cast:
INFINITE sunggyu as himself
my
friend (vhanni) as kim yoo ra
Happy reading
all!!!! J
Aku tidak berniat beranjak dari tempat
ini. Mataku masih memperhatikan orang yang berlalu lalang melewati lampu-lampu
indah yang menghiasi pusat kota ini. Segelas moccacino yang berdiri disebelahku
berubah suhunya mengikuti suhu udara malam ini. Asapnya menghilang digantikan
asap napasku yang beradu dengan hawa dingin ini.
Tempat ini membuatku nyaman setidaknya
untuk menyegarkan kembali perasaan hatiku. Mataku masih memperhatikan setiap
orang yang lewat didepanku. Setiap malam, aku memang selalu duduk dikursi ini
menanti seseorang keluar dari sebuah
hotel dihadapanku. Seseorang yang membuatku sedikit bertahan untuk
menerima semua jalan kehidupan.
Aku melihatnya, lelaki yang menggunakan
setelan jas keluar dari sebuah pintu hotel yang cukup jauh dari tempatku duduk.
Lelaki itu masih sama seperti 3 tahun lalu. Wajahnya, bentuk bibirnya, dan cara
berjalannya tidak ada yang berubah. Aku tersenyum memperhatikannya dari
kejauhan, berharap ia melihat dan membalas senyumanku. Tapi tidak mungkin,
sejak 3 tahun lalu hal itu tidak pernah terjadi dan mungkin tidak akan pernah
terjadi.
“sunggyu-yaa..” suara perempuan terdengar
ditelingaku. Aku mengalihkan pandanganku ke seorang yang berdiri tepat
disamping kursi tempatku duduk. Perempuan itu menatapku. “kim yoo ra.” Panggilnya
antusias. Aku mengguratkan senyumku kepada sahabatku ketika aku masih duduk
dibangku SMA. Seketika sunggyu, lelaki yang dari tadi aku perhatikan
menghampiri perempuan ini. Mengecup keningnya lalu memeluknya. Perasaan ini
muncul lagi. Perasaan hancur dan sakit menjadi satu didada ini.
Aku bangkit, mencoba berjalan meninggalkan
mereka tanpa satu katapun.
“yoora, kau tidak ingin pulang dengan
kami?” perempuan itu memanggilku yang sudah berdiri dan berjalan meninggalkan
mereka. Aku membalikan badanku tersenyum dan sedikit menggeleng. Aku menatap
kearah sunggyu yang menatapku namun tidak ada guratan senyum diwajahnya.
*
Sepanjang malam, aku hanya duduk didepan
layar komputerku. Mencoba mengetikan kata-kata sampah dan berusaha melupakan
kejadian didalam seluruh hidupku.
“mana uang yang kemarin? Kau belum
memberikannya padaku.” Ayahku membuka pintu kamarku dan menatapku sinis. Bau
alkohol langsung menyeruak dikamarku.
“besok baru aku ambil.” Ucapku memunguti
kertas yang baru saja diprint.
“kau itu bodoh? Aku butuh uangnya
sekarang! Dasar anak tidak bisa diandalkan! Aku menyesal mempunyai anak
sepertimu!” suara ayahku meninggi diikuti siara bantingan pintu kamarku. Yaa,
bahkan ayahku pun tidak mau menganggap aku sebagai anaknya. Hidupku hanya
dipenuhi dengan ejekan, gunjingan, dan tatapan sinis orang orang yang
melihatku. Aku sudah terbiasa hidup seperti ini tanpa bantuan dari siapapun dan
tanpa orang orang yang mencintaiku.
*
Pagi ini, seperti biasa, aku harus pergi
mengirimkan smeua cerita-cerita aneh yang aku buat beberapa hari yang lalu.
Berjalan melewati pertokoan, memasuki kantor pos, penerbit, dan majalah aku
lalui tanpa bantuan orang lain. Hingga sore tiba pun aku masih harus
mengirimkan seluruh ceritaku.
Tapi berbeda dengan hari ini, seluruh
kertas kertas ceritaku masih ada digenggaman tanganku. Semua yang aku sambangi
menolaknya dengan alasan ceritaku sudah tidak laku atau apalah alasan
orang-orang menolaknya. Aku masih berjalan membawa setumpuk kertas dan
membiarkan perutku kelaparan.
“biar kubantu.” Suara itu terdengar ketika
aku hampir saja terjatuh ketika berjalan ditrotoar yang sangat ramai. Sunggyu
berdiri dihadapanku sambil memegangi beberapa kertas yang hampir terjatuh.
“aku bisa sendiri.” Ucapku meraih kertasku
lalu berjalan menjauhinya.
“kau yakin? Kau sudah makan?” sunggyu mengejarku
yang terpincangpincang. Aku terus melangkah menninggalkan sunggyu walau hampir
semua kertas yang kubawa berjatuhan dan langkahku benar benar tidak tertata
rapi.
“sunggyu-ya.” Suara perempuan yang sama
seperti suara perempuan semalam memanggil sunggyu. Aku melambatkan langkah
kakiku ketika aku sadar sunggyu pasti sudah tidak mengejarku lagi.
Aku melangkah dengan tergesa-gesa.
Perlahan, aku membalikan tubuhku mencoba mecari sunggyu. Tepat, dia sudah tidak
mengejarku. Langkahnya berubah 180 derejat. Dirinya juga sudah tidak sendiri,
dia sudah pergi dengan perempuan lain sekarang.
Perasaan ini muncul lagi, rasa sakit yang
seharusnya tidak muncul lagi sejak 3 tahun yang lalu. Aku tidak bisa menahan perasaan ini untuk
yang kesekian kalinya. Entah kenapa aku tidak bisa menerima kenyataan pahit
dikehidupanku yang aku jalani saat ini. Kenyataan pahit yang bertubi tubi
datang kearahku dan aku tidak bisa melewatinya sama sekali.
*
Malam ini, terasa kelam seperti biasa. Aku
hanya terdiam diatas sebuah kursi coklat tepat menghadap kearah jendela yang
hanya ditutupi oleh selembar kain tipis yang menari diterpa angin malam yang
masuk lewat celah kecil jendela.
Aku memperhatikan sebuah foto yang sudah
lapuk dan terbakar disisi kanan dan kirinya. Sebuah foto yang mengingatkanku
kepada sebuah peristiwa yang tidak mungkin aku ulang. Namun, peristiwa itu pun
yang membawaku menjadi sulit menjalani hidup saat ini.
Saat itu, pesta kelulusan telah berakhir.
Tapi untukku kebahagiaan dihari itu belum berakhir sebelum aku melaksanakan
rencana terakhir dihari ini. Dengan senyum yang sangat bahagia, aku berjalan
melewati trotoar yang ramai. Saat itu orang-orang disana tidak menatapku dengan
sinis, bahkan mereka tidak memperdulikanku saat itu.
Aku memasuki sebuah restoran kecil dan
bertemu seorang lelaki yang sudah lama aku simpan perasaanku untuknya. Ya,
sunggyu. Aku memperhatikannya yang menungguku dari balik kaca restoran itu. aku
mengguratkan senyumku lalu masuk kedalam restoran dan menghampirinya dengan
senyum yang merekah.
“maaf telah menunggumu lama.” Ucapku
santai. Sunggyu tersenyum, senyuman yang selalu ia tunjukan padaku ketika ia
bertemu denganku. Senyuman yang sama bahkan ketika ia menyuruhku untuk tegar
dalam menjalani hidup.
“aku juga baru datang, mengapa kau
mengajakku bertemu? 3 jam yang lalu kan kita baru saja bertemu dipesta
kelulusan.” Tanyanya dengan wajah bingunnya. Aku terdiam sejenak saat itu
mempersiapkan diriku sendiri dan memperlambat detak jantungku yang dari tadi
berdetak sangat cepat.
“aku ingin mengatakan sesuatu padamu.”
Ucapku sedikit gugup. Sunggyu menatapku menanti ucapanku selanjutnya.
“sunggyu-ya, aku menyukaimu dan aku tidak tahu bagaimana cara memberitahumu,
aku hanya bisa memberikan ini padamu.” Ucapku menunduk sambil memberikan sebuah
kotak berwarna merah darah yang berisi coklat yang aku buat semalaman.
Beberapa menit kami terdiam, aku
memberanikan diri mengangkat kepalaku dan menatap wajah sunggyu.”wae? kau tidak
menyukaiku?” tanyaku pelan dengan tatapan bingung.
“mian, yoora-ya. Aku...”sunggyu mulai
berbicara. “beberapa saat yang lalu, aku baru saja menyatakan perasaanku pada
chae rin.” ucapan sunggyu membuatku ternganga.
“chae..rin...”
“iya, lee chae rin. mian yoora, tapi,
kenapa kau tidak menyatakan itu sejak dulu? Aku...”
“gwencanha, chae rin, chae rin orang yang
baik. Dia juga cantik, aku pikir dia juga pantas untukmu.” Ucapku mencoba
menahan semua perasaanku yang hancur lebur mendengar ucapan sunggyu tadi.
Kata-kata yang tidak pernah aku pikirkan sebelumnya. Sesuatu yang ada diluar
batas pemikiranku jika sunggyu menyukai chaerin, sahabatku sendiri.
Aku menghela napas panjang bertahan agar
aku tidak menangis. Aku mengambil ponselku menahan tanganku agar tidak bergetar.
“sepertinya aku harus pergi, gyu-ya.”
ucapku bangkit dari tempatku.
“kau mau aku antar?” tanyanya yang tahu
jika wajahku tidak seceria tadi.
“aku bisa pulang sendiri.” Jawabku
tersenyum, berusaha sesumringah sebelumnya. “ahh,” aku membalikan tubuhku. “selamat
atas kelulusanmu, dan selamat karena telah menemukan perempuan sebaik chae
rin.”
Aku melangkah keluar restoran itu. aku
tidak memikirkan apa yang sedang dipikirkan sunggyu sekarang. Aku hanya
berjalan berharap semua rasa yang hancur lebur ini terbang mengikuti angin yang
menghembuskan rambutku.
*
Hari itu belum berakhir, semua kesedihan
itu masih berlanjut dihari yang kelam itu. setelah keluar dari restoran itu,
aku tidak berniat untuk pulang sama sekali. Aku terus berjalan dan tidak
memperdulikan sunggyu yang masih berdiri memperhatikanku.
Aku terus berjalan dan membiarkan air
mataku yang terus menetes. Aku tidak memperdulikan orang-orang yang menatapku
bingung. Dipikiranku saat itu hanyalah kehancuran yang mendalam dan satu
pertanyaan: “kenapa?”
Aku menoleh kebelakang mendengar seseorang
memanggil namaku, aku memperhatikan beberapa orang dibelakangku yang hampir
semuanya menatapku. Mataku masih buram karena air mata yang masih memenuhi
mataku. Hingga akhirnya aku menoleh kekiri, sebuah motor besar melaju sangat
kencang. Aku membatu menatap motor itu. dan “crashhhhhh....” ya, hanya kejadian
itu yang kuingat.
Setelah kejadian tabrakan itu, aku hanya
berharap aku sudah berpindah kehidupan. Tapi ternyata harapanku masih ditunda.
Ketika aku terbangung, aku sudah berada diruang perawatan dirumah sakit. Ketika
mataku terbuka, entah kenapa aku tersenyum menatap seorang lelaki dengan wajah
muramnya berdiri didepanku.
“kau tidak semuram biasanya, aku masih
hidup.” Ucapku menenangkan hatinya dengan nada sedikit bercanda.
“apa ini semua karenaku?” tanyanya pelan.
Aku terdiam menatapnya lalu menggeleng pelan. “maafkan aku.” Ucapnya membuatku
sedikit bingung.
*
Kejadian itu, kecelakaan itu, seharusnya
sudah terkubur rapat dalam ingatanku. Tapi, kecelakaan itu, hari itu, adalah
hari terburuk yang pernah ada dalam hidupku. Karena kejadian hari itu, aku
kehilangan semuanya. Kehilangan lelaki yang aku cintai dan.... kehilangan kaki
kiriku. Kaki kiriku harus diamputasi karena luka yang cukup parah akibat
kecelakaan itu. dan itu membuatku kehilangan semuanya. Kehilangan pekerjaan,
kehilangan harapan, kehilangan impian dan kehilangan kepercayaan ayahku.
Aku kini, hanyalah sampah yang hanya bisa
dipandang sebelah mata oleh orang yang melihatku. Seorang perempuan buntung
yang jika berjalan harus dibantu dua tongkat. Seorang perempuan buntung yang
hanya bisa bermimpi tanpa tahu akan hasilnya. Dan seorang perempuan buntung
yang kehilangan semua harapannya.
Apakah ini jalan untukku? Semuanya
kulakukan sendiri sekarang. Bahkan ayahku pun hanya menganggapku sampah. Aku,
hanya berharap, jika esok hari masih datang, aku hanya ingin satu. Cabutlah
nyawaku, aku sudah bosan melihat semua kesenangan tanpa aku merasakannya.
*end*