku dengan tatapan kaget. “ya~ kau kenapa? Tidak usah menatapku seperti itu, kau lihat aku masih bisa menendang seperti ini.” Aku menyembunyikan kesedihanku dari hadapannya sambil mempraktikan tendangan yang ia buat kemarin.

“haha, ne kau harus semangat semua akan berakhir...” ucap jin young menggaruk kepalanya sambilmemperhatikanku.

*

Dadaku benar benar terasa sakit malam ini, aku ingin berteriak tapi ini sangat sulit ketika aku melihat jin young yang terlelap disampingku. Aku menggigit bantalku berharap sakit ini berhenti. Tuhan, hentikan ini......

*

“kau sudah tidak apa-apa, seharusnya kau cepat panggil kami agar kau tidak pingsan seperti semalam.” Suara dokter terdengar keras hingga jin young terbangun dari tidurnya. “minumlah obatnya.” Dokter itu pergi meninggalkan ruangan itu.

“kau kenapa semalam?” tanya jin young bingung.

“aku tidak apa-apa.” Jawabku pelan memperhatikan beberapa obat dihadapanku.

“3 hari disini, aku tidak pernah melihat kau meminum obatmu, kau tidak ingin sembuh?” jin young menatapku bingung.

“tugasku disini hanya menunggu, bukan minum obat.” Ucapku berusaha tersenyum walau dadaku masih terasa sakit.

*

“bi ka-ah, bi ka-ah, apa kau sudah tidur?” jin young menggoyang goyangkan tubuhku. Aku menatap bingung wajahnya lalu memperhatikan jam yang menunjukan pukul 2 dini hari. “lihat, hujan, kau suka hujan kan? Ayo cepat.” jin young menarik tanganku untuk kedua kalinya. Dan aku menurutinya.

“ahh hujan malam hari benar benar indah, kau lihat bintang pun masih kelihatan.” Ucapku sambil menunjuk sebuah bintang dari balik jendela. Jin young hanya diam. “heh, indah, aromanya juga harum, aku suka hujan.... hujan malam ini adalah hujan paling indah, dan.... hhhh, aku, ingin melihat hujan yang seperti ini lagi besok, lusa dan seterusnya....” air mataku mulai menetes. Seluruh ucapanku mulai tidak beraturan.

“bi ka, kau menangis?” tanya jin young. Aku menutupi wajahku dengan kedua tanganku namun suara tangisanku terus terdengar ditelinga jin young.

*

Suara alat pendeteksi jantung terdengar jelas. Suara tangisan mulai mereda. Namun, semua beban yang aku rasakan terasa hilang. Pundakku ringan sekarang.

“bi ka-ahh, bangunlah, kau lihat diluar sedang turun hujan, kau harus melihatnya kan? Ayo bi ka bangun....” suara seorang lelaki yang sangat aku kenal terdengar jelas ditelingaku. Wajahnya terlihat sedih. Tetesan air matanya mulai turun.

“bi ka, eomma disini, ayo bangung, bi ka. Eomma akan menepati janji eomma jika kau sadar....” suara eomma juga terdengar jelas ditelingaku. Aku juga melihat appa, oppa dan istrinya yang terlihat tegar.

*

“bebanku benar benar hilang. Aku sudah bahagia disini. Meninggalkan kalian dengan membawa beban yang ada dipundak kalian. Maafkan aku, selama hidupku hanya merepotkan kalian. Aku bukan anak yang baik, aku selalu kalian suapi, kalian jaga, tanpa aku membalasnya.

Aku suka hujan, sama seperti namaku, yang berarti hujan. Tapi, apa karena namaku ini aku tidak bisa bersentuhan dengan hujan? Aku ingin seperti anak-anak lain yang bisa bermain ditengah hujan dengan orangtuanya atau seperti perempuan dewasa yang pergi dengan kekasihnya saat hujan turun. Tapi itu semua tidak pernah aku rasakan selama hidupku.

Lima hari terakhir dalam hidupku, aku merasakan kehidupan yang aneh diruanganku. Selalu ada keluhan, makananku selalu habis, dan selalu saja kotor. Tapi aku senang ada jin young disisiku. Dia selalu membuatku tersenyum dari awal ia datang keruangan ini. Dia adalah orang pertama sekaligus orang terakhir yang menempati tempat tidur disebelahku. Dia juga lelaki pertama yang menemaniku untuk melihat hujan. Dan dia juga lelaki pertama yang membiarkan aku menangis didadanya. Gomawo jin young. Kau membuatku pergi dengan senyuman.”

*END*

December 4, 2011

[FF] family holiday (oneshoot)


CAST:

· KIM DONGHYUN ‘BOYFRIEND’

· JANG MIN RAE (AUTHOR)

· KIM MIN JOO (AUTHOR)

· MINJI 2NE1 (CAMEO)

“eomma, kapan kita tamasya lagi? Aku ingin pergi bersama eomma dan appa.” Ucap min joo saat min rae memakaikan seragam sekolahnya. min rae tersenyum.

“nanti, eomma akan tanyakan appa dulu yaa, sekarang kau berangkat. Bus sekolahmu sudah menunggu.” Jawab min rae mengusap lembut rambut anak perempuannya tersebut. Min joo tersenyum senang dengan sedikit berlari ia menghampiri bus sekolahnya. min rae memperhatikan kepergian anaknya itu ketika seorang lelaki datang lalu duduk didepan meja makan.

“min joo sudah berangkat?” tanya donghyun yang tidak lain adalah suami min rae.

“hem, baru saja. Dia ingin pergi bertamasya dengan kita, akhir minggu ini kau bisa meluangkan waktumu?” tanya min rae membenarkan dasi donghyun yang terlihat miring.

“mian, jagi. Pekerjaan bertumpuk untuk minggu ini, tapi akan aku usahakan minggu depan.” Jawab donghyun tersenyum mengusap pelan pipi istrinya tersebut. Min rae hanya tersenyum mengerti akan ucapan suaminya itu.

*

“ada apa? Sangat sibuk mengurus anakmu sehingga baru hari ini berkunjung?” tanya seorang perempuan menyuguhkan secangkir teh hangat kepada min rae.

“ne, anakku baru saja masuk sekolah, dan kau tahu dia ingin sekali pergi denganku dan donghyun.” Jawab min rae mengambil secangkir teh tersebut lalu meneguknya perlahan. Siang ini ia berkunjung kerumah sahabat lamanya, minji. Mereka sudah sangat lama mengenal sehingga min rae sering bercerita banyak tentang kehidupannya dan juga sebaliknya.

“apa itu sulit bagimu? Kau bisa pergi kesuatu tempat yang kau mau bersama dnegan anakmu dan suamimu yang pengusaha muda itu.” Sahut minji cepat menatap wajah min rae yang terlihat sedikit gusar.

“yaa tapi itu sulit bagiku, donghyun sangat sibuk, diakhir minggu sekalipun.” Min rae meletakan cangkirnya kembali.

“Itu konsekuensimu untuk menikah muda, seharusnya kau sudah memikirkan ini dari awal.”

Min rae dan donghyun memang menikah disaat umur mereka 21 dan 23 tahun. Mereka memilih menikah muda karena mereka berpikir akan lebih banyak waktu yang mereka lalui berdua jika mereka sudah mempersatukan hubungan mereka di jenjang pernikahan. Semua berjalan lancar dalam kehidupan pernikahan mereka, tapi setelah 2 tahun menikah, ayah donghyun memberikan jabatannya kepada anak lelaki satu-satunya ini. Donghyun pun semakin sibuk hingga anak pertama mereka, min joo lahir. Min rae yang mencintai suaminya itu sangat mengerti akan pekerjaan donghyun. Seiring waktu berjalan, min joo beranjak menjadi seorang anak perempuan yang cantik dan berusaha ingin dekat dengan ayahnya. Sejak jalan-jalan dengan keluarganya ketika min joo masih berumur 3 tahun, min joo tidak pernah pergi dengan ayahnya sampai saat ini. Sementara disekolahnya yang baru, banyak teman-temannya yang sering bercerita tentang akhir minggu mereka.

*

Malam kembali tiba. Setelah membersihkan wajahnya, min rae berbaring disebelah donghyun yang dari tadi menatapnya. Min rae tersenyum menatap suaminya itu.

“bisakah kita pergi minggu depan?” tanya min rae pelan masih membalutkan senyum dibibirnya.

“akan aku usahakan.” Jawab donghyun sambil membelai mesra rambut istrinya itu.

“atau aku minta izin saja pada appa.”

“tidak usah, itu merepotkanmu. Appa juga pasti tidak akan mengijinkannya.”

“yeobo-ah, ayolahhh....” ucap min rae sedikit merenget. Donghyun hanya tersenyum lalu mencium kening istrinya tersebut.

*

Pagi ini terlalu sibuk untuk min rae. Donghyun pergi kerja sangat pagi,hingga ia lupa membangunkan min joo yang masih tertidur pulas dikamarnya. Setelah donghyun berangkat, min rae berusaha membangunkan min joo. Min joo terlihat tidak bergairah hari ini. Ia masuk kekamar mandi lalu memakai pakaian yang sudah diseiapkan min rae diatas tempat tidurnya. Setelah memakai seragamnya, anak manis ini turun menuju ruang makan.

“akhirnya kau turun min joo-ah, cepat sarapan bus sekolahmu akan datang 5 menit lagi.” Sapa min rae tersenyum mengusap rambut min joo.

“aku tidak mau naik bus hari ini.” Sahut min joo dengan wajah sedikit kesal. Min rae menatapnya bingung. “aku mau eomma mengantarku kesekolah seperti teman-teman yang selalu diantar orang tuanya.” Ucapan min joo dengan tatapan nanarnya membuat hati min rae meleleh. Mata min rae sedikit basah mendengarnya.

“baiklah, hari ini, eomma akan mengantar min joo. Anak eomma jangan memasangan wajah begitu ya, min joo harus selalu tersenyum. Sekarang habiskan sarapanmu, eomma mengganti pakaian dulu.” Ucap min rae tersenyum mengusap pipi min joo.

“gomapseumnida eomma.” Sahut min joo tersenyum.

*

“eomma sudah meminta appa untuk pergi jalan-jalan dengan kita?” tanya min joo ditengah perjalan mereka menuju sekolah min joo.

“sudah, eomma sudah menyuruh appa untuk libur diakhir minggu depan.” Jawab min rae memarkirkan mobilnya didepan sekolah min joo.

“kenapa tidak minggu ini eomma?” tanya min joo dengan tatapan antusiasnya.

“appa-mu tidak bisa, tapi eomma berani bertaruh minggu depan pasti kita akan pergi. Kau percaya eomma kan?” ucap min jae meyakinkan putrinya itu.

“hemm, sampai jumpa eomma.” Min joo sumringah turun dari mobil.

“belajar yang rajin... eomma akan menjemputmu nanti.” Teriak min jae melambaikan tangannya yang dibalas lambaian tangan min joo.

*

“min joo-ahh, anak appa yang paling manis, lihat appa bawa apa?” donghyun langsung memeluk min joo dan memberikan sebuah boneka anak anjing berwarna putih pada min joo.

“gomapseumnida appa.” Jawab min joo memeluk appanya sekali lagi. Min rae yang melihatnya dari dapur hanya tersenyum melihat keakraban mereka berdua.

*

Akhir minggu sudah datang, donghyun masih sibuk dengan pekerjaannya sementara min rae mengajak minjoo berbelanja diakhir minggu yang berangin ini.

“eomma...” panggil min joo sambil memakan lolipop yang ia pegang.

“hem, ada apa?” tanya min rae tersenyum sambil menggandeng tangan min joo.

“eomma kenapa bisa menikah dengan appa? Teman temanku selalu bilang kalau appanya sangat hebat, aku bingung jika ada teman yang bertanya tentang appa.” Tanya min joo membuat min rae sedikit kagum dengannya.

“donghyun appa, dia adalah lelaki yang baik, dan yang paling penting dia sayang padamu dan eomma.” Jawab min rae sambil sejenak berpikir.

“tapi dia tidak ingin pergi denganku.” Sahut min joo cepat.

“min joo-ahh, appa ingin pergi denganmu, tapi tidak sekarang. Appa juga sering memberikanmu hadiah kan? Appa juga menyayangimu sangat menyayangimu. Ingat ya, tidak pergi sekarang bukan berati appa tidak baik, hanya butuh waktu.” Jelas min rae panjang lebar kepada anaknya itu. “bagaimana jika kita pergi kekantor appa sekarang? Bertemu kakek juga.” Ajak min rae menggendong min joo menuju mobilnya. Min joo hanya mengangguk pelan.

*

“ada apa datang kesini?” tanya seorang lelaki paruh baya dengansetelan jas rapi sambil melirik min joo yang duduk disebuah sofa coklat sambil menghabiskan lolipopnya yang daritadi masih ia pegang ditangannya.

“appa, aku ingin minta ijin pergi akhir minggu depan dengan donghyun.” Jawab min rae dengan nada sedikit gugup.

“bukankah kau dan donghyun seharusnya pergi tiap akhir minggu?” ayah donghyun bertanya dengan tatapan bingung.

“akhir akhir ini donghyun selalu bekerja hingga hari minggu, appa.” Jawab min rae yang ikut bingung.

“aku tidak pernah mempekerjakan dia hingga akhir minggu, aku tahu anaknya butuh rekreasi diumurnya yang sekarang, jadi aku tidak ingin mengambil kebahagiaan cucuku.” Sahut kakek min joo menghampiri min joo dan menggendongnya. Min rae menatap mereka lalu berpikir.

*

“tadi siang aku datang kekantormu dan bertemu ayahmu.” Ucap min rae dengan wajah kesal ketika donghyun baru pulang tepat pukul 11 malam.

“sudah kubilang jangan bertemu appa.” Sahut donghyun cepat.

“dia bilang dia tidak pernah menyuruhmu bekerja hingga akhir minggu, bahkan dia tidak tahu jika kau bekerja hingga akhir minggu. Apa yang kau lakukan sebenarnya?” tanya min rae yang tidak bisa menahan emosinya sekarang.

“aku lelah!” ucap donghyun sangat keras membuat min rae menatapnya sinis.

“aku tahu kau lelah, tapi sampai kapan kau membohongin min joo?” tanya min rae berdiri dihadapan donghyun. Donghyun menatap mata min rae.

“sudah kau bilang kan aku lelah, aku sedang malas berbicara.” Donghyun mengambil handuk lalu masuk kedalam kamar mandi. Min rae yang sangat kesal langsung berbaring diatas tempat tidurnya.

*

Pagi datang cukup cepat, min rae sudah rapi pagi ini. Donghyun yang berusaha bangun dari tidurnya memperhatikan istrinya yang terlihat hendak pergi.

“kau mau kemana?” tanya donghyun membersihkan matanya.

“aku ingin kepantai dengan min joo.” Jawab min rae mengambil kunci mobilnya yang terletak diatas meja.

“tanpa aku?” tanya donghyun bingung.

“aku dan min joo bisa pergi tanpa kau.” Min rae keluar lalu menutup pintunya cukup keras.

*

“kita mau kemana eomma?” tanya min joo memperhatikan min rae yang sedang kacau menyetir mobilnya.

“kita akan ketaman bermain hari ini.” Jawab min rae memaksakan senyumnya.

“appa tidak ikut?” tanya min joo bingung.

“jangan membicarakan appa-mu hari ini.” Ucap min rae yang tanpa sadar ia membentak min joo.

“eomma, aku tidak mau pergi jika tanpa appa.” Sahut min joo pelan sambil menunduk. Min rae menghentikan mobilnya lalu menatap min joo dengan tatapan bersalah.

“maaf eomma membentakmu, tapi kita kan bisa pergi berdua.” Ucap min rae mengusap pipi min joo.

“aku tidak mau pergi tanpa appa.” Sahut min joo hendak menangis. Min rae menghela napas panjang.

“baiklah, kita pergi kerumah bibi minji saja, kau bisa bermain dengan adik sepupunya yang seumuran denganmu disana.” Min joo hanya mengangguk mendengar ajakan min rae itu.

*

“berpikirlah lebih positif, dan bicarakan hal ini saat pikiran kalian tenang, aku yakin semalam pikiran kalian berdua kacau karena kalian lelah. Donghyun karena pekerjaannya dan kau karena mengurus min joo. Jadi carilah waktu yang tepat untuk membicarakan ini, aku yakin kalian pasti akan menemukan jalan keluarnya.” Ucap minji memberikan masukan kepada sahabatnya itu sambil melirik min joo yang sedang bermain dengan adik sepupunya. Min rae hanya diam memikirkan kejadian semalam dan ucapan min ji.

*

“appa, aku pulang.” Teriak min joo antusias ketika melihat donghyun yang sudah pulang dan duduk diruang tamu rumah mereka. Min rae hanya diam dan langsung menuju kekamarnya.

“bagaimana rekreasimu hari ini? Menyenangkan?” tanya donghyun memangku min joo.

“aku hanya pergi kerumah minji ajumma dan bermain dengan sepupunya.” Jawab min joo mengambil sebuah buku dari atas meja didepannya.

“kau tidak pergi ketaman bermain?” tanya donghyun bingung.

“aku tidak mau jika appa tidak ikut pergi dengan eomma.” Jawab min joo cepat. donghyun terdiam sejenak. Ia tersadar bahwa ia sangat dibutuhkan oleh keluarganya terutama anak perempuannya. “akhir minggu ini kita jadi pergi kan appa?” tanya min joo membangunkan lamunan donghyun. Donghyun hanya tersenyum.

*

Akhir minggu akhirnya datang, min rae masih jarang berbicara dengan donghyun. Ia masih kesal sejak malam itu. Namun akhir minggu ini donghyun menepati janjinya untuk pergi bertamasya dan min joo sangat antusias karena hari ini mereka akan pergi kepantai.

Setelah membereskan semua barang bawaan, keluarga kecil ini pun bergegas pergi dengan donghyun yang menyetir sendiri mobilnya. Ditengah perjalanan, pasangan suami ini tidak banyak bicara hingga membuat min joo bingung.

“appa, apa kita akan menginap didekat pantai?” tanya min joo membuka pembicaraan dengan ayahnya.

“hem, pasti itu.” Jawab donghyun tersenyum.

“wahh, pasti seru eomma kau suka kan?” tanya min joo lagi.

“hem, joha.” Jawab min rae memaksakan senyumnya lalu kembali memperhatikan jalan dari kaca mobilnya. Hingga mereka sampai di pantai.

Dengan sangat sumringah, min joo berlari melewati pasir pantai yang bersih ditemani angin sepoi dan suara debur ombak yang damai sore ini.

“jangan terlalu jauh....” teriak min rae menurunkan barang barangnya dari dalam mobil.

“biar aku saja.” Ucap donghyun membantu min rae lalu tersenyum. Tanpa menatap donghyun, min rae menghampiri min joo dan langsung bermain dengan min joo.

*

Malam sudah larut, min joo sudah kembali bermain dialam mimpinya tidak termasuk min rae yang masih duduk disebuah kursi panjang yang langsung menghadap kelaut. Disebelahnya berdiri tegak secangkir teh yang masih mengeluarkan asap putihnya.

“diluar sangat dingin.” Suara seorang lelaki mengagetkan lamunannya sambil menyelimuti pundaknya dengan kain tebal berwarna putih. Lelaki itu langsung duduk disebelah min rae. “kau masih marah padaku?” tanya donghyun tersenyum menatap min rae. Min rae hanya diam tanpa menatap donghyun. “mianhae, aku tidak seharusnya seperti itu, saat itu aku benar benar lelah.” Ucap donghyun mengusap belakang kepala min rae.

“tidak seharusnya kau membentakku malam itu.” Sahut min rae pelan.

“maafkan aku.... kau memaafkanku kan?” tanya donghyun tersenyum. Min rae mengangguk tersenyum.

“dan sebenarnya ada yang ingin aku ceritakan padamu, tentang mengapa aku selalu bekerja diakhir minggu. Sebenarnya aku dalam proses menanam saham disebuah perusahaan sepatu terkenal, dan sampai sekarang ayahku tidak tahu itu. Aku sibuk bernegosiasi dengan pihak perusahaan tersebut aku kira akan selesai akhir minggu kemarin, tapi ternyata banyak yang harus kita negosiasikan dan baru selesai minggu ini. Dan niatku aku ingin memberitahu ayah jika ini berhasil.” Cerita donghyun panjang lebar.

“kenapa tidak memberitahuku dari awal?”

“mian, aku tidak ingin menambah bebanmu, aku hanya ingin yang kau pikirkan hanya dirimu dan min joo.” Jawab donghyun tersenyum. “dan kau tahu, seharusnya kita bersyukur punya min joo, dia anak yang baik, dan snagat mengerti keadaan kita. Dan aku juga bersyukur memilikimu, karena tanpamu aku tidak bisa memiliki min joo.” Donghyun merangkul pundak minrae.

“jadi mana yang lebih kau sayang, aku atau min joo?” tanya min rae menatap donghyun dengan nada bercanda. Donghyun membalas tatapan min rae lalu mencium bibir min rae.

“appa eomma, kenapa kalian diluar?” min joo yang masih membersihkan matanya mengagetkan donghyun dan min rae.

“min joo-ah, kenapa kau terbangun?” tanya min rae yang terlihat kikuk lalu memangku min joo.

“aku ingin tidur dengan eomma & appa.” Sahut min joo memeluk min rae. Min rae yang tersenyum menyelimuti min joo yang terlelap dipangkuannya. Donghyun hanya tersenyum memperhatikan itu.

“appa juga ingin tidur dengan eomma dan min joo.” Ucap donghyun meletakan kepalanya di pundak min rae.

*END*

November 30, 2011

taxi driver and me (oneshoot)

cast: BEAST LEE GI KWANG
(BGM: TABLO - AIRBAG)

Malam memang sudah beranjak begitu cepat. jam ditanganku menunjukan pukul 2 dini hari. Aku keluar dari sebuah gedung lalu menghentikan sebuah taksi yang menghampiriku melewati jalanan yang licin tertutup salju yang basah. Aku melangkah masuk kedalam taksi lalu menyandarkan punggungku yang terasa lelah. Supir taksi melajukan taksinya perlahan seakan tahu tujuanku. Namun sepertinya supir taksi ini tahu karena aku pernah menumpang taksi dengan supir yang sama sebelumnya.

“kembali kerumah, gikwang-ah?” tanya supir taksi itu. Aku hanya mengangguk mengiyakan sambil memperhatikan jalanan dingin yang sepi dan tenang. Beberapa mobil melintas, lampu lampu menari senang menjelang natal. Ahh, natal. Aku membenci natal semenjak tahun lalu. Aku merayakannya sendirian tanpa seseorangpun. Semua orang bersuka ria dengan semua kerabat mereka tapi aku hanya menyalakan sebuah lilin ditengah dinginnya malam natal lalu berdoa agar aku tabah menjalani hidup lalu terlelap malam itu. Ahh terlupakan.

Aku kembali memperhatikan jalanan ketika aku tidak bisa memejamkan mataku malam ini. Aku memperhatikan seorang lelaki yang sepertinya mabuk berjalan sempoyongan ditrotoar. Aku mengingat kejadian itu, kejadian yang menyulitkan bagiku dan ibu serta adikku. Saat itu, masih dimusim dingin aku kembali pulang terlambat. Aku mampir sebentar kesebuah toko hadiah dan ingin membelikan sesuatu untuk adik perempuanku. Ketika sampai dirumah, aku merasa aneh ketika dari kejauhan lampu ruang tamu rumahku masih menyala. Dengan perlahan aku memasuki rumah, suara perempuan menangis terdengar ditelingaku. Itu suara ibu. Dengan langkah cepat aku menghampiri ibu yang sudah tersungkur dan bersimbah darah. Aku melihat ayahku telah memukul ibuku menggunakan botol minuman keras yang ia pegang. Tanpa pikir panjang aku langsung menolong ibu, tapi ibu hanya tersenyum dan berkata ayah sedang mabuk. Aku tidak bisa terima itu,tapi aku pun tidak bisa berbuat apapun. Aku membiarkan ayahku pergi. Dan semenjak kejadian itu, aku tidak pernah tahu dimana ayahku sekarang.

“bagaimana kabar ibumu?” suara supir taksi yang berkumis itu membangunkan lamunanku. Aku menatapnya lalu kembali menatap keluar.

“dia baik.” Jawabku pelan walau baik yang aku ucapkan bukan berati baik secara keseluruhan.

Beberapa hari setelah kejadian pemukulan itu, adik perempuanku jatuh sakit. Bukan sebuah sakit yang biasa, tapi sakit yang membuat ibuku selalu menangis tiap malam. Adikku menderita kangker hati stadium lanjut dan sampai sekarang masih dirawat dirumah sakit. Itu membuat ibu selalu saja murung memikirkan adikku dan biaya sewa rumah sakit dan pengobatan yang selalu kami tebus tiap satu minggu sekali. Bahkan aku sering mencari pekerjaan tambahan untuk membantu ekonomi ibuku, namun itu masih belum cukup hingga dua hari yang lalu, adikku menghembuskan napas terakhirnya. Itu membuat ibuku terpukul, ibuku sering menangis dan aku sangat iba melihatnya. Tepat kemarin, aku membawanya ke psikiater dan ternyata ibuku mengalami gangguan jiwa. Dengan sangat terpaksa aku membiarkan ibuku tinggal dipanti kejiwaan untuk memulihkan jiwanya. Menyakitkan bagi diriku, orang yang aku sayangi bahkan tidak mengenaliku. Aku sempat jatuh menyesal dan hampir mengakhiri diriku saat itu juga, tapi seorang perempuan menghentikanku.

“sudah sampai..” supir taksi itu menghentikan mobilnya tepat didepan rumahku. Entah kenapa aku berniat pergi ketempat lain.

“kau bisa mengantarku kesungai han?” tanyaku pelan. Supir taksi itu tersenyum lalu memutarbalik arah mobilnya.

Perempuan itu, perempuan yang sudah lama aku kenal namun aku baru menemukan rasa aneh dihatiku beberapa hari yang lalu. Aku menyukainya. Dia yang selalu ada untukku disaat aku membutuhkan seorang teman yang bisa membantu menghilangkan rasa kesal dihatiku. Tapi suatu hal yang aneh terjadi, dia menangis menghampiriku ketika aku sedang berada dipinggir sungai han. Matanya merah. Dia menangis. Saat itu tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali mengusap punggungnya dan menenangkannya. Dia mulai bercerita, ibu dan ayahnya bercerai hari itu. Suaranya yang terbata mengguratkan kesedihan yang amat dalam. Namun saat itu aku menasehatinya dan dia pun tersenyum kembali. Sayang, keesokan harinya, tubuhnya ditemukan tidak bernyawa didalam kamarnya. Aku kembali terpuruk, jatuh dan merasakan rasa kesakitan yang amat dalam.

“sudah sampai.” Ucap supir taksi itu. Aku memperhatikan sungai han yang sepi lalu mengeluarkan beberapa uangku.

“kembaliannya kau ambil saja.” Ucapku berusaha tersenyum walau aku tahu supir taksi itu melihat mataku yang nanar. Aku turun dari taksi itu lalu berdiri dipinggir sungai han. Kenapa semuanya meninggalkanku? Apa aku memang tidak ditakdirkan untuk hidup bersama dengan orang yang aku sayangi? Apa kehidupanku akan selalu buruk. Aku tidak bisa hidup sendiri aku iri pada orang lain yang mempunyai orang yang mereka sayang...

“jangan pernah berpikir kalau kehidupanmu sulit.” Suara supir taksi itu terdengar jelas. Ia berdiri disebelahku sambil menepuk punggungku. Aku menatapnya sambil mengusap air mataku yang tanpa sadar menetes. “kau tahu, bersyukurlah kau bisa hidup sampai sekarang, punya pekerjaan dan akan sukses nantinya. Kau tahu, dulu aku juga sepertimu, ayah dan ibuku meninggal kecelakaan, dan istriku pergi meninggalkanku hanya karena aku supir taksi tapi kau lihat kan? Aku bisa hidup sampai sekarang, dibutuhkan orang lain dan punya banyak teman. Aku yakin kau pasti punya banyak teman yang sayang dan membutuhkanmu tapi kau belum menyadari itu. Dan satu lagi, percayalah jika ibumu pasti akan sembuh dan menemani kehidupanmu lagi esok.” Supir taksi itu tersenyum sumringah lalu kembali menuju taksinya. Aku terdiam memikirkan semua ucapannya. Aku mengungat semua ucapanku, bosku, rekan kerjaku dan beberapa kawab SMAku semua masih mengingatkanku dan bertanya tentangku, memberiku kado saat ulangtahun dan mengucapkan selamat natal. Aku tidak sendirian. Ahh.

“ajusshi!” teriakku sambil melambaikan tangan. Supir taksi itu berbalik kearahku. “khamsahamnida!” ucapku tersenyum.

“hem, lanjutkan hidupmu.”
*END*

November 6, 2011

like that little road (oneshoot)


Aku menatapnya. Dalam hati bertanya-tanya, siapa wanita yang selalu saja melewati jalan kecil didepan rumahku ketika gerimis datang menjemput. Wanita itu selalu saja memakai payung putih transparan dan sebuah dress putih. Ia pergi kearah jalan sempit yang aku pun tidak tahu ada apa disana. Aku sangat penasaran dengan perempuan yang selalu tersenyum ketika aku memperhatikannya dari jendela kamar rumahku. Matanya tajam, namun senyumnya terus merekah hingga tubuhnya jauh dari pandanganku.

“kau sedang apa?” tanya yoseob membuyarkan semua pandanganku. Aku sedikit kaget ketika yoseob ikut memperhatikan keluar jendela. Wanita itu menghilang. “hyunseung-ie, apa yang kau lihat tadi?” tanya yoseob dengan nada penasaran.

“tidak ada.” Jawabku santai lalu mengambil blazerku dan turun dari kamarku. Aku tahu yoseob mengikutiku sehingga aku tidak perlu menyuruhnya untuk keluar kamarku.

*

Rasa lelah menggelayuti tubuhku ketika aku baru saja pulang dari pekerjaanku sebagai mahasiswa seni disebuah perguruan tinggi di pusat kota Seoul ini. Hawa dingin sisa gerimis pagi tadi masih berusaha masuk lewat celah celah kamarku. Terasa sepi rumah ini ketika yoseob kembali kekediamannya setelah ia menginap semalaman kemarin.

Rasa dingin benar benar menusuk tubuhku, aku mengambil jaket yang terletak dipinggung kursi didepan jendela yang masih terbuka lebar. Aku sedikit melirik keluar jendela itu. Jalan kecil didepan rumahku terlihat remang namun terlihat terang ketika aku melihat perempuan itu berjalan menuju rumahnya sambil mengusap lengannya yang terlihat kedinginan. Tanpa sadar, aku mengambil jaketku lalu berlari menuju perempuan itu.

“kau terlihat kedinginan, kau tidak apa-apa?” tanyaku sambil memakaikan jaketku kepunggung perempuan itu. Perempuan itu hanya tersenyum menatapku.

“kau, jang hyunseung?” tanya perempuan itu pelan. Sejak kapan perempuan ini tau namaku. Suaranya saat menyebut namaku sedikit bergetar tanda ia sangat kedinginan.

“hmm.” Jawabku sambil mengangguk.

“gomawo.” Ucapnya pelan lalu meneruskan perjalanannya.

“kau tidak mau mampir? Hari sangat dingin.” Tanyaku dengan suara sedikit kencang. Perempuan itu menoleh kearahku ia hanya tersenyum dan menggeleng.

*

“kau gila? Mana ada perempuan tengah malam keluar rumah? Memakai rok putih katamu? Mungkin hantu.” Ucap yoseob ketika aku baru saja selesai menceritakan tentang wanita itu.

“tapi tiap pagi atau sore aku melihatnya pergi kearah barat jika gerimis datang.” Ucapku sedikit tidak setuju dengan ucapan yoseob.

“sekarang pertanyaannya, ada apa disebelah barat rumahmu? Kau tidak pernah mengikuti jalan kecil yang ada didepan rumahmu hingga keujung?” tanya yoseob dengan tatapan serius. Benar pertanyaan yoseob, hingga sekarang umurku, aku tidak pernah mengikuti jalan kecil itu hingga keujungnya. Ada apa disana? Hingga membuat perempuan itu selalu saja datang kesana setiap gerimis tiba.

“kau menyukai perempuan itu atau hanya penasaran ada apa diujung jalan itu?” tanya yoseob menghancurkan semua lamunanku.

“aku... entahlah, perempuan itu selalu saja datang dipikiranku.” Jawabku pelan.

*

Hujan cukup deras hari ini. Aku baru saja selesai dari urusanku di kampus. Ketika aku memasuki kamar, aku menemukan jaket coklatku terlipat rapi diatas tempat tidurku. Kenapa bisa ada disini? Gumamku dalam hati. Aku langsung turun mencari ibuku.

“eomma, jaket yang ada ditempat tidurku siapa yang meletakannya disana?” tanyaku bingung.

“ohh, eomma yang meletakannya. Tadi seorang perempuan mengembalikannya, katanya itu punyamu.” Jawab eomma dengan nada santai.

“apa perempuan itu berambut panjang dan memakai rok putih?” tanyaku mencari tahu.

“ne.” Jawab eomma cepat. perempuan itu datang kerumahku.

“eomma tahu siapa namanya?” tanyaku cepat. eomma hanya menggeleng yang aku tahu berarti dia tidak mengetahui nama perempuan itu.

*

Sudah satu minggu semenjak perempuan itu mengembalikan jaketku, ia tidak terlihat melewati jalan kecil itu lagi. Kemana dia? Ahh, aku semakin penasaran padanya dan ada sedikit rasa rindu yang muncul dari dalam hatiku. Aku menyukainya? Sepertinya tidak lagi. Aku benar benar menyukainya sekarang.

Suara hujan semakin terdengar. Aku masih terdiam berdiri memperhatikan jalan kecil itu. Perempuan itu datang, ia berjalan pelan melewati depan rumahku. Tanpa pikir panjang, aku berniat mengikutinya. Dengan perlahan, aku mengikutinya. Jarak yang cukup jauh aku lewati ditengan hujan yang perlahan berubah menjadi gerimis kecil. Perempuan itu masih berjalan hingga dikanan kirinya bukan rumah melainkan taman taman yang hijau. Aku baru pertama kali melihat taman seindah ini dipinggiran kota. Hingga jalan kecil ini menghilang, aku melihat sebuah danau yang airnya jernih didepanku. Perempuan itu meletakan payungnya diatas tanah. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam kotak dibawah pohon besar dipinggir danau. Terlihat seperti makanan. Ia menaburkannya keatas danau. Pikiranku semakin tidak mengerti, apa yang ia lakukan disaat gerimis hanya memberi makan ikan didanau ini? Aku berniat menghampirinya. Aku berjalan pelan lalu duduk disebelahnya.

“kau kesini setiap hujan?” tanyaku pelan. Lagi-lagi perempuan itu hanya tersenyum. “hanya memberi makan ikan?” Tanyaku lagi dengan sedikit tatapan bingung. Perempuan itu menggeleng.

Setelah kami berdua terpaku dalam diam, perempuan itu sedikit membuka bibirnya lalu sedikit bercerita. “4 tahun yang lalu, tempat ini hampir dijadikan gedung bertingkat.” Bukanya pelan aku memperhatikannya dengan seksama. “namun aku dan mantan kekasihku bersihkukuh untuk terus mempertahankan tempat indah ini hingga tetap seperti ini sampai sekarang.” Mantan kekasih? Apa mereka sudah putus sejak saat itu? Pikiranku terus berkelabut dengan pertanyaan itu, namun aku tetap tenang.

“mantan kekasih katamu?” tanyaku pelan melemparkan makanan kearah danau.

“iya, mantan kekasihku. Dan kau tahu, semua ini dia buat dan persembahkan untukku.” Jawabnya santai. Aku semakin bingung dengan ucapannya. Sangat jarang ada seorang perempuan yang masih menyimpan sesuatu dari mantan kekasihnya. “dan pasti kau bertanya-tanya kenapa setiap gerimis aku selalu datang kesini, kau tahu, mantan kekasihku selalu bilang kalau tempat ini akan terlihat indah jika diguyur hujan dan terbukti semua itu benar.”

“kau sangat menyayangi mantan kekasihmu itu?” tanyaku saat aku berpikir masih ada kesempatan untukku mendekatinya. Perempuan itu mengangguk pelan.

“lalu, kenapa kau dengan mantanmu berpisah?” tanyaku yang terdengar seperti pertanyaan yang sangat bodoh. Perempuan itu hanya menatapku sayu.

“eomma!!!” suara anak kecil membuatku membalikan badanku. Seorang anak lelaki sedikit berlari menghampiri perempuan yang duduk disebelahku. Aku tidak mengerti dengan panggilan eomma yang tertuju ke perempuan itu. Pikiranku semakin kacau. Apa mungkin....

“dia anakku, namanya hyun joo. Hyun joo, perkenalkan dia jang hyun seung.” Semua perkataan perempuan itu membuatku merasakan hal yang aneh didadaku. Perempuan ini sudah punya anak, lalu mantan kekasihnya adalah... “sekarang dia sudah tidak lagi menjadi mantan kekasihku, dia suamiku.” Kata terakhir yang ia ucapkan membuat dadaku sedikit sakit.

*

“hyun seung-ie, lihat artikelmu dipajang di majalah kampus. Hal yang sudah kau tunggu tunggu sejak 2 tahun yang lalu...” teriak yoseob membuatku membuka mataku perlahan. Cahaya matahari masuk tepat dikepalaku. Terasa hangat.

Aku mengambil majalah kampus yang ada ditangan yoseob, artikelku yang berjudul perempuan dan hujan menarik perhatian para mahasiswa dikampusku. Tak kurasa aku mengguratkan senyum bahagiaku.

“rasanya aku baru melihat senyummu sejak 3 bulan lalu.” Ucap yoseob menepuk dadaku. “kajja, kita akan terlambat menerima kata selamat dari editor jika tidak kekampus sekarang.” Yoseob keluar dari kamarku.

Aku masih terdiam sesekali memperhatikan artikelku kembali. Perempuan itu, perempuan yang sama dengan perempuan yang 3 bulan lalu membuat hatiku sedikit remuk. Tapi, perkataannya 3 bulan lalu membuatku bangkit dan sadar akan duniaku.

“aku tahu namamu jang hyunseung, karena ibumu berteman dekat dengan ayah daru hyun joo. Dia selalu menceritakanmu kepada keluarga kami, kau suka menulis kan? Tapi kau sempat berhenti menulis karena kau berpikir tulisanmu hanya sampah yang keluar dari otakmu. Aku hanya ingin memberikanmu sesuatu, teruslah berusaha sama seperti jalan kecil yang baru kau lewati ini. Karena jika kita tidak meneruskannya dan berhenti ditengah kau tidak akan tahu betapa indahnya sesuatu yang ada diakhir jalan itu. Aku yakin suatu saat nanti kau bisa menjadi penulis terkenal.”

*end*