Laman

July 16, 2011

my boy is a mongdal (part 2)

Malam terdengar sunyi, suara rintik hujan sudah terdengar jelas. Min rae bersiap untuk tidur setelah menutup korden kamarnya. “sepertinya akan turun hujan deras.” Gumam min rae menatap eli yang sudah terlelap disofa kamar min rae. “bahkan tidur pun tetap terlihat tampan.” Min rae tersenyum menyelimuti dirinya.

*

Tepat pukul 1 malam, hujan benar-benar deras, petir juga terus menyambar. Kilatan malam itu terlihat jelas dari kamar min rae. Min rae terlihat nyenyak seakan tidak menyadari apapun. Sementara eli terbangun memegangi dadanya. Seakan terlihat cepat, dada eli kembali mengeluarkan darah kesekujur tubuhnya. Tubuhnya penuh keringat. Ia terjatuh dari sofa dan masih memegangi dadanya dilantai.

“arrgggghhhh...” teriak eli membuat min rae terbangun dari tidurnya. Min rae menatap eli yang bersimbah darah itu dengan tatapan kaget. Eli masih menggeliat terlihat kesakitan.

“kau kenapa eli?” tanya min rae pelan. Sementara mona, kucing min rae terus mengeong aneh ketika memasuki kamar min rae lewat celah kecil dipintu kamarnya. “mona, kau kenapa?” tanya min rae memeluk kucingnya yang berbulu hitam tersebut. Mona terus mengeong aneh sementara petir dan kilat terus datang menyambar.

“eli sadarlahh.” Min rae menghampiri eli lalu memegangi pundaknya. Eli masih terlihat kesakitan.

“pergilah!!!” eli mendorong min rae hingga minrae membentur tempat tidurnya sendiri.

*

Pagi kembali menjelang, min rae terbangun dari tidurnya ketika mona melompat dari tubuhnya. Semalaman, karena ia takut, ia tertidur diruang tengah rumahnya. Rasanya, seperti mimpi buruk baginya semalam. Ia ketakutan dengan pundak yang terasa sakit dan membiru.

“apa yang semalam terjadi? Aku takut, wajahnya berubah menjadi menyeramkan.” Gumam min rae masih memikirkan kejadian tadi malam sambil mendekap erat selimutnya.

“kau tidak apa-apa?” suara eli mengagetkan min rae, hampir saja min rae menutup dirinya dengan selimut lagi. Min rae menggeleng pelan. “kau melihatnya semalam?” eli duduk dihadapan min rae. Min rae yang terlihat ketakutan memperhatikan pakaian eli yang kembali bersih dari darah. Min rae hanya mengangguk.

“setiap malam bulan purnama atau malam yang hujan dan penuh dengan petir dan kilat, aku selalu seperti itu.” Eli mulai menceritakan kisahnya. “setiap aku seperti itu, lukaku akan selalu mengeluarkan banyak darah.”

“itu luka? Aku kira awalnya tato.” Jawab min rae yang terdengar seperti bergumam.

“aku.. Aku juga bukan sepenuhnya manusia.” Ucap eli sambil menunduk. “sebagian dari tubuhku berisi roh dari mongdal.” Min rae menatap eli kaget.

“mongdal katamu?? ma..mana mungkin?” tanya min rae semakin tidak percaya.

“yaa, aku dikutuk oleh kakekku, saat itu aku tidak mau menikah dengan perempuan yang tidak aku cintai. Lalu aku pergi dari rumah dan akhirnya kakek dan ayahku menemukanku dan menempelkan roh mongdal kedalam tubuhku.” Cerita eli pelan.

“karena itulah kau sampai didalam gudang rumahku?” tanya min rae berusaha menyembunyikan rasa bingungnya.

“hmm, aku tahu kalau dirumah ini hidup seorang gadis, awalnya aku berniat untuk membunuhmu malam itu, tapi lukaku terlalu sakit dan kau malah menolongku.” Jawab eli yang sekarang menatap min rae.

“kkkk~ kau bercanda, kau kan bukan mongdal asli, mana mungkin kau membunuhku.” Sahut min rae tertawa lepas.

“semua mongdal akan membunuh seorang gadis jika mereka sedang membutuhkannya. Aku pun tidak bisa menghentikannya, walau hingga sekarang aku belum membunuh seorang gadis samasekali.” Ucap eli memperhatikan tangan min rae yang memegangi pundaknya. “karena kejadian semalam pula, aku mengingat ini.”

“lalu kau ingat siapa namamu? Rumahmu? Dan...”

“namaku bukan eli, namaku adalah kim kyoung jae. Rumahku, sangat jauh dari sini.” Ucap eli pelan. “dan satu lagi, jangan pernah mendekatiku jika aku kembali seperti semalam, kau pasti akan terluka.” Pinta eli menatap mata min rae.

“ahhh, baiklah baiklah. Tapi... kau tidak tahu bagaimana kau bisa kembali seperti semula?” tanya min rae sambil sedikit berpikir.

“hmm, aku masih belum mengingatnya.” Jawab eli menggelengkan kepalanya.

“tapi.. kau boleh memanggilku eli sampai kapanpun agar aku tidak ditemukan oleh kakekku. Karena dia masih mencariku sampai sekarang.” Pinta eli memegang kedua pundak min rae dengan wajah memohon.

“awww...” min rae terlihat kesakitan ketika eli memegang pundaknya.

“kkaauu? Apa semalam aku menyakitimu?” tanya eli bingung.

“aniya~, hanya saja semalam aku ingin menolongmu, besok juga sudah tidak apa-apa.” Jawab min rae tersenyum.

“biar aku sembuhkan.” Elu meletakan kedua telapak tangannya diatas pundak min rae. Sebuah sinar putih keluar lalu dengan cepat menghilang. Dengan seketika rasa sakit dipundak min rae menghilang. Min rae menggerakan tangan dan pundaknya. Sembuh.

“gomawo, bagaimana jika kita sarapan diluar?? Ayoo~ hari ini kan hari minggu. Ini jaketmu, pakailah sekalian kita membeli beberapa baju untukmu. Ayoo~” min rae menarik tangan eli keluar rumahnya sambil memberikan jaket hijau pada eli.

*

Setelah makan disebuah restoran china, min rae mengajak eli membeli pakaian kesebuah mall didekat restoran tersebut. Mereka memilih pakaian yang mereka suka hingga hari menjelang siang.

“bagaimana kalau kita membeli bahan makanan, lalu kita masak dirumah?” ajak min rae menuju kebagian sayuran di mall tersebut.

“kau itu punya banyak uang yaa??” eli berbalik bertanya sambil memegangi brokoli.

“aku baru saja mendapat gaji kemarin.” Bisik min rae ditelinga eli lalu mendorong trollinya pergi.

“diaa... mirip dengan ibuku.” Gumam eli memperhatikan min rae.

“iillaaaiii... sedang apa kau disana, ayo.” Teriak min rae cepat.

*

“kau tidak takut denganku??” tanya eli ketika mereka berdua berjalan bersama menuju rumah min rae.

“hmm, kenapa aku harus takut denganmu?” jawab min rae menggeleng lalu memukul dada eli.

“aww, sakit. Bisa saja kan aku membunuhmu.” Teriak eli memegangi dadanya.

“kau akan membunuhku?? Coba saja jika kau bisa.” Ucap min rae dengan nada bercanda. “hh, lagipula, aku senang kau ada dirumahku, rumahku tidak lagi sepi, karena biasanya aku sendiri.”

“dirumah sebesar itu untuk perempuan sendirian? Memang sangat sepi.” Jawab eli dengan nada tidak bersahabatnya.

“iya, itu kau tahu.” Jawab minrae cepat.

*

Malam datang kembali, min rae masih menonton televisi diruang tengah rumahnya. Matanya terlihat sudah tidak lagi sekuat siang ini. Sesekali ia menguap namun ia tetap memaksakan menonton.

“tidurlah, bola matamu sudah tidak kelihatan.” Eli membuka kulkas sambil memperhatikan min rae diruang tengah.

“aku tidak apa-apa, kau saja tidur duluan.” Jawab min rae tersenyum menatap eli.

“baiklah” sahut eli pergi menuju lantai atas.

*

Malam cukup sunyi, terasa dingin dengan gerimis menemani malam itu. Eli terbangun lalu memperhatikan tempat tidur min rae yang kosong. “kemana dia?” gumam eli bingung. Ia melangkahkan kakinya keluar kamar itu menuju ruang tengah. Eli menghela napas panjang melihat min rae yang terlelap telungkup dilantai yang beralaskan karpet merah. Eli berbalik kembali kekamar mengambil sebuah bad cover dari atas tempat tidur min rae dan membawanya keruang tengah.

“bodoh, sudah kusuruh tidur juga.” Gumam eli menyelimuti tubuh min rae yang tertidur pulas. “lucu juga.” Eli menahan tawanya ketika melihat wajah tidur min rae.

*

Pagi menjelang, jam diruang tengah menunjukan pukul 8 pagi. Matahari dari jendela kembali menyapa ruangan itu. Min rae berusaha membuka matanya dan membalikan tubuhnya. Hingga tangannya menyentuh sesuatu. Ia membuka matanya lebar lebar dan menatap eli tertidur disebelahnya.

“whaaaa~~” teriak min rae cepat.

Eli membuka matanya ketika mendengar teriakan min rae. Eli berusaha bangun lalu duduk menatap min rae. “ada apa?”

“kau... kau tidur denganku semalam??” tanya min rae aneh.

“aku semalam terlalu mengantuk ketika menyelimutimu, jadi semalam aku tertidur disini” jawab eli santai mengusap matanya pelan.

“lalu, lalu jam berapa sekarang?” tanya min rae menatap kearah jam didinding. Pukul 8 lewat lima belas. “OMO~ aku terlambat ketempat kerja. Aku harus cepat cepat.” min rae langsung bangun dan menuju kamarnya. Selang 15 menit ia turun kembali dengan dandanan yang sedikit acak-acakan. “jaga rumah, aku akan pulang sedikit terlambat hari ini.” Ucapan min rae yang tergesa gesa membuat eli hanya mengangguk.

*

Matahari sudah meninggi, jam makan siang sedang berlangsung direstoran tempat kerja min rae. Dihadapannya semangkuk nasi dan kimchi tidak disentuhnya sama sekali. Min rae menggenggam erat sumpit ditangannya, tersenyum sambil membayangkan sesuatu.

“ahh, seharusnya aku tahu dari awal jika ia tidur disebelahku. Ahhh, menyenangkan sekali rasanya.” Gumamnya masih memikirkan kejadian pagi tadi. “ahh, tidak. Dia kan bukan manusia seutuhnya.. tapii, ahh tidak apa-apa yg penting dia kan manusia tampan.” Min rae menggigit sumpitnya masih tersenyum aneh.

“yaa~ makananmu akan dingin apa yang sedang kau pikirkan hah?” dongho duduk didepan minrae setelah menepuk pelan punggung min rae.

“aihh, kau menggangguku saja.” Ucap min rae menyuap nasinya. “oh iya, aku ingin bertanya sesuatu padamu, apakah mongdal sebenarnya ada?” tanya min rae kepada dongho.

“mongdal? Itu kan hantu perawan versi laki-laki, kenapa memang?” dongho berbalik bertanya menyuapi nasinya dengan sendok.

“ahh, aniya, aku hanya bertanya.” Jawab min rae cepat.

“jangan-jangan lelaki yg waktu itu kau ceritakan adalah mongdal?” tebak dongho dengan tatapan sinis.

“ahhhaaa, mana mungkin, bisa saja kau.” Ucap min rae mengelak sambil memukul sendok dongho dengan sumpit.

“aneh.” Gumam dongho pelan.

*

Min rae kerja lembur hari ini, jadi dia baru keluar restorannya tepat pukul 11 malam. Malam sangat sunyi, ia berpisah dengan dongho diperempatan dekat gang rumahnya dan meneruskannya berjalan sendiri.

“sedikit gerah malam ini.” Gumam min rae memperhatikan sekelilingnya. Sangat sepi hingga ia memperhatikan langit yang terang penuh bintang dan dihiasi bulan purnama.

Min rae meneruskan langkahnya sambil memikirkan sesuatu tentang bulan purnama, tapi ia tidak mengingat apapun hingga ia sampai didepan gerbang rumahnya. “eli.” Ucapnya cepat berlari masuk kedalam rumahnya. Terlihat sangat sepi didalam rumahnya. Tidak ada suara aneh yang keluar dari dalam rumahnya termasuk lantai dua tempat kamarnya. Mona juga tertidur pulas diatas karpet diruang tengah. Min rae menghela napas panjang lalu duduk sebentar diruang makan meneguk segelas air putih.

Setelah mandi dan berganti pakaian, min rae berniat tidur dengan membawa segelas susu kedalam kamarnya. Ia merapatkan telinganya ke pintu, tidak ada suara, hanya terdengar suara pelan pukulan lantai. Otak min rae mulai memikirkan sesuatu tentang eli yang mungkin saja kembali seperti dua hari yang lalu. Dengan perlahan, min rae membuka pintu kamarnya lalu masuk kedalam. Namun langkahnya terhenti ketika melihat mata eli yang memerah dan dada eli yang kembali berdarah. Min rae tercengang melihat itu, hampir saja susu yang ia pegang jatuh kelantai. Ia ingin sekali mendekatinya namun ia teringat pesan eli. Dengan langkah cepat ia menutup kembali ruangan itu dan keluar menuju ruang tengah.

*TBC*

No comments:

Post a Comment