Laman

September 10, 2011

My Bestfriend, My Lady (part2 of 2)

“kemana yoseob? Akhir-akhir ini dia tidak datang?” tanya ibu hae ma saat ia dan kedua anaknya berkumpul diruang tamu rumahnya.

“entahlah.” Jawab hae ma ketus sambil membaca sebuah novel ditangannya.

“kalian bertengkar?” tanya ibu hae ma lagi. Namun tidak ada jawaban dari hae ma.

“yoseob? Lelaki yang lucu waktu itu?” tanya kakak hae ma langsung menyambar. Hae ma hanya mengangguk pelan.

“kalian sangat dekat kan? Apa hubungan kalian sudah beranjak menjadi sepasang kekasih?” tanya kakak hae ma lagi meneguk teh hangatnya.

“tidak.” Jawab hae ma singkat.

“eomma tahu, pasti kalian sedang bertengkar ya?” tebak ibu hae ma dengan nada bercanda.

“jika tidak cepat cepat menyatakan perasaan, nanti yoseob direbut perempuan lain, dia cukup tampan.” Sahut kakak hae ma cepat disertai guratan senyum dibibirnya.

“eomma! Eonni! Ada apa dengan kalian.” Teriak hae ma dengan nada kesal.

“sudah sangat dekat kenapa tidak dilanjutkan, eomma setuju kok.” Ucap eomma tersenyum mencubit pipi hae ma yang terlihat memerah.

*

Malam telah larut, yoseob mengambil keputusan yang cukup mengejutkan. Ia datang kerumah hae ma sekitar pukul 10 malam. Setelah mengetuk beberapa kail, ibu hae ma membukakan pintu untuknya.

“ahh, yoseob, kemana saja. Masuklah.” Ibu hae ma dengan ramah membukakakn pintu untuk yoseob. Yo seob hanya membalasnya dengan senyum lalu masuk.

“hae ma ada, eommo-nim?” tanya yoseob dengan nada sopan.

“sepertinya dia sudah tidur dikamarnya.” Jawab ibu hae ma. Kakak hae ma yang tahu yoseob datang langsung mengguratkan senyum kearah yoseob.

“anyeong noona, sudah lama tidak bertemu.” Sapa yoseob tersenyum.

“wajahmu semakin tampat setelah beranjak dewasa.” Ucap kakak hae ma senang. Yoseob hanya membalasnya dengan senyum.

“masuk saja kekamarnya untuk mengeceknya.” Suruh ibu hae ma. Dengan mengangguk yoseob masuk kedalam kamar hae ma. Yoseob melihat hae ma tertidur pulas diatas tempat tidurnya. Yo seob mengguratkan senyum manisnya lalu berjalan menghampiri hae ma. Ia memperhatikan hae ma sebentar lalu duduk bersandar ketembok disebelah hae ma yang tertidur. Yoseob mengambil buku yang terletak dimeja kecil disebelah tempat tidur hae ma lalu membacanya.

Selang beberapa menit, hae ma merubah posisi tidurnya dan tanpa sengaja tangannya menyentuh kaki yoseob. Hae ma yang merasa ada yang aneh langsung meraba kaki yoseob dan secara perlahan membuka matanya.

“ya! Sedang apa kau disini?” tanya hae ma langsung bangun ketika ia tahu yoseob yang sedang duduk disebelahnya.

“membaca.” Jawab yoseob menunjukan buku ditangannya sambil tersenyum.

“keluar, cepat....” pinta hae ma mendorong tubuh yoseob.

“kenapa kau menjauhiku akhir-akhir ini?” tanya yoseob tidak memperdulikan perintah hae ma. Namun hae ma tidak menjawab pertanyaannya. Hae ma turun dari tempat tidurnya lalu menarik tangan yoseob keluar dari kamarnya. “kau belum menjawab pertanyaanku.” Ucap yoseob menghentikan langkahnya.

“aku mengantuk.” Jawab hae ma singkat. Namun yoseob malah menarik tangan hae ma hingga hae ma terjatuh dilantai.

“maaf, tapi aku butuh jawabanmu.” Ucap yoseob pelan lalu ikut duduk dilantai. Hae ma diam sebentar lalu menatap wajah yoseob datar.

“aku tidak menyukaimu.” Ucap hae ma pelan.

“kau bohong.” Sahut yoseob cepat.

“yoseob-ah. Kau tahu kan aku pernah bilang kalau hubungan kita tidak mungkin lebih dari ini, dan aku pernah bilang suatu hubungan yang dimulai dari pertemanan, sahabat hingga cinta jika berakhir akan menjauh seperti tidak mengenal lagi nantinya.” Ucap hae ma dengan nada sedikit tidak ramah.

“kau dapat itu dari cerita drama?” tanya yoseob santai. Hae ma terdiam sejenak.

“kau juga pernah bilang kau menyukai kakakku.” Ucap hae ma mencari alasan lain.

“aku menyukai kakakmu tapi aku mencintaimu.” Sahut yoseob mengusap pelan pipi hae ma. Hae ma terkejut mendengar ucapan yoseob tersebut. Hae ma mengalihkan pandangannya kearah lain, ia seakan tidak sanggup menatap wajah yoseob yang terlihat sangat manis malam itu. “jangan terlalu mempercayai cerita drama, aku bukan orang yang sama seperti lelaki didrama yang kau tonton itu.” Ucap yoseob lagi.

“tapi.............” sahut hae ma pelan.

“aku berjanji akan menjagamu lebih dari apa yang telah aku lakukan selama ini.” Ucap yoseob lagi membuat jantung hae ma semakin berdebar kencang. Hae ma memberanikan dirinya menatap yoseob yang tatapan matanya sangat indah malam itu. Hae ma tersenyum walau didalam hatinya sedikit takut saat menatap wajah itu. Jantungnya benar benar beredebar karena ini kali pertamanya seseorang menyatakan perasaannya kepada dirinya. Dan orang itu adalah sahabatnya sendiri. “kau mau kan?” tanya yoseob pelan. Hae ma hanya mengangguk pelan. Yoseob tersenyum senang melihat anggukan hae ma.

Selang beberapa menit mereka larut dalam diam. Entah kenapa mereka terlihat sedikit canggung. Hingga hae ma hendak beranjak dari lantai, “kau haus? Aku ambilkan minum sebentar.” Ucap hae ma namun yosoeb menarik tangannya.

“tetaplah disini.” Ucap yoseob tersenyum. Ia meraih leher hae ma lalu mendekatkan wajah hae ma kewajahnya. Mata yoseob terpejam. Wajah hae ma yang melihat wajah yoseob semakin mendekati wajahnya berubah merah padam hingga bibir yoseob menyentuh bibirnya. Ekspresi hae ma berubah kaget namun dengan perlahan ia ikut memejamkan matanya. Namun setelah itu, hae ma melepaskan ciuman yoseob pelan. Yoseob membuka matanya lalu tersenyum. Sebentar mereka diam, yoseob kembali hendak mencium hae ma, hae ma yang tahu itu langsung memejamkan matanya kembali.

“kalian berdua pacaran?” suara seorang perempuan yang baru saja membuka pintu membuat mereka menghentikan ciumannya. Tatapan mata hae ma langsung tertuju pada seorang wanita yang tidak lain adalah kakaknya yang membawa dua gelas minuman.

“eonni! Kenapa tidak ketuk dulu!” ucap hae ma sedikit kesal dengan nada kikuk. Yoseob yang tahu itu hanya tersenyum.

“kau bilang kau tidak berpacaran dengannya.” Sahut kakak hae ma lagi.

“keluarlah!” hae ma mengambil nampan yang dibawa kakaknya lalu mendorong kakaknya keluar dan menutup pintunya.

*

Pagi hari datang kembali, hae ma dan yoseob berjalan bersama menuju kampus mereka. Hari ini terasa cerah secerah status hubungan mereka yang baru. Sekarang, yoseob tak segan menggandengan tangan hae ma walau hae ma sedikit gugup ketika beberapa orang memperhatikan mereka.

“apakah itu pertama kalinya?” tanya yoseob menggandeng tangan hae ma.

“apa?” hae ma berbalik bertanya sambil memikirkan maksud pertanyaan yoseob.

“yang semalam.” Sahut yoseob menahan tawanya. Seketika wajah hae ma memerah.

“mwo?? Ishh, jika iya memang kenapa?” ucap hae ma kesal memukul yosoeb dengan tasnya.

“bagaimana rasanya? Setidaknya adegan itu ada didalam drama kan? ” tanya yoseob lagi dengan nada mengejek.

“ya!! Aku membencimu.” Hae ma meruncingkan bibirnya lalu berjalan mendahului yoseob yang tertawa kecil.

“aku mencintaimu...” sahut yoseob menghampiri kekasihnya itu lalu merangkulnya. *END*

My Bestfriend, My Lady (part1 of 2)

Jung hae ma, seorang perempuan berambut sebahu sedang duduk memperhatikan beberapa pasangan yang lalu lalang didepannya. Ia memangku dagunya diatas lututnya sambil sesekali memanyunkan bibirnya.

“hei, sedang apa kau disini?” tanya seorang lelaki mengagetkan hae ma lalu memperhatikan sepasang kekasih yang melewati mereka. “ahh, ara, kau ingin pacaran yaa?? Kau tidak pernah punya pacar sebelumnya kan?” tebak lelaki itu duduk disebelah hae ma. Hae ma hanya mengangguk pelan. “aneh, kenapa kau tidak mencari laki laki saja, kan banyak diluar sana.”

“yoseob-ah, kau kira mudah mencari lelaki yang belum punya pasangan?” tanya hae ma disambut anggukan cepat yoseob. “aku tidak mau pacaran dulu.” Sambung hae ma.

“kenapa? Aneh, jangan-jangan kau...” lanjut yoseob cepat.

“bukan, tapi jika aku melihat drama, selalu saja banyak orang orang yang disakiti karena cinta, dikhianati ditinggal mati atau apapun itu, aku berpikir kalau cinta itu menyedihkan.” Cerita hae ma pelan. “saat ada orang yang gembira karena cinta, pasti ada saja orang disekitarnya yang harus menahan perih.”

“ahh, kau ini, itu kan hanya didalam drama. Dikenyataannya tidak seperti itu.” Sahut yoseob menyandarkan punggungnya.

*

Sore ini, setelah pelajaran kuliahnya selesai, hae ma dan yoseob pergi kesebuah panti asuhan. Mereka melaksanakan kegiatan rutin mereka setiap bulannya yaitu memberikan makanan keanak-anak kurang beruntung yang tinggal disana.

Malamnya sekitar pukul 6 malam, mereka baru saja selesai melaksanakan rutinitas mereka. “ahh, senangnya melihat anak-anak tersenyum.” Ucap hae ma merangkul yoseob yang sedikit lebih tinggi darinya.

“kita cocok yaa, sama sama suka anak-anak.” Ucap yo seob tersenyum.

“hmmm, kau mau mampir?” tanya hae ma yang sudah sampai didepan rumahnya.

“besok sore aku kerumahmu. Sampai jumpa.” Ucap yoseob melambaikan tangannya lalu pergi meninggalkan hae ma.

*

Yoseob dan hae ma memang sudah dekat sebagai sahabat sejak mereka masih duduk dibangku SMA. Mereka sangat dekat karena hobi mereka hampir semuanya sama. Bahkan hubungan pertemanan mereka diketahui oleh kedua orang tua mereka.

*

Sore dimusim ini cukup cerah, hae ma duduk bersandar ditembok sambil meluruskan kakinya diatas tempat tidur. Ia mengambil sebuah buku lalu membuka dan membacanya. Sementara yoseob langsung memabnting tubuhnya dan meletakan kepalanya dipaha hae ma. Hae ma hanya santai membaca buku itu.

“ya~~ pantas saja kau tidak punya kekasih, kau dan kakakmu saja jauh berbeda.” Ucap yo seob dengan nada bercanda sambil mengambil buku yang ada ditangan hae ma dan membacanya.

“aku memang berbeda dengan kakaku.” Jawab hae ma santai meletakan telapakannya diatas kening yoseob. Namun yoseob terlihat santai apalagi ketika ibu hae ma masuk kedalam kamar memberikan beberapa makanan kecil kepada mereka.

“kakakmu masih di paris?” tanya yoseob santai.

“ne, mungkin besok atau lusa dia akan pulang.” Jawab hae ma juga dengan nada santai.

*

Malamnya, yo seob baru saja menyelesaikan makan malam. Ia masuk kedalam kamarnya, mengecek ponsel lalu menatap sebuah poto diatas meja belajarnya. Ia tersenyum ketika melihat wajah hae ma yang berdiri disebelahnya dalam foto itu.

“perempuan aneh.” Gumamnya tersenyum lalu naik keatas tempat tidurnya.

*

“kemana perempuan itu?? Ponselnya juga tidak aktif.” Gumam yoseob sendirian sambil berjalan melintasi jalan jalan yang penuh dengan pohon pohon yang rindang. Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat seorang perempuan dengan seorang anak lelaki. Yo seob memperhatikan perempuan itu sejenak.

“kau kenapa menangis? Diam yaa, oh iya, noona punya permen. Kau mau?” perempuan itu mengeluarkan dua lolipop besar dari dalam tasnya dan memberikannya ke anak lelaki itu. Seketika anak lelaki itu berhenti menangis dan tersenyum.

“gomawo noona, ibuku habis memarahiku karena aku mengambil uangnya untuk membantu temanku tadi.” Jawab anak lelaki itu sambil mengusap air mata dipipinya.

“ahh, itu perbuatan tidak baik, cepat minta maaf ke ibumu lalu katakan sejujurnya bahwaniatmu untuk membantu teman. Ok??” perempuan itu mengusap pelan rambut anak itu. Dengan anggukan pelan ia langsung pergi meninggalkan perempuan itu.

Yoseob tersenyum lalu berjalan menghampiri perempuan itu, “selalu saja bisa membuat anak kecil tersenyum.” Ucap yoseob membeuat wajah perempuan itu yang ternyata adalah hae ma memerah.

“kau melihat semuanya? Hahhaa, aku jadi malu.” Sahut hae ma senang.

“hmm, dasar kau.” Yo seob menepuk punggung hae ma. “aku ingin mengajakmu kerumahku, ponselmu kemana?”

“ahh, mian ponselku tertinggal. Kajja!” ajak hae ma melangkah lebih cepat daripada yoseob.

“yaa~~ tunggu.” Yoseob sedikit berlari mengejar hae ma.

*

Dikamar yang serba coklat, hae ma sedang asik duduk didepan komputer dikamar milik yoseob. Sementara yoseob baru datang setelah membersihkan badannya. Hae ma terlihat tidak menyadari kedatangan yo seob, ia masih asik membuka akun me2daynya.

“hae ma! Boleh aku bertanya sedikit?” yoseob menarik kursi lain lalu duduk disebelah hae ma. Hae ma mengangguk namun matanya masih menatap kelayar komputer. “selama 2 tahun kita kuliah, yang aku tahu kau hanya dekat denganku, apa kau tidak punya teman lain? Hah?”

“ahhh, kau kira gampang mencari teman? Lagipula kau kan sahabatku, tidak ada salahnya kan jika kita dekat. Memangnya ada yang tidak menyukai kedekatan kita?” sahut hae ma santai.

“bukan, ahh, lupakan. Aku tahu kau sulit mencari teman bahkan pacar.” Sahut yoseob ikut memperhatikan layar komputer.

“satu sahabat sudah cukup untukku.” Ucap hae ma tersenyum menatap yoseob santai.

“kalau kau disuruh memilih antara cinta dan sahabat, apa yang akan kau pilih?” tanya yoseob menatap serius hae ma.

“sahabat, kau?” jawab hae ma mantap.

“cinta.” Sahut yoseob cepat.

“jadi, jika kau disuruh memilih antara aku atau kekasihmu nanti, kau akan memilih kekasihmu?” tanya hae ma mematikan komputernya.

“tidak, aku akan memilih kau.” Jawab yoseob menatap wajah hae ma yang bingung.

“kau bilang kau lebih memilih cinta.” Ucap hae ma kesal.

“karena aku mencintaimu.” Ucapan yoseob membuat hae ma terdiam menatapnya. Ia tidak pernah berpikir bahwa orang yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMA ini memendam perasaan lebih terhadapnya. “aku mencintaimu hae ma, entah kenapa, tapi aku menemukan sesuatu yang berbeda didalam dirimu.” Ucap yoseob masih menatap mata hae ma. Hae ma tidak bergerak sama sekali namun tatapan matanya ia pindahkan kearah lantai. Yo seob mendekatkan tubuhnya ke tubuh hae ma. Ia meraih dagu hae ma dan mendekatkan kewajahnya.

“aku, harus pulang sekarang.” Hae ma menarik tasnya yang ia letakan diatas tempat tidur.

“hae ma, tunggu sebentar. Aku tahu kau kaget, tapi itu semua perasaanku.” Teriak yoseob mengejar hae ma. Namun hae ma tetap pergi meninggalkan yoseob yang memperhatikan kepergiannya.

*

“baru pulang?” tanya seorang perempuan cantik dari arah ruang tamu memperhatikan jam dinding merah yang menunjukan pukul 8 malam. Hae ma menatap perempuan itu lalu sedikit mengguratkan senyumnya. “kau sakit?”

“tidak eonni, hanya lelah saja. Aku kekamar dulu.” Hae ma berbohong lalu berjalan memasuki kamarnya. Ia meletakan tasnya diatas meja belajar. Hae ma memikirkan kata-kata yoseob yang tadi. Ia memperhatikan keluar jendela sambil memikirkan beberapa perkataan yang pernah diucapkan yoseob.

“aku suka anak-anak...” ucap yoseob saat mereka pertama kali kepanti asuhan untuk kepentingan tugas kampus mereka. Yoseob juga pernah bilang kalau ia menyukai kakak hae ma sehingga hae ma berpikir kalau yoseob tidak mungkin menyukainya. “aku lebih menyukai kakakmu dibanding dirimu, hahaha.” Ucap yoseob saat pertama kali bertemu dengan kakak hae ma.

“ahhh, kenapa dia seperti itu.” Gumam hae ma pelan menutup jendela kamarnya yang terbuka sangat lebar.

*

Tiga hari sudah, hae ma tidak bertemu dengan yoseob. Ia sedang memikirkan sesuatu dan rasanya sangat aneh jika ia bertemu dengan yoseob. Baru kemarin mereka berpapasan, namun hae ma langsung pergi walau yoseob memanggilnya. Yoseob pun berpikir aneh tentang hae ma. Ia merasa bersalah telah menyatakan perasaannya namun bingung bagaimana membicarakannya karena hae ma tidak ingin menemuinya.

*TBC*

September 5, 2011

MY LOVE STILL FOREVER (PART2 OF 2)

“hujan datang lagi, aku mungkin tidak akan bisa melihat musim dingin lagi.....” dujun memperhatikan keluar jendela dibalik kamarnya yang gelap. Malam memang telah larut, tapi matanya sulit untuk ia tutup. Ia memperhatikan foto yang sama seperti foto yang ada dirumah min rae. Guratan senyum tipisnya tertempel dibibirnya. Disebelah foto itu berdiri tempat obat yang isinya tinggal 3 butir. “tidak berguna.” Dujun meminum ketiga obat itu bersamaan. Ia merasakan cairan hangat keluar dari hidungnya. “kenapa harus begini!!!” ia melempar tempat obatnya yang telah kosong kearah jendela. Kacanya pecah. Darah dari hidungnya itu menetes sedikit kelantai. Ia membersihkan darah yang ada dihidungnya lalu mengambil jaketnya dan pergi.

*

“yaa~ bukakan pintu, tugasku belum selesai.” Teriak hye jin ketika mendengar suara pintu yang terketuk. Min rae yang mendengar itu langsung membuka pintu itu.

“ahh dujun-ssi, ada apa? Sekarang sudah hampir jam 12.” Tanya min rae yang antusias.

“apakah hye jin sudah pulang?” tanya dujun yang tidak menanggapi sapaan min rae. Min rae mengangguk lalu memanggil hye jin.

“ada apa?” tanya hye jin yang terlihat kesal karena tugasnya yang terganggu.

“bisa kita bicara sebentar?” tanya dujun mengisyaratkan untuk keluar dari rumah itu. Hye jin menatap min rae sebentar min rae tersenyum tanda memperbolehkan.

*

“ada apa? Kau tahu? Tugasku harus dikumpulkan besok pagi jadi cepatlah.” Pinta hye jin duduk disebuah kursi yang ditutupi atap sehingga hujan tidak membasahi kursi itu.

“tolong buat min rae menjauhiku” jawab dujun pelan. Hye jin menatap dujun bingung.

“kau.. apa maksudmu? Itu tidak mungkin.” Hye jin menggelengkan kepalanya.

“aku tahu itu tidak mungkin, tapi aku mohon bantuanmu, buat min rae menjauh dariku.”

“sebenarnya ada apa? Jika kau tidak menyukai min rae kau bilang padanya, tidak usah menyuruhku seperti ini.” Hye jin sedikit marah pada dujun.

“aku menyukainya.” Hye jin menatap dujun semakin bingung. “tapi semuanya sangat tidak mungkin untuk aku jalani. Aku tidak mau pada akhirnya min rae menyesal telah menyukaiku.”

“aku semakin tidak mengerti apa maksudmu.” Hye jin menggelengkan kepalanya.

“aku sakit. Dan dokter telah memvonis umurku hanya sampai bulan depan.” Dujun menatap hye jin nanar. Hye jin yang kaget hanya menutup mulutnya dan berharap air matanya tidak jatuh.

“tapi, dia sangat menyukaimu dujun, semuanya sangat sulit.”

“akan sangat sulit jika ia mengetahui ini semua! Aku tidak ingin melihatnya menangis karenaku.”

“hhhh, ya, kau benar. Dia sangat mudah menangis jika orang yang ia sayangi sakit, dia pernah menangis ketika aku kecelakaan. Saat itu aku merasa bersalah telah membuatnya menangis, terlihat sangat lemah.” Ucap hye jin pelan.

“bantu aku, jebal!” ucap dujun dengan nada memohon. “aku berjanji mulai hari ini aku tidak akan menampakan wajahku dihadapannya.”

“aku yakin itu sangat sulit untukmu.” Ucap hye jin pelan namun dujun tidak menjawab apapun.

“ada apa?” tanya min rae ketika hye jin kembali kerumah mereka. Hye jin menatap nanar min rae lalu menggeleng pelan. Min rae yang tidak mengetahui apa-apa hanya mengerucutkan bibirnya.

*

“apa obatnya sudah habis? Kelihatannya kau tidak meminum obatnya, kesehatanmu menurun lagi.” Seorang dokter menulis sesuatu diatas mejanya sementara dujun hanya diam disebuah ruangan disebuah rumah sakit. Dujun hanya diam menatap kearah dokternya itu. “maafkan aku dujun, sudah tidak ada harapan lagi, kankermu sudah menyebar hampir keseluruh otak bagian belakangmu. Hanya kegigihanmu yang membuatmu bisa hidup sampai sekarang.” Suara dokter mulai terdengar berat.

“aku tahu dok, aku sudah siap jika hasil terburuk menghampiriku.” Sahut dujun pelan memperhatikan keluar jendela.

“tapi kau butuh obat lagi, biar aku tuliskan resepnya.” Dokter itu mengambil pulpen dari tempatnya yang berbentuk bulat.

“tidak usah dok, semuanya sia-sia.” Ucap dujun pergi meninggalkan tempat itu.

*

Disebuah tempat berjejernya pertokoan, min rae asik memperhatikan sebuah jam tangan yang terpampang jelas dari lemari kaca yang langsung tersorot keluar toko jam tersebut. Setelah berpikir sejenak, min rae membuka pintu toko itu.

“yaa~ mau apa kau kesana?” teriak hye jin yang membawa sebuah es krim. Min rae tersenyum tersipu lalu menutup kembali pintu toko itu.

“besok kan dujun ulangtahun, aku ingin memberikannya hadiah.” Jawab min rae sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“tidak usah.” Sahut hye jin cepat menarik lengan min rae.

“weiyo?? Sudah lama berteman masa tidak memberi kado saat ulangtahun.” Tanya min rae melepaskan lengannya. Hye jin diam sejenak, ia sedikit tidak tega mendengar perkataan min rae.

“baiklah, pergilah, aku menghabiskan es krimku dulu disini.” Ucap hye jin pelan. Ia tidak punya alasan untuk menghalangi min rae. “sudah? Cepat sekali?” tanya hye jin seketika min rae keluar dari toko itu.

“ternyata harganya tidak terllau mahal, makanya aku tidak menawarnya.” Jawab min rae tersenyum meletakan sekotak jam tangan itu kedalam tasnya.

“aku pikir, kau dan dujun harus perlahan menjauh.” Ucap hye jin pelan disela mereka berjalan melewati deretan pertokoan itu.

“kenapa? Ada yang salah?” tanya min rae dengan nada tidak suka.

“ah, bukan bukan, akhir akhir ini kalian jarang bersama, bahkan hampir tidak pernah, mungkin dujun sedang menyukai perempuan lain.” Jawab hye jin asal.

“ishh, kau ini.....” min rae menghentikan perkataannya ketika melihat seorang yang tersungkur dihadapan mereka. “dujun!” min rae langsung berlari ketika melihat dujun yang hidungnya kembali mengeluarkan darah. Hye jin yan gjuga kaget langsung ikut menghampiri dujun.

“dujun-ah, kau kenapa?? Hidungmu berdarah. Kau sakit?” tanya min rae dengan nada berat. Matanya menatap dujun nanar. Min rae hendak menangis.

“aku tidak apa-apa.” Jawab dujun sedikit terbata.

“jangan berbohong!! Tapi darahnya terus keluar.” Teriak min rae yang tak sanggup menahan air matanya. Hye jin yang dari tadi diam mengeluarkan tisu dari dalam tasnya dan membersihkan darah yang keluar.

“jangan menangis!” dujun berusaha berdiri. “aku tidak suka melihat kau menangis. Sudah kubilangkan aku tidak apa-apa.” Ucap dujun membersihkan hidungnya yang sudah bersih. Min rae menatapnya aneh lalu meghapus air matanya. Tanpa bicara dujun pergi meninggalkan mereka.

“wae? Kenapa dia seperti itu?” isak min rae pelan.

“sudahlah, ayo kita pulang.” Ajak hye jin berusaha tersenyum menghibur temannya itu.

*

Hari ini tepat tanggal 4, min rae yang sudah tidak ada pelajaran dikampusnya mencari dujun. Ia menemukan dujun ditaman belakang kampusnya. Dujun terlihat sedang membaca sebuah novel.

“anyeong!” sapa min rae duduk disebelah dujun. Dujun tidak membalasnya sama sekali. “kau mau kerumahku?” tanya min rae, namun dujun tidak meresponnya lagi. “ayo!” min rae menarik tangan dujun memaksa dujun untuk pergi.

“yaa! Apa yang kau lakukan?” tanya dujun dengan wajah kesalnya.

“ikut saja, biar aku yang menyetir sepedanya.” Jawab min rae satai mengeluarkan sepeda dari tempat parkirnya. “naik, cepatlah sudah mendung pasti akan turun hujan lagi.” Min rae menyuruh dujun duduk dibelakangnya. Dujun hanya diam. “cepat!” min rae mendorong dujun lalu melaju sepedanya dengan sangat cepat.

*

“saengil chukae!!” ucap min rae pelan memberikan sebuah kotak kecil berwarna emas disertai pita kepada dujun yang duduk dihadapannya. Dujun menatap min rae bingung. Min rae hanya tersenyum senang. Ia mengambil sebuah cake diatas meja belajarnya itu lalu menyalakan lilin yang sudah berdiri diatasnya. “tiup lilinnya.” Pinta min rae. “aku harap kau selalu sehat dan aku, kau dan hye jin akan selalu bersama.” Ucapan min rae membuat hati dujun bergetar. Ia mengambil cake itu, meniup lilinnya lalu meletakannya diatas meja kembali. Dujun menatap mata min rae. Ia langsung memeluknya. Min rae yang kaget hanya bisa didam didekapan dujun. Namun perlahan senyumnya tergurat ketika dujun melepaskan pelukannya lalu memandang wajahnya. Wajah min rae semakin memerah melihat tatapan dujun yang semakin dekat sementara bibirnya menyentuh bibir min rae. Hye jin yang baru saja datang melihat itu semua, matanya menjadi basah ketika ia mengingat apa yang tidak min rae ketahui.

“jangan pernah menangis karenaku lagi yaa, menangislah karena dirimu, orang tuamu dan sahabatmu, hye jin. Merekalah yang selalu mendukungmu tapi aku, aku adalah setitik debu yang bersamamu akhir akhir ini.” Ucap dujun pelan mengusap pipi min rae yang hangat. Min rae hanya tersenyum mendengar itu tanpa tahu maksud dari perkataan dujun.

*

Akhir-akhir ini hujan selalu turun, baik siang ataupun malam. Tugas kampus pun berkurang seiring pergantian bulan. Semenjak ulangtahun dujun satu bulan yang lalu, min rae sudah jarang bertemu dengan dujun. Bahkan hampir tidak sama sekali. Bukan karena min rae atau dujun yang menjauh, tapi hye jin lah yang membuat min rae sibuk. Tujuannya adalah kesepakatan antara hye jin dan dujun pada malam hujan tersebut. Min rae yang sampai sekarang belum tahu tentang penyakit dujun hanya mengikuti perintah hye jin saja.

“ahh, sudah lama tidak melihat dujun, kemana dia?” gumam min rae keluar dari ruang kelasnya sambil membuka ponselnya. Ia melihat pesan dari hye jin yang mengajaknya bertemu. Dengan langkah cepat, min rae pergi ketempat yang sudah dijanjikan hye jin.

*

“ada apa? Oh iya, kau tahu dimana dujun?” tanya min rae duduk didepan hye jin yang terlihat tidak terlalu antusias ketika min rae duduk dihadapannya.

“hhhh, sudah seharusnya kau tahu sekarang.” Ucap hye jin pelan menatap titik hujan yang membasahi kaca cafe yang mereka datangi. Min rae menatap hye jin bingung. “dujun, sudah dirumah sakit sejak 3 hari yang lalu, dia.. dia sakit, kanker otak menyerang tubuhnya.” Cerita hye jin pelan. Min rae benar benar kaget saat itu, matanya memerah hendak menangis namun tertahan.

“kau... kau tahu sejak kapan? Kenapa kau tidak menceritakan itu padaku?” tanya min rae dengan nada marah. Matanya semakin memerah.

“maafkan aku, saat hujan itu, dujun menceritakan semuanya padaku, bahkan dujun bilang dia menyukaimu, tapi dia tak sanggup karena umurnya telah divonis dokter hanya sebentar. Aku juga tidak tega, aku tidak ingin melihat kau sedih lagi, min rae.” Ucap hye jin yang terlihat ingin ikut menangis.

“dimana...dimana rumah sakitnya?? Ayo kita kesana sekarang.” Pinta min rae menghapus air matanya yang sudah jatuh. Hye jin hanya diam lalu pergi meninggalkan cafe itu diikuti min rae.

*

Mereka berdua sampai disebuah rumah sakit. Terlihat sangat sepi namun tidak termasuk dilorong lantai 5 dekat kamar 114. Beberapa orang duduk dikursi tunggu sambil menunduk. Min rae kebingungan melihat situasi yang mengingatkan ia pada kejadian ketika ayah dan ibunya meninggal terlalap api. “tidak, tidak mungkin” hatinya terus mengeluarkan kata kata itu. Sesekali ia melangkah pelan namun hye jin menahan tangannya.

“ingat kata kata terakhir yang diucapkan dujun.” Ucap hye jin pelan menatap mata sahabatnya nanar. Min rae mengingat sesuatu, kata kata terakhir dujun saat hari ulangtahunnya.

“ini tidak benar.” Min rae sedikit berlari kedepan kamar 114 itu. Hye jin menghampirinya berharap min rae tidak histeris ketika sesuatu yg buruk terjadi.

Seorang dokter keluar menghampiri seorang wanita paruh baya, wajahnya muram kata-kata yang tidak diinginkan min rae keluar dari mulut dokter tersebut. Seketika ibu dujun itu histeris. Lutut min rae seketika lemar, namun tangan hye jin memapah punggungnya agar min rae tidak terjatuh.

Beberapa lama min rae diam didepan pintu kamar itu, beberapa orang menyiapkan pemakaman dujun, ibu dujun pingsan hingga ia harus dibawa keruang gawat darurat. Hye jin masih menatap sedih sahabatnya yang terlihat berusaha tidak menangis.

“hmm, gomawo, selama ini telah menemaniku. Tapi, aku masih bingung kenapa kau tidak menceritakannya padaku. Aku akan berusaha, berusaha sekuat tenaga tidak menangis karenamu, aku berusaha, tapi.... itu sulit.” Ucap min rae pelan seketika setetes air matanya membasahi pipinya. “maafkan aku, aku tidak bisa berjanji untuk itu, aku benar-benar menyukaimu dujun-ah.” Min rae berbalik berjalan pelan meninggalkan ruangan itu. Ia berusaha bisa menopang dirinya sendiri walau sulit.

*

“aku sayang kedua orangtuaku, hye jin, dan yoon dujun J selamanya.” Tulisan itu berjajar rapi bersama foto foto dicermin kamar min rae.

*END*

MY LOVE STILL FOREVER (PART1 OF 2)

Bulan purnama bersinar terang dilangit musim gugur yang gelap. Jam menunjukan pukul 10 malam. Didalam sebuah rumah yang kecil dua orang manusia sedang sibuk dengan tugasnya masing masing diatas meja persegi panjang yang dipenuhi buku buku dan sebungkus makanan kecil yang sudah tidak penuh lagi. Seorang lelaki masih sibuk dengan bukunya sementara si perempuan sedang asik memandangi lelaki itu. Matanya terus menari memandangi wajah tampan si lelaki. Bibirnya mengernyitkan senyuman yang terlihat sangat manis. Lelaki itu memandangi perempuan itu sejenak lalu kembali fokus pada bukunya.

“kapan hye jin pulang?” tanya lelaki yang bernama dujun itu. Seketika lamunan perempuan yang bernama jung min rae itu buyar.

“kenapa kau menanyakannya?” min rae mengerucutkan bibirnya lalu mengambil buku yang tertutup diatas meja.

“agar kau tidak memandangiku seperti itu terus.” Jawab dujun tersenyum sebentar. Ketampanannya tidak pudar sama sekali.

“hhh.” Min rae menghela napas panjang. “aku lelah, mungkin sebentar lagi hye jin pulang.”

“sudah malam juga, aku harus pulang.” Dujun membereskan semua bukunya dan memasukannya kedalam tas birunya. Wajah min rae sekilas tersirat ketidak inginannya agar dujun pulang. Namun suara pintu terbuka terdengar tanda hye jin pulang.

“kau sudah pulang?” ucap min rae antusias menyambut sahabatnya itu.

“hmm, ini untukmu.” Hye jin memberikan sebungkus coklat kesukaan min rae. Dujun tersenyum lalu pamit untuk pulang.

*

Matahari kembali datang, tidak secerah biasanya. Angin juga berhembus cukup kencang membelai rambut min rae yang tergerai. Ia duduk diatas sepeda yang melaju tidak terlalu cepat. wajah senangnya tergambar jelas. Tangannya terus memeluk dujun yang mengendarai sepeda itu. Dengan perlahan min rae meletakan kepalanya di punggung dujun.

“kau tidak malu jika pulang denganku?” tanya dujun membiarkan kepala min rae dipunggungnya.

“kenapa harus malu, kita kan teman.” Jawab min rae dengan nada senang.

“tidak bosan? Sejak sma kan kau selalu pulang pergi denganku.” Dujun memelankan sepedanya ketika sampai diperempatan jalan.

“kita akan selalu bersama, kita kan teman sejak sma.” Jawab min rae tetap pada pendiriannya.

“jangan selalu mengharapkan kita selalu bersama.” Ucapan dujun membuat min rae berpikir sejenak.

“apa maksudmu? Aku tidak mengerti.” Min rae mengernyitkan dahinya dan meletakan telunjuknya didepan bibirnya.

“akhir akhir ini aku ada banyak tugas, lagipula minggu ini adalah minggu yang paling sibuk untuk kita kan. Jadi jika nanti aku tidak bisa pulang denganmu, kau bisa pulang sendiri kan?” ucap dujun ketika sampai didepan rumah kecil yang ditempati min rae. Min rae mengangguk tanda mengerti. Tanpa bicara, ia melambaikan tangannya ketika dujun mengayuh sepedanya meninggalkan rumahnya.

*

“oh iya, besok aku ingin pulang kerumah, ayahku sakit. Jadi selama 3 hari aku tinggal disana. Kau tidak apa-apa?” tanya hye jin yang terlentang disebelah min rae sambil memeluk sebuah boneka anjing dengan bulu coklatnya.

“ehmm, memangnya ayahmu sakit apa?” min rae berbalik bertanya sambil menggaruk keningnya yang baru saja dihinggapi nyamuk.

“jantungnya semakin tidak terkendali akhir akhir ini, kau mau ikut?” jawab hye jin menerawang kelangit langit kamarnya.

“tidak, kau pergilah. Aku tidak apa-apa sendiri disini. Asal kau kembali lagi.” Ucap min rae tersenyum menatap hye jin senang.

“baiklah, sepulang dari sana aku akan membawakan coklat yang banyak untukmu. Aku janji.” Sahut hye jin sumringah.

*

Keesokan malamnya, hye jin pamit pada min rae untuk pergi mengunjungi ayahnya. Dengan senyum diwajahnya, min rae melepaskan hye jin untuk pergi. Tidak lama sebelum min rae masuk kedalam rumahnya, dujun datang menghampirinya.

“hai~ kenapa kesini?” tanya min rae terlihat antusias.

“kita kan harus belajar bersama malam ini, hari ini kan hari rabu.” Jawab dujun langsung masuk kedalam rumah itu sebelum min rae menyuruhnya.

Dengan rasa kantuk yang menyerang tubuh min rae, ia berusaha mendengarkan perkataan demi perkataan dujun. Namun matanya tetap tidak bisa menahan rasa kantuknya hingga ia tertidur diatas meja.

“ahh anak ini.” Gumam dujun menutup bukunya lalu menatap min rae dalam. Ia tersenyum memperhatikan wajah lelah min rae. Dengan pelan, dujun mengambil selimut yang berada di atas tempat tidur min rae lalu menyelimuti punggung min rae.

Dujun memperhatikan kamar itu, tidak banyak foto hye jin namun bertumpuk foto min rae. Termasuk foto min rae dengannya dimasa SMA dulu. Dujun memperhatikan dengan seksama didepan cermin yang dipinggirnya tertempel bertumpuk foto. Ada satu foto yang membuat dujun terdiam memperhatikannya. Foto min rae dengan sepasang manusia yang terlihat seperti kedua orang tua min rae. Dikepalanya, terkumpul pertanyaan dimana mereka sekarang, kenapa dari sma minrae hanya tinggal dengan hye jin. Namun pertanyaan itu dujun simpan ketika ia melihat sebuah kertas yang bertuliskan, “aku sayang hye jin!! Dan sayang lelaki itu. J” tulisan itu membuat dujun sedikit mengguratkan senyumnya.

*

“dujun-ah.” Min rae berteriak menghampiri dujun yang sedang mencari sesuatu dilokernya. Min rae terlihat sedang membawa banyak buku dilengannya, hampir saja ia terpleset ketika berlari menghampiri dujun.

“bisa tidak berteriak dan berlari??” tanya dujun masih sibuk mencari sesuatu. Min rae memperhatikannya dengan nada bingung. Namun langsung tersenyum ketika melihat dujun menemukan barang yang ia cari. “ada apa?” dujun menutup lokernya.

“apa kau menyukaiku? Aku menyukaimu.” Tanya min rae dengan nada seperti biasa ia berbicara pada dujun.

“aku menyukaimu.” Jawab dujun santai. Wajah min rae berbinar. “menyukaimu sebagai teman.” Wajah min rae langsung berubah seketika. “memangnya kenapa kau bertanya seperti itu?” tanya dujun berjalan menuju tempat sepedanya bersandar. Min rae mendongak memperhatikan langit yang mulai gelap lalu berlari menghampiri dujun dan langsung duduk dibelakang dujun.

Dujun mengayuh sepedanya sedikit lambat sementara min rae menengadahkan tangannya. Titik-titik hujan membasuh telapak tangannya hingga tangan dan badannya basah.

“sepertinya kita harus berteduh disana.” Ucap min rae menunjuk sebuah supermarket yang ramai dengan orang orang yang berteduh. Dujun memearkirkan sepedanya ditempat parkir depan supermarket tersebut lalu berdiri disebelah min rae yang sudah berteduh dari tadi. Min rae memperhatikan tubuh dujun yang basah lalu tersenyum.

“kenapa tersenyum?” tanya dujun bingung.

“aku lupa.” Jawab min rae mencari sesuatu didalam tasnya. “aku bawa ini.” Ia mengeluarkan sebuah payung dari dalam tasnya.

“kenapa kau tidak keluarkan dari tadi?” tanya dujun dengan nada sedikit kesal. Min rae hanya tersenyum membalasnya. Tanpa bicara, dujun masuk kedalam supermarket membuat hati min rae sedikit bertanya tanya. Tidak lama, dujun kembali keluar lalu merebut payung yang ada ditangan min rae dan membukanya. “kau mau pulang tidak?” ajak dujun cepat. min rae menghampirinya dengan sedikit lalu berjalan sedikit mendekat kearah dujun.

“tapi sepedamu?” tanya min rae cepat.

“lihat, kau masih terkena hujan.” Dujun menarik pundak min rae mendekatinya. “tadi aku menitipkan sepedaku kepada pemilik supermarket, besok akan aku ambil.” Ucap dujun menceritakan semuanya. Lagi lagi min rae hanya tersenyum tersipu mendengar ucapan dujun.

*

Setelah berjalan menerobos hujan yang cukup deras, min rae sampai dirumahnya masih dengan dujun. Dengan cepat ia mengambil handuk untuk membersihkan rambutnya lalu langsung duduk didepan meja yang biasa ia pakai untuk belajar. Dujun pun langsung menyusul duduk disebelah min rae setelah menerima segelas coklat hangat dari min rae. Dujun memperhatikan hujan yang semakin deras dari jendela tepat didepan meja belajar itu.

“min rae-ah...” panggil dujun pelan, min rae langsung menatap kearah dujun. “boleh aku bertanya sesuatu padamu?”

“hmm.” Sahut min rae pelan masih membersihkan rambutnya.

“sejak SMA, aku tidak pernah melihat kedua orang tuamu, kemana mereka? Atau mereka tidak tinggal di seoul?” tanya dujun dengan tatapan bingung. Min rae terdiam sebentar.

“ohh, sejak kelas 3 smp, aku sudah ditinggal mereka. Hehe, dulu, aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Kau tahu, dulu aku dan hye jin itu adalah musuh....” min rae mulai menceritakan masa lalunya. “aku selalu bertengkar dengannya, rumahku dan rumahnya bersebelahan lalu appa dan min rae appa juga bersahabat dekat. Namun, karena kami sering mengadakan pertemuan keluarga, akhirnya kami berdua menemukan kesamaan hobi diantara kami. Sejak saat itu kita sangat dekat, terkadang aku menginap dirumah hye jin dan tidur disana atau sebaliknya. Kita banyak bercerita satu sama lain soal apapun. Tapi, malam itu adalah malam yang paling menyedihkan untukku. Malam itu aku dan hye jin baru pulang dari pesta kelulusanku, sesampainya didepan rumah hye jin, aku langsung kaget karena rumahku sudah berubah menjadi abu. Hem, rumahku terbakar. Semua habis, termasuk ayah dan ibuku yang terlelap tidur didalamnya. Aku langsung histeris saat itu, aku tidak bisa menerima semuanya hingga aku tidak sadarkan diri. Ketika aku bangun, aku sudah berada dikamar hye jin dan hye jin ikut menangis memelukku. Setelah kejadian itu.. aku dirawat dikeluarga min bersama dengan hye jin. Namun, aku selalu mengingat kedua orang tuaku ketika melihat reruntuhan abu rumahku, aku berniat untuk pindah dan tinggal sendiri jauh dari rumah itu. Awalnya hye jin tidak mengizinkan, namun akhirnya ia setuju dan ikut denganku tinggal disini.” Min rae menghapus air matanya yang menetes ketika mengingat semuanya. Dujun hanya diam memperhatikan wajah min rae yang terlihat sedih.

“maaf.” Ucap dujun pelan.

“hm, gwencanha, aku yakin appa dan eomma sudah bahagia disana.” Sahut min rae tersenyum menatap dujun.

“lalu, tulisan itu.” Dujun menunjuk kertas yang tertempel didepan cermin. “kalau aku boleh tahu, siapa maksud dari kata ‘lelaki itu’ ?”

“ahhhh, itu yaa... hahahha, itu kau!” jawab min rae tertawa lepas. Dujun menatapnya bingung. “kau kan temanku, jadi aku juga menyayangimu sama seperti aku menyayangi hye jin. Aku tidak mau kehilangan kalian.” Ucap min rae antusias. Dujun sedikit kaget mendengar perkataan terakhir dari min rae. Ia langsung bangkit lalu pergi kekamar mandi.

“aku mau membersihkan diriku dulu,” ucap dujun pelan. Min rae hanya mengangguk membiarkan dujun masuk kekamar mandi. Ia masih membersihkan rambutnya lalu mencari pakaian didalam lemarinya.

Selang 15 menit, dujun keluar dari kamar mandi sambil membersihkan rambutnya. “aku juga ingin mandi.” Min rae masuk kedalam kamar mandi setelah dujun keluar. Dujun melihat pakaiannya yang basah sudah tergantung rapi didepan pintu lemari. Ia berjalan memperhatikan hujan yang semakin besar dan diselingi petir. Lalu dujun mengambil sebuah novel diatas meja dan membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur.

“na...na...nana...” suara nyanyian min rae terdengar ketika ia baru saja keluar dari kamar mandi. Ia meletakan handuknya disebelah kamar mandi. “hhh...” min rae menghela napas panjang lalu membanting tubuhnya keatas tempat tidur. Tangannya tepat jatuh diatas perut dujun. Matanya terbuka lebar ketika ia melihat dujun yang tertidur pulas disebelahnya. Jantung min rae mulai berdegup kencang ketika ia menarik kembali tangannya dari atas perut dujun. Ia memperhatikan wajah dujun yang menurutnya terlihat sangat tampan ketika terlelap. Min rae mengguratkan senyumnya saat pikiranya melaju jauh tentang dujun. Ia mendekatkan wajahnya kewajah dujun.

“kau sedang apa?” tanya dujun membuka matanya membuat min rae tersentak ke belakang.

“kau mengagetkanku.” Sahut min rae yang wajahnya memerah.

“ahh ternyata aku ketiduran.” Gumam dujun pelan. Ia masih mendengar suara rintik hujan dan sesekali petir yang menggelegar. Ia menatap min rae aneh membuat min rae salah tingkah.

“jangan salah paham, ada bulu mata yang terjatuh dipipi kananmu.” Ucap min rae menunjuk pipi dujun. Dujun meraba pipinya dan menemukan bulu mata yang terjatuh.

“hhhh, sepertinya aku tidak mungkin pulang sekarang, tidurlah, aku akan tidur diruang tamu.” Ucap dujun memperhatikan jendela yang basah.

“kau tidak apa-apa? Sangat dingin, hanya ada satu penghangat dirumah ini.” Min rae menunjuk penghangat ruangan di kamarnya. Dujun diam sejenak lalu menarik bantalnya dan tidur disebelah min rae.

“kenapa kau tidur disebelahku?” teriak min rae menarik selimutnya.

“ishh, kau bilang hanya ada penghangat disini.” Ucap dujun memejamkan matanya lalu berusaha terlelap. Min rae yang merasa kalah lagsung menjauh dari dujun dan menghadap tembok. Wajah min rae terlihat memerah dan tersipu malu. Ia merasa senang malam ini.

*

“hari ini tidak bisa pulang bersama, aku ada tugas kelompok yang harus dikerjakan. Mian –dujun-“ sebuah pesan singkat baru saja dibuka min rae ketika ia berjalan keluar kampusnya. Dengan rasa sedikit kesal, min rae berjalan sendiri tanpa teman untuk pulang. Dari ruangan kecil lantai 3 kampusnya, dujun memperhatikan perginya min rae.

*

“min rae-ahhhhh....” suara hye jin mengagetkan lamunan min rae yang sedang berjalan menuju halte bus. Senyum min rae langsung terlihat ketika ia membalikan badannya menghadap hye jin yang menghampirinya.

“kau sudah pulang? Kan baru semalam kau pergi.” Ucap min rae tersenyum memperhatikan hye jin yang juga sangat senang.

“ayahku sudah lebih baik, lagipula besok aku juga ada tugas yang belum aku kumpulkan. Ini.” Hye jin memberikan sekantung coklat dan diterima dengan senyum oleh min rae. “kemana dujun?? Kau tidak pulang dengannya?”

“dia ada tugas hari ini” jawab min rae pelan.

“gwencanha, kau bisa pulang denganku.” Ucap hye jin tersenyum merangkul min rae yang sedikit kesal. “ehmm, bagaimana hubunganmu dengan dujun akhir-akhir ini aku lihat kalian semakin dekat?” tanya hye jin berjalan pelan masih merangkul sahabatnya itu.

“sepertinya dia tidak menyukaiku. Hemm, tapi tidak apa-apa, aku senang karena dia mau menjadi temanku seperti kau yang mau jadi sahabatku.” Jawab min rae tersenyum lagi.

“aku pikir dujun menyukaimu.” Sahut hye jin cepat. min rae langsung menatapnya bingung. “tatapan matanya itu berbeda saat menatapmu.”

“ehmm, aku tidak memperhatikannya. Oh iya, semalam aku tidur dengannya.”

“mwo?? Lalu apa yang terjadi? Kalian berciuman? Sudah kuduga.” Tanya hye jin dengan suara yang cukup keras.

“sssttt, nanti jika sampai rumah aku ceritakan.” Ucap min rae pelan seraya naik kedalam bis yang baru saja datang.

*TBC*