Laman

July 16, 2011

my boy is a mongdal (part 4)

Hari ini gerimis datang, min rae dan dongho sibuk melayani pelanggan direstoran tempat kerja mereka hingga sore hari. Pikiran min rae terus tertuju pada eli, dari tadi pagi eli belum keluar kamar sama sekali. Jadi, hari ini ia minta ijin pada atasannya untuk pulang cepatd engan alasan kurang enak badan.

“apa perlu aku antar?” tawar dongho namun min rae menolaknya.

*

“kau sudah baikan? Semalam kau kambuh lagi.” Tanya min rae ketika melihat eli sedang membaca sebuah majalah diruang tamu rumah min rae. Eli menatap min rae dengan senyuman yang membuat min rae luluh.

“terimakasih tidak membantuku semalam.” Jawab eli terlihat lebih baik dari biasanya.

“Ahh, seharusnya aku menolongmu, tapi kau sedikit lebih menyeramkan semalam.” Jawab min rae tersenyum terlihat kikuk.

“aku sudah mengingatnya kembali.” Ucap eli pelan.

“maksudmu?” tanya min rae bingung.

“iya, cara agar mongdal ini lepas dari tubuhku.” Jawab eli sedikit mengangguk. Min rae menatapnya dengan tatapan penuh tanya. “roh mongdal ini akan pergi jika aku menikah. Tapi....” ucapan eli terhenti. Mata min rae terbuka lebih besar. “kesempatan itu hanya 50%, sisanya aku akan mati.” Ucapan eli membuat mata min rae kembali menipis.

“jangan bercanda.” Sahut min rae berusaha bercanda walau hatinya kaget mendengar ucapan eli.

“aku serius, karena itulah aku tidak melakukannya, aku takut menyakiti istriku kelak.” Ucap eli yang sekarang tidak menatap wajah min rae. Min rae menatapnya dengan hati sedikit terpukul. Rasanya benar benar aneh didalam hatinya.

“tapii,, apa tidak ada cara lain?” tanya min rae sedikit berpikir.

“cara yang satu ini tidak membuatku 100% sembuh.” Jawab eli pasrah.

“apa?”

“seorang perempuan yang mempunyai perasaan tulus dan menyatakannya padaku.” Ucap eli cepat. min rae tersenyum mendengar hal itu. “kau kenapa?”

“ahh, tidak tidak. Lalu maksudmu cara itu tidak bisa membuatmu sembuh 100 persen?” tanya min rae semakin bingung.

“cara itu hanya menghilangkan kekuatan roh mongdalku, namun luka didadaku akan tetap ada sampai kapanpun. Walau rasa sakit akan berkurang tapi tetap ada saatnya rasa sakit itu muncul.” Jelas eli.

“ehmm, baiklah, jangan pikirkan soal itu. Aku akan membantumu menghilangkan roh mongdal itu. Aku berjanji.” Ucap min rae tersenyum menatap eli.

“bagaimana caranya?” tanya eli bingung.

“apapun caranya. Lagipula, aku yakin pasti ada cara yang lebih baik dari dua cara itu. Dan, untuk cara yang kedua, kenapa kau tidak keluar mencari perempuan yang kau suka? Itu lebih baik.” Usul min rae lalu bangkit dari tempat duduknya menuju kamarnya.

“min rae-shi, tapi...” panggil eli membalikan tubuhnya menatap kepergian min rae.

“tidak usah membantah, sudah kubilang kan aku akan membantumu.” Teriak min rae yang hampir tidak terdengar oleh eli.

*

Hari berganti hari, sudah lebih dari sebulan eli tinggal dirumah min rae. Sore ini, min rae mengajak eli untuk pergi kesebuah taman didekat rumahnya dan tidak jauh dari pusat kota. Ditaman, sesekali min rae menunjuk beberapa gadis yang dianggapnya cantik dan mempromosikannya pada eli.

“ihh, sudah kubilang berkali kali, dia bukan tipeku. Kenapa kau selalu menyodorkan perempuan yang bertipe sama?” ucap eli memukul kening min rae setelah min rae menunjuk seorang perempuan yang baru saja keluar dari supermarket.

“aww, kenapa memukul?” teriak min rae tersenyum menatap eli. Eli hanya membalasnya dengan senyuman lalu pergi. “tunggu~” min rae sedikit mengejar eli.

“rasanya indah pergi dengan lelaki setampan dirinya, pengalaman pertama ini tidak akan aku lupakan. Mungkin orang orang menganggap kami adalah sepasang kekasih, tapi.. aku memang ingin menjadi kekasihnya. Tidak perduli siapa dirinya.” Min rae bergumam sendiri didalam hatinya tanpa sadar tangannya merangkul lengan eli.

“kau kenapa?” tanya eli bingung dengan tatapan santai.

“ohh, ahh tidak. Bagaimana jika kita pergi kesana?” min rae langsung melepas lengan eli dan mengalihkan perhatian sambil menunjuk kesebuah warung soju diujung jalan.

“baiklah, ayo.” Ucap eli melangkah menuju warung itu.

“babo!”

*

“ayo, kita bertarung....” ucap min rae meminum segelas lagi soju. Pipinya memerah dan nada bicaranya sudah tidak teratur.

“kau mabuk, sudahlah.” Eli merebut gelas min rae.

“tidak tidak, aku baik baik saja, eli shi....” jawab min rae hendak menuangkan soju lagi.

“jangan jangan kau tidak bisa minum?” tebak eli yang berhasil merebut botol sojunya.

“hmm, akhirnya aku ketahuan.. heheh..” jawab min rae tertawa lepas.

“kita pulang saja.” Eli merangkul min rae lalu meninggalkan tempat itu.

*

“aku senang hari ini.... pergi denganmu, minum denganmu, kapan kita bisa melakukannya lagi...” ucap min rae melepaskan rangkulan eli lalu berjalan sedikit tidak teratur.

“hei, kau bisa jatuh.” Eli sedikit mengejar min rae. “naiklah.” Eli menyuruh min rae naik kepunggungnya.

“bodoh.” Ucap eli pelan ketika minrae tertidur dipunggungnya. “semakin lama kau semakin mirip dengan ibuku.” Ucap eli lagi sambil tersenyum.

*

“aku ingin pindah kekamar tamu dibawah.” Ucap eli mengagetkan min rae yang dari tadi memandanginya.

“mwo??” tanya min rae tersentak. Dalam hati kecilnya ia tidak ingin kalau eli pindah kamar. Ia ingin setiap malam melihat wajah tampan eli yang menurutnya seperti malaikat.

“hm, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu lagi ketika roh mongdalku beraksi.” Jawab eli tersenyum membawa bantalnya pergi. Min rae memanyunkan bibirnya dengan sedikit rasa kesal.

*

Hari berganti hari, tidak ada tanda tanda roh mongdal hari ini. Min rae membereskan kamarnya dihari sabtu yang cerah ini. Ia mengambil buku buku yg sudah tidak terpakai lalu memasukannya kedalam kardus. Begitupula dengan pakaina yg tidak terpakai lagi.

2 kardus sudah cukup untuk di buang, min rae agak sedikit kesusahan membawa dua kardus turun kelantai satu. Sementara eli yang berada diruang tengah memperhatikannya.

“cukup berat, ayo beberapa anak tangga lagi.” Gumamm min rae menyemangati dirinya sendiri. Eli terlihat tersenyum melihat min rae membuat min rae menatapnya dan “bukkkk...” terjatuh.

“isshhh. Sudah kubilang jangan menatapku seperti itu, harus berapa kali aku beritahumu hah??” ucap min rae yang wajahnya kembali memerah.

“lagipula kenapa kau bekerja sendiri mengangkat dua kardus berat itu?” tanya eli menghampiri min rae.

“aku sudah biasa melakukan pekerjaan ini.” Jawab min rae membereskan kembali kardusnya.

“kau bisa meminta bantuanku kalau sulit.” Sahut eli membantu membereskan kardus yang berserakan.

“tidak usah, aku bisa melakukannya.” Ucap min rae mengangkat lagi dua kardus itu.

“tidak baik perempuan bekerja sendiri sementara ada lelaki yang berniat membantu dihdapannya.” Eli meraih dua kardus tersebut lalu membawanya keluar rumah. Min rae tersenyum mendengar ucapan eli tersebut lalu mengikutinya keluar.

*

Malam datang, angin berhembus cukup kencang membuat korden kamar min rae bergerap pelan. Min rae sibuk dengan laptopnya sementara eli membaca sebuah buku disofa panjang itu. Suasana kamar sangat hening, tidak seperti biasa. Min rae yang biasanya banyak bicara malah diam malam ini.

“kau serius sekali.” Tanya eli yang dari tadi memperhatikannya. Min rae masih menatap layar laptopnya hingga eli menghampirinya dan ikut menatap layar laptopnya.”kau masih berusaha?”

“hmm, tapi manusia setengah mongdal seperti mu sepertinya hanya kau saja. Semua tertulis disini hanya hantu yang benar benar mongdal yang bisa diusir dari dunia ini.” Jawab min rae masih memeprhatikan laptopnya.

“sudahlah, lupakan. Aku akan seperti ini sampai aku mati nanti.” Jawab eli berjalan meninggalkan kamar min rae.

“eli.....” panggil min rae bertepatan dengan suara petir yang sangat keras. Hujan turun benar benar deras saat itu juga. Min rae menatap eli yang menghentikan langkahnya. Eli masih terdiam menghadap pintu, titik-titik darah menetes kelantai. Wajah min rae berubah menjadi pucat ketika tahu eli kambuh kembali.

“eli-shi, kau tidak apa-apa?” tanya min rae gugup. Eli menjatuhkan badannya sambil memegangi dadanya. Ia mulai berteriak menahan sakit dari lukanya membentur suara petir yang cukup menyeruak hati. Min rae diam hendak menolong namun ia kembali teringat kata-kata eli agar tidak menolongnya.

Min rae langsung pindah duduk dipojok tempat tidurnya. Rasa kaihan kembali menyeruak didalam hatinya melihat eli yang semakin menahan sakit yang amat sangat dari dadanya.

“andwae!! Eli shi, sadarlah.” Teriak min rae hampir menangis. Tanpa pikir panjang, min rae menghampiri eli yang terbaring memegangi dadanya. Min rae memegangi pundak eli sambil menggoyangkan tubuh eli berharap eli sadar.

“eli-shi, sadarlah.” Ucap min rae. Namun kekuatan eli cukup besar untuk mendorong min rae. Min rae kembali tersungkur didepakt tempat tidurnya. Namun, tanpa memikirkan dirinya, min rae kembali memegangi tubuh eli yang bersimbah darah. Eli yang tidak sadar dikendalikan roh mongdal kembali mendorong min rae dan mencakar tangan min rae. Tangan min rae terluka dan mengeluarkan darah. Min rae menghela napas panjang.

“eli sadarlahh, aku menyukaimu, aku mencintaimuu. Dari awal aku melihatmu, aku sudah mencintaimu. Sadarlah eli, aku takut.” Ucap min rae. Air matanya mulai keluar sementara eli masih menyiksanya jika min rae mendekatinya.

“eli, aku rela berbuat apapun agar kau sembuh, sadarlah aku yakin kau bisa melawan roh ini.” Pipi min rae terlihat mengeluarkan darah dan napas minrae tersenggal senggal. “eli shi, aku mencintaimu.” Mata min rae terlihat tidak kuat lagi untuk terbuka. Eli pun sudah berhenti dari gejolak roh mongdal tersebut. Min rae tersenyum menatap eli yang tertidur bersimbah darah dihadapannya. Min rae yang tubuhnya penuh luka pingsan didada eli.

*TBC*

No comments:

Post a Comment