Laman

July 16, 2011

my boy is a mongdal (part 6)

“Kau kenapa? Sedang tidak sehat?” tanya dongho ketika ia dan min rae berpapasan diperempatan gang biasa. Min rae hanya menggeleng terus berjalan tanpa memperhatikan dongho. “ada masalah?” tanya dongho lagi.

“tidak, hanya sedikit banyak pikiran.” Jawab min rae berusaha tersenyum menatap dongho.

“pasti lelaki yang bernama eli itu yaa? Dia menyakitimu?” tebak dongho.

“ahh, tidak. Hubunganku baik aik saja dengannya.” Jawab min rae cepat menyembunyikan gelisahnya.

*

Malam ini, eli berdandan sangat rapi. Ia baru saja keluar kamarnya ketika min rae memperhatikannya dari meja makan. “mau bertemu perempuan yg bernama jenny itu?” tanya min rae sedikit dengan nada kasar.

“iya, malam ini kan malam minggu.” Jawab eli sumringah.

“kau menyukainya?” tanya min rae lagi.

“kau yang menyuruhku mencari kekasih, lagipula jenny sangat baik padaku. Sudah, aku berangkat.” Ucap eli tersenyum meninggalkan min rae sendirian dirumah.

“kenapa dia tidak sadar ada aku disini? Huh, malah pergi dengan perempuan lain.” Gumam min rae sendiri meletakan kepalanya diatas meja makan.

*

Pagi menjelang kembali, hujan deras datang. Karena libur, min rae hanya melihat jam lalu meneruskan tidurnya ketika pintunya terdengar ada yg mengetuk.

“kenapa?” tanya min rae setengah sadar melihat eli berdiri dihadapannya. Eli diam lalu masuk kedalam kamar min rae dan duduk disofa merah. “kau pulang jam berapa semalam?”

“jam 11, semalam adalah malam yang indah.” Cerita eli sambil memegangi dadanya.

“aku masih mengantuk, tidak ingin mendengar ceritamu.” Sahut min rae cepat menutup kepalanya dengan bantal. Ia memang tidak ingin mendengar eli menceritakan tentang perempuan itu.

“dadaku sedikit sakit.” Ucap eli pelan. Ia memperhatikan min rae yang terlihat tidak menggubrisnya. Eli berjalan pelan menghampiri tempat tidur min rae lalu duduk dipinggir tempat tidur itu.

“ada apa lagi?” tanya min rae menatap eli sinis.

“dadaku sakit.” Jawab eli menunduk memegangi dadanya. Min rae menatapnya bingung lalu duduk menatap dada eli yang terlihat berbeda tanpa darah.

“kau mau teh hangat? Aku buatkan yaa? Kau tiduran disini saja.” Ucap min rae dengan tatapan kasihannya kepada eli.

“tidak usah, sebentar lagi pasti sembuh.” Sahut eli menyandarkan kepalanya ke pundak min rae. Min rae sedikit kaget lalu tersenyum.

*

Dua minggu sudah berlalu, restoran tempat kerja min rae dan dongho harus tutup dengan alasan renovasi. Hampir seluruh waktu min rae ia lakukan dirumah walau eli sekarang jarang dirumah. Perasaannya sedikit sakit ketika eli pergi dengan perempuan itu, namun ia tidak berani menyatakan perasaannya sesungguhnya karena takut eli menolaknya.

Pukul 12 malam, gerimis kecil datang. Min rae masih duduk diruang tengah dengan niat menunggu eli pulang dari perginya dengan jenny. Matanya yang sudah sangat mengantuk ia tahan dengan harapan eli tidak menginap dirumah perempuan itu. “bagaimana jika eli menginap dirumah perempuan itu? Lalu tidur satu kamar? Ahh, tidak tidak!!” min rae bergumam sendiri lalu menggelengkan kepalanya cepat.

Pukul 2 malam, min rae sudah tertidur pulas ketika eli pulang membawa sebuah bungkusan kecil. “dia menungguku? Sampai tidur disini.” Ucap eli tersenyum memperhatikan min rae yang terlelap.

“dari mana kau?” tanya min rae membuka matanya walau dengan nada suara berat.

“ayah jenny mengajakku pergi melihat lihat beberapa butik miliknya, sangat keren.. dan ayahnya juga sangat baik.” Jawab eli menjelaskan semuanya.

“lalu kau membiarkanku menunggu selama ini hanya karena kau pergi dengan dia?” min rae bangun dari duduknya lalu menatap eli sinis. Eli menatap min rae yang berubah drastis. “seharusnya kau sadar ada perempuan yang kau tinggal sendirian dirumah, bagaimana jika ada pencuri masuk dan aku diikat dan disandra? Sementara ketika kau pulang aku sudah bersimbah darah?”

“tapi kau sudah biasa tinggal sendiri kan?” tanya eli yang sangat bingung dengan tingkah min rae.

“ahh, sudahlah.” Teriak min rae berjalan kekamarnya dan menguncinya.

“aneh, kenapa dia.” Gumam eli bingung.

*

“babo! Kenapa kau malah memarahinya. Ahhh,” ucap min rae pelan dibalik pintu kamarnya.

*

Pagi ini, eli mempersiapkan sarapan dimeja makan ketika min rae baru saja turun dari kamarnya. Min rae memperhatikan eli yang sedang sibuk menuangkan saus keatas makanan. Dengan biasa, min rae duduk dikursinya lalu mengambil sebuah apel dan memakannya.

“kau sudah bangun?” tanya eli duduk dihadapan min rae. Min rae hanya mengangguk. “maaf semalam membuatmu menunggu, aku berjanji tidak akan pulang malam lagi.” Ucap eli dengan perasaan bersalah.

“lupakan, aku yang bodoh, untuk apa aku menunggumu.” Sahut min rae tersenyum mengambil nasinya lalu memakannya.

Mereka menikmati makanan mereka. Seketika bel berbunyi dan seorang perempuan tanpa basa basi masuk kedalam rumah min rae. Jenny berdiri dengan senyumnya melihat eli dan min rae sarapan.

“rumahnya cukup besar. Hai eli!!” ucap jenny memperhatikan meja makan. Eli langsung bangkit dan menghampiri jenny.

“seharusnya kau menunggu aku menyuruhmu masuk.” Celetuk min rae memakan kimchinya. “memalukan”

“kau betah tinggal disini eli? Sepertinya leih memalukan tinggal dengan lelaki tanpa hubungan apapun.” Sahut jenny lagi. Min rae menatap jenny sinis.

“sudahlah, kau datang terlalu pagi. Ayo kita pergi.” Ajak eli megambil jaket merahnya diatas sofa lalu pergi dengan jenny.

Min rae membanting sendoknya keatas meja memperhatikan eli yang pergi dari jendela dapur.

*

Rumah min rae terdengar sepi, jam didinding menunjukan pukul 8 malam. Minggu ini hampir terisi penuh dengan hujan. Termasuk malam ini, gerimis turun kembali membuat sekeliling rumah min rae menjadi sejuk. Min rae duduk dibalkon samping rumahnya. Disebelahnya ada segelas susu hangat. Sesekali ia memeluk lututnya sambil memperhatikan langit langit mendung.

Eli yang baru saja mandi, mencari min rae dan menemukannya sedang termenung. Handuk eli masih melingkar dilehernya ketika memperhatikan min rae. Eli melihat langit mendung lalu duduk disebelah min rae ikut memperhatikan langit.

“mendung.” Ucap eli pelan mengulurkan tangannya merasakan titik titik gerimis. Min rae sedikit kaget mendengar suara eli. “akhir akhir ini kau berubah, kenapa? Karena aku jarang dirumah?” tanya eli pelan. Min rae hanya diam tidak menjawabnya. “atau karena jenny?” tanya eli lagi.

Min rae menatap eli sekarang. “boleh aku berbicara sesuatu padamu?” tanya min rae menatap wajah eli.

“bicaralah.” Sahut eli cepat tersenyum menatap min rae. Min rae menundukan kepalanya.

“sebenarnya aku tidak suka kau pergi dengan jenny.” Ucap min rae pelan. “aku tidak suka kau dekat-dekat dengan jenny.” Min rae menatap eli lalu matanya berkaca kaca. “aku...aku menyukaimu eli! Dari awal aku melihatmu, aku sudah menyukaimu. Kenapa kau seakan tidak sadar akan kehadiranku? Bahkan seharusnya kau juga tahu aku yang menyatakan seluruh perasaanku waktu roh mongdalmu kembali mengganggu tubuhmu saat itu. Aku berusaha agar kau tidak merasakan sakit yang tidak aku rasakan itu. Aku sedih ketika aku melihat kau selalu dikendalikan mongdal setiap malam. Aku ingin kau menjadi pria biasa makanya aku menyatakan perasaanku saat itu. Tapi kau malah pergi dengan perempuan lain sekarang, hatiku sakit.” Cerita min rae panjang lebar sementara air matanya mengalir deras. Eli sedikit kikuk mendengar semua perkataan min rae. Ia menatap terus wajah min rae yang dipenuhi air mata.

Dengan lembut, eli meraih kepala min rae lalu memeluknya meletakan kedadanya. “kau jahat!! Aku benci kau eli, aku benci kau jika kau pergi dengan jenny.” Ucap min rae tangisannya semakin keras sementara tangannya memukul mukul dada eli.

“sudahlah..” ucap eli pelan menahan senyumnya sambil mengusap lembut rambut min rae. “aku mengetahui itu semua dari awal. Tapi jika kau ingin terus menangis, menangislah.”

“kau jahat....” gumam min rae menghentikan tangannya.

*

Malam sudah sangat larut, eli baru saja membenarkan selimut min rae yang tertidur lelap ditempat tidurnya. Eli memperhatikan wajah min rae yang terlelap. “lama lama kau semakin mirip dengan ibuku.” Gumam eli pelan.

*TBC*

No comments:

Post a Comment