Bulan purnama bersinar terang dilangit musim gugur yang gelap. Jam menunjukan pukul 10 malam. Didalam sebuah rumah yang kecil dua orang manusia sedang sibuk dengan tugasnya masing masing diatas meja persegi panjang yang dipenuhi buku buku dan sebungkus makanan kecil yang sudah tidak penuh lagi. Seorang lelaki masih sibuk dengan bukunya sementara si perempuan sedang asik memandangi lelaki itu. Matanya terus menari memandangi wajah tampan si lelaki. Bibirnya mengernyitkan senyuman yang terlihat sangat manis. Lelaki itu memandangi perempuan itu sejenak lalu kembali fokus pada bukunya.
“kapan hye jin pulang?” tanya lelaki yang bernama dujun itu. Seketika lamunan perempuan yang bernama jung min rae itu buyar.
“kenapa kau menanyakannya?” min rae mengerucutkan bibirnya lalu mengambil buku yang tertutup diatas meja.
“agar kau tidak memandangiku seperti itu terus.” Jawab dujun tersenyum sebentar. Ketampanannya tidak pudar sama sekali.
“hhh.” Min rae menghela napas panjang. “aku lelah, mungkin sebentar lagi hye jin pulang.”
“sudah malam juga, aku harus pulang.” Dujun membereskan semua bukunya dan memasukannya kedalam tas birunya. Wajah min rae sekilas tersirat ketidak inginannya agar dujun pulang. Namun suara pintu terbuka terdengar tanda hye jin pulang.
“kau sudah pulang?” ucap min rae antusias menyambut sahabatnya itu.
“hmm, ini untukmu.” Hye jin memberikan sebungkus coklat kesukaan min rae. Dujun tersenyum lalu pamit untuk pulang.
*
Matahari kembali datang, tidak secerah biasanya. Angin juga berhembus cukup kencang membelai rambut min rae yang tergerai. Ia duduk diatas sepeda yang melaju tidak terlalu cepat. wajah senangnya tergambar jelas. Tangannya terus memeluk dujun yang mengendarai sepeda itu. Dengan perlahan min rae meletakan kepalanya di punggung dujun.
“kau tidak malu jika pulang denganku?” tanya dujun membiarkan kepala min rae dipunggungnya.
“kenapa harus malu, kita kan teman.” Jawab min rae dengan nada senang.
“tidak bosan? Sejak sma kan kau selalu pulang pergi denganku.” Dujun memelankan sepedanya ketika sampai diperempatan jalan.
“kita akan selalu bersama, kita kan teman sejak sma.” Jawab min rae tetap pada pendiriannya.
“jangan selalu mengharapkan kita selalu bersama.” Ucapan dujun membuat min rae berpikir sejenak.
“apa maksudmu? Aku tidak mengerti.” Min rae mengernyitkan dahinya dan meletakan telunjuknya didepan bibirnya.
“akhir akhir ini aku ada banyak tugas, lagipula minggu ini adalah minggu yang paling sibuk untuk kita kan. Jadi jika nanti aku tidak bisa pulang denganmu, kau bisa pulang sendiri kan?” ucap dujun ketika sampai didepan rumah kecil yang ditempati min rae. Min rae mengangguk tanda mengerti. Tanpa bicara, ia melambaikan tangannya ketika dujun mengayuh sepedanya meninggalkan rumahnya.
*
“oh iya, besok aku ingin pulang kerumah, ayahku sakit. Jadi selama 3 hari aku tinggal disana. Kau tidak apa-apa?” tanya hye jin yang terlentang disebelah min rae sambil memeluk sebuah boneka anjing dengan bulu coklatnya.
“ehmm, memangnya ayahmu sakit apa?” min rae berbalik bertanya sambil menggaruk keningnya yang baru saja dihinggapi nyamuk.
“jantungnya semakin tidak terkendali akhir akhir ini, kau mau ikut?” jawab hye jin menerawang kelangit langit kamarnya.
“tidak, kau pergilah. Aku tidak apa-apa sendiri disini. Asal kau kembali lagi.” Ucap min rae tersenyum menatap hye jin senang.
“baiklah, sepulang dari sana aku akan membawakan coklat yang banyak untukmu. Aku janji.” Sahut hye jin sumringah.
*
Keesokan malamnya, hye jin pamit pada min rae untuk pergi mengunjungi ayahnya. Dengan senyum diwajahnya, min rae melepaskan hye jin untuk pergi. Tidak lama sebelum min rae masuk kedalam rumahnya, dujun datang menghampirinya.
“hai~ kenapa kesini?” tanya min rae terlihat antusias.
“kita kan harus belajar bersama malam ini, hari ini kan hari rabu.” Jawab dujun langsung masuk kedalam rumah itu sebelum min rae menyuruhnya.
Dengan rasa kantuk yang menyerang tubuh min rae, ia berusaha mendengarkan perkataan demi perkataan dujun. Namun matanya tetap tidak bisa menahan rasa kantuknya hingga ia tertidur diatas meja.
“ahh anak ini.” Gumam dujun menutup bukunya lalu menatap min rae dalam. Ia tersenyum memperhatikan wajah lelah min rae. Dengan pelan, dujun mengambil selimut yang berada di atas tempat tidur min rae lalu menyelimuti punggung min rae.
Dujun memperhatikan kamar itu, tidak banyak foto hye jin namun bertumpuk foto min rae. Termasuk foto min rae dengannya dimasa SMA dulu. Dujun memperhatikan dengan seksama didepan cermin yang dipinggirnya tertempel bertumpuk foto. Ada satu foto yang membuat dujun terdiam memperhatikannya. Foto min rae dengan sepasang manusia yang terlihat seperti kedua orang tua min rae. Dikepalanya, terkumpul pertanyaan dimana mereka sekarang, kenapa dari sma minrae hanya tinggal dengan hye jin. Namun pertanyaan itu dujun simpan ketika ia melihat sebuah kertas yang bertuliskan, “aku sayang hye jin!! Dan sayang lelaki itu. J” tulisan itu membuat dujun sedikit mengguratkan senyumnya.
*
“dujun-ah.” Min rae berteriak menghampiri dujun yang sedang mencari sesuatu dilokernya. Min rae terlihat sedang membawa banyak buku dilengannya, hampir saja ia terpleset ketika berlari menghampiri dujun.
“bisa tidak berteriak dan berlari??” tanya dujun masih sibuk mencari sesuatu. Min rae memperhatikannya dengan nada bingung. Namun langsung tersenyum ketika melihat dujun menemukan barang yang ia cari. “ada apa?” dujun menutup lokernya.
“apa kau menyukaiku? Aku menyukaimu.” Tanya min rae dengan nada seperti biasa ia berbicara pada dujun.
“aku menyukaimu.” Jawab dujun santai. Wajah min rae berbinar. “menyukaimu sebagai teman.” Wajah min rae langsung berubah seketika. “memangnya kenapa kau bertanya seperti itu?” tanya dujun berjalan menuju tempat sepedanya bersandar. Min rae mendongak memperhatikan langit yang mulai gelap lalu berlari menghampiri dujun dan langsung duduk dibelakang dujun.
Dujun mengayuh sepedanya sedikit lambat sementara min rae menengadahkan tangannya. Titik-titik hujan membasuh telapak tangannya hingga tangan dan badannya basah.
“sepertinya kita harus berteduh disana.” Ucap min rae menunjuk sebuah supermarket yang ramai dengan orang orang yang berteduh. Dujun memearkirkan sepedanya ditempat parkir depan supermarket tersebut lalu berdiri disebelah min rae yang sudah berteduh dari tadi. Min rae memperhatikan tubuh dujun yang basah lalu tersenyum.
“kenapa tersenyum?” tanya dujun bingung.
“aku lupa.” Jawab min rae mencari sesuatu didalam tasnya. “aku bawa ini.” Ia mengeluarkan sebuah payung dari dalam tasnya.
“kenapa kau tidak keluarkan dari tadi?” tanya dujun dengan nada sedikit kesal. Min rae hanya tersenyum membalasnya. Tanpa bicara, dujun masuk kedalam supermarket membuat hati min rae sedikit bertanya tanya. Tidak lama, dujun kembali keluar lalu merebut payung yang ada ditangan min rae dan membukanya. “kau mau pulang tidak?” ajak dujun cepat. min rae menghampirinya dengan sedikit lalu berjalan sedikit mendekat kearah dujun.
“tapi sepedamu?” tanya min rae cepat.
“lihat, kau masih terkena hujan.” Dujun menarik pundak min rae mendekatinya. “tadi aku menitipkan sepedaku kepada pemilik supermarket, besok akan aku ambil.” Ucap dujun menceritakan semuanya. Lagi lagi min rae hanya tersenyum tersipu mendengar ucapan dujun.
*
Setelah berjalan menerobos hujan yang cukup deras, min rae sampai dirumahnya masih dengan dujun. Dengan cepat ia mengambil handuk untuk membersihkan rambutnya lalu langsung duduk didepan meja yang biasa ia pakai untuk belajar. Dujun pun langsung menyusul duduk disebelah min rae setelah menerima segelas coklat hangat dari min rae. Dujun memperhatikan hujan yang semakin deras dari jendela tepat didepan meja belajar itu.
“min rae-ah...” panggil dujun pelan, min rae langsung menatap kearah dujun. “boleh aku bertanya sesuatu padamu?”
“hmm.” Sahut min rae pelan masih membersihkan rambutnya.
“sejak SMA, aku tidak pernah melihat kedua orang tuamu, kemana mereka? Atau mereka tidak tinggal di seoul?” tanya dujun dengan tatapan bingung. Min rae terdiam sebentar.
“ohh, sejak kelas 3 smp, aku sudah ditinggal mereka. Hehe, dulu, aku tinggal bersama kedua orang tuaku. Kau tahu, dulu aku dan hye jin itu adalah musuh....” min rae mulai menceritakan masa lalunya. “aku selalu bertengkar dengannya, rumahku dan rumahnya bersebelahan lalu appa dan min rae appa juga bersahabat dekat. Namun, karena kami sering mengadakan pertemuan keluarga, akhirnya kami berdua menemukan kesamaan hobi diantara kami. Sejak saat itu kita sangat dekat, terkadang aku menginap dirumah hye jin dan tidur disana atau sebaliknya. Kita banyak bercerita satu sama lain soal apapun. Tapi, malam itu adalah malam yang paling menyedihkan untukku. Malam itu aku dan hye jin baru pulang dari pesta kelulusanku, sesampainya didepan rumah hye jin, aku langsung kaget karena rumahku sudah berubah menjadi abu. Hem, rumahku terbakar. Semua habis, termasuk ayah dan ibuku yang terlelap tidur didalamnya. Aku langsung histeris saat itu, aku tidak bisa menerima semuanya hingga aku tidak sadarkan diri. Ketika aku bangun, aku sudah berada dikamar hye jin dan hye jin ikut menangis memelukku. Setelah kejadian itu.. aku dirawat dikeluarga min bersama dengan hye jin. Namun, aku selalu mengingat kedua orang tuaku ketika melihat reruntuhan abu rumahku, aku berniat untuk pindah dan tinggal sendiri jauh dari rumah itu. Awalnya hye jin tidak mengizinkan, namun akhirnya ia setuju dan ikut denganku tinggal disini.” Min rae menghapus air matanya yang menetes ketika mengingat semuanya. Dujun hanya diam memperhatikan wajah min rae yang terlihat sedih.
“maaf.” Ucap dujun pelan.
“hm, gwencanha, aku yakin appa dan eomma sudah bahagia disana.” Sahut min rae tersenyum menatap dujun.
“lalu, tulisan itu.” Dujun menunjuk kertas yang tertempel didepan cermin. “kalau aku boleh tahu, siapa maksud dari kata ‘lelaki itu’ ?”
“ahhhh, itu yaa... hahahha, itu kau!” jawab min rae tertawa lepas. Dujun menatapnya bingung. “kau kan temanku, jadi aku juga menyayangimu sama seperti aku menyayangi hye jin. Aku tidak mau kehilangan kalian.” Ucap min rae antusias. Dujun sedikit kaget mendengar perkataan terakhir dari min rae. Ia langsung bangkit lalu pergi kekamar mandi.
“aku mau membersihkan diriku dulu,” ucap dujun pelan. Min rae hanya mengangguk membiarkan dujun masuk kekamar mandi. Ia masih membersihkan rambutnya lalu mencari pakaian didalam lemarinya.
Selang 15 menit, dujun keluar dari kamar mandi sambil membersihkan rambutnya. “aku juga ingin mandi.” Min rae masuk kedalam kamar mandi setelah dujun keluar. Dujun melihat pakaiannya yang basah sudah tergantung rapi didepan pintu lemari. Ia berjalan memperhatikan hujan yang semakin besar dan diselingi petir. Lalu dujun mengambil sebuah novel diatas meja dan membaringkan tubuhnya diatas tempat tidur.
“na...na...nana...” suara nyanyian min rae terdengar ketika ia baru saja keluar dari kamar mandi. Ia meletakan handuknya disebelah kamar mandi. “hhh...” min rae menghela napas panjang lalu membanting tubuhnya keatas tempat tidur. Tangannya tepat jatuh diatas perut dujun. Matanya terbuka lebar ketika ia melihat dujun yang tertidur pulas disebelahnya. Jantung min rae mulai berdegup kencang ketika ia menarik kembali tangannya dari atas perut dujun. Ia memperhatikan wajah dujun yang menurutnya terlihat sangat tampan ketika terlelap. Min rae mengguratkan senyumnya saat pikiranya melaju jauh tentang dujun. Ia mendekatkan wajahnya kewajah dujun.
“kau sedang apa?” tanya dujun membuka matanya membuat min rae tersentak ke belakang.
“kau mengagetkanku.” Sahut min rae yang wajahnya memerah.
“ahh ternyata aku ketiduran.” Gumam dujun pelan. Ia masih mendengar suara rintik hujan dan sesekali petir yang menggelegar. Ia menatap min rae aneh membuat min rae salah tingkah.
“jangan salah paham, ada bulu mata yang terjatuh dipipi kananmu.” Ucap min rae menunjuk pipi dujun. Dujun meraba pipinya dan menemukan bulu mata yang terjatuh.
“hhhh, sepertinya aku tidak mungkin pulang sekarang, tidurlah, aku akan tidur diruang tamu.” Ucap dujun memperhatikan jendela yang basah.
“kau tidak apa-apa? Sangat dingin, hanya ada satu penghangat dirumah ini.” Min rae menunjuk penghangat ruangan di kamarnya. Dujun diam sejenak lalu menarik bantalnya dan tidur disebelah min rae.
“kenapa kau tidur disebelahku?” teriak min rae menarik selimutnya.
“ishh, kau bilang hanya ada penghangat disini.” Ucap dujun memejamkan matanya lalu berusaha terlelap. Min rae yang merasa kalah lagsung menjauh dari dujun dan menghadap tembok. Wajah min rae terlihat memerah dan tersipu malu. Ia merasa senang malam ini.
*
“hari ini tidak bisa pulang bersama, aku ada tugas kelompok yang harus dikerjakan. Mian –dujun-“ sebuah pesan singkat baru saja dibuka min rae ketika ia berjalan keluar kampusnya. Dengan rasa sedikit kesal, min rae berjalan sendiri tanpa teman untuk pulang. Dari ruangan kecil lantai 3 kampusnya, dujun memperhatikan perginya min rae.
*
“min rae-ahhhhh....” suara hye jin mengagetkan lamunan min rae yang sedang berjalan menuju halte bus. Senyum min rae langsung terlihat ketika ia membalikan badannya menghadap hye jin yang menghampirinya.
“kau sudah pulang? Kan baru semalam kau pergi.” Ucap min rae tersenyum memperhatikan hye jin yang juga sangat senang.
“ayahku sudah lebih baik, lagipula besok aku juga ada tugas yang belum aku kumpulkan. Ini.” Hye jin memberikan sekantung coklat dan diterima dengan senyum oleh min rae. “kemana dujun?? Kau tidak pulang dengannya?”
“dia ada tugas hari ini” jawab min rae pelan.
“gwencanha, kau bisa pulang denganku.” Ucap hye jin tersenyum merangkul min rae yang sedikit kesal. “ehmm, bagaimana hubunganmu dengan dujun akhir-akhir ini aku lihat kalian semakin dekat?” tanya hye jin berjalan pelan masih merangkul sahabatnya itu.
“sepertinya dia tidak menyukaiku. Hemm, tapi tidak apa-apa, aku senang karena dia mau menjadi temanku seperti kau yang mau jadi sahabatku.” Jawab min rae tersenyum lagi.
“aku pikir dujun menyukaimu.” Sahut hye jin cepat. min rae langsung menatapnya bingung. “tatapan matanya itu berbeda saat menatapmu.”
“ehmm, aku tidak memperhatikannya. Oh iya, semalam aku tidur dengannya.”
“mwo?? Lalu apa yang terjadi? Kalian berciuman? Sudah kuduga.” Tanya hye jin dengan suara yang cukup keras.
“sssttt, nanti jika sampai rumah aku ceritakan.” Ucap min rae pelan seraya naik kedalam bis yang baru saja datang.
*TBC*