Laman

June 26, 2011

non naui dongsaeng e e e (part. 6)

“yaa, sebenarnya appa juga mau menjelaskan sesuatu padamu.” Sahut ayah min jae ketika selesai mendengar cerita min jae tentang golongan darah. “min woo sebenarnya bukan adik kandungmu, semenjak melahirkanmu, ibumu divonis tidak bisa hamil kembali. Padahal saat itu, ia ingin sekali anak laki-laki. Ia berpikir keras hingga akhirnya ia berniat mengambil min woo dari panti asuhan ketika min woo baru saja berumur 3 bulan.” Mata min jae mulai berkaca-kaca. “maafkan appa, menurut appa itu hal yang tidak penting untuk kalian ketahui. Dan, karena itulah appa tidak ingin kalian selalu tidur bersama.”

“gomapda appa, kau telah memberitahuku saat ini. Tapi kenapa kau tidak pernah bilang jika dia sakit...”

“dari umur 3 bulan itu memang dia sudah memiliki penyakit ini, tapi ternyata min woo tidak pernah merasakan sakitnya. Jadi appa tidak mau membuatnya memikirkan penyakit itu.”

*

Operasi berhasil, min woo sudah melewati masa kritisnya. Ia juga sudah sadar walau masih terlihat sedikit lemah. Wajahnya juga masih terlihat pucat.

“kau sedang apa?” tanya min jae yang baru datang ketika min woo sedang terdiam diatas tempat tidurnya.

“noona, bagaimana kabarmu? Kau tahu aku merindukanmu. Aku sudah bosan tidur sendiri disini. Kapan aku bisa pulang??” pertanyaan minwoo menyerbu min jae. Min jae menjawabnya dengan senyum sambil menghampiri minwoo. Dia langsung memeluknya dengan sangat erat sampai hampir menangis.

“kau kenapa noona?? Apa aku membuatmu sedih?” tanya min woo bingung ketika seluruh temannya termasuk donghyun dan hyunseong memasuki kamarnya. Min jae melepaskan pelukannya lalu menghapus air matanya. Ia tersenyum lalu pergi membiarkan mereka bercengkrama.

*

Sudah satu bulan dari kesembuhan min woo. Pastinya dia sudah kembali kerumah yang biasa ia tempati. Aktifitasnya juga sudah berlangsung seperti biasa kembali. Sampai saat ini, ia juga belum memberitahukan kenyataan tentang siapa min woo sebenarnya.

Pagi ini adalah hari libur bagi mereka bertiga. Hyunseong yang pagi ini mempunyai jadwal memasak sedang berkutat dengan wajan didapur. Sementara min jae terlihat bersiap pergi.

“kau mau kemana sepagi ini?” tanya hyunseong yang memperhatikannya dari tadi.

“noona~ mau kemana kau??” sambung minwoo yang baru saja keluar dari kamarnya.

“aku harus kesuatu tempat hari ini, kalian tetap dirumah yaa, sepulang nanti aku akan memberikan kalian oleh-oleh. Sampai jumpa.” Ucap min jae tersenyum kepada keduanya. Min woo yang bingung hanya melambaikan tangannya sementara hyunseong melanjutkan memasak.

*

Min jae sampai disebuah rumah yang cukup megah tapi tidak semegah rumah yang ia tempati. Ia masuk kedalam gerbang tembok dan mengetuk pintu rumah itu. Seorang perempuan berambut panjang. Wajahnya nampak asing bagi min jae, namun ia pernah melihatnya sebelumnya.

“kau?? Sepertinya aku pernah melihatmu, tapi dimana?” ucap perempuan itu seolah berpikir.

“donghyun ada?”

“ohh, masuklah. Akan aku panggilkan.”

Perempuan itu meninggalkan min jae sendirian. Min jae memperhatikan sekelilingnya, terlihat sepi. Pikirannya kembali melayang, ‘mereka belum menikah tapi sudah tinggal berdua.’ Tapi semuanya terpecahkan ketika ia melihat ibu donghyun keluar dari dapur menuju kamarnya tanpa melihatnya.

“tunggu sebentar yaa, donghyunnya sedang mengganti pakaian.” Perempuan itu menampakan dirinya lagi. Sedikit kaget min jae karena perempuan itu terlihat datang mendadak. “kalau aku boleh tahu, siapa namamu?”

“min jae, no min jae.” Jawab min jae singkat masih memperhatikan perempuan ini.

“ohhh, aku sering mendengar namamu sering disebut donghyun.”

“min jae, ikut aku.” Sahut donghyun yang turun dari kamarnya menghampiri min jae.

“kenapa harus dikamar, kenapa tidak bicara disini saja? Agar kita bisa lebih dekat.” Tanya perempuan itu terlihat tidak menerima jika min jae diajak donghyun.

“jangan banyak bicara.” Donghyun menarik tangan min jae menuju kamarnya.

*

“aku kesini hanya untuk memberikan ini padamu. Sepertinya aku tidak pantas memakainya lagi.” Min jae mengeluarkan sebuah kalung berbandul kura-kura yang sering ia kenakan kemanapun ia pergi. Donghyun memperhatikan kalung itu sebentar lalu menatap min jae tidak percaya. “kau pernah bilang padaku, aku harus menjaga ini namun jika ada situasi yang membuat diantara kita pergi, aku harus mengembalikannya padamu. Sekarang, situasinya sudah terlanjur berubah. Kau bisa memberikan ini kepada wanita itu. Sepertinya wanita itu lebih pantas mengenakannya.” Mata min jae terlihat berkaca-kaca. Donghyun diam sebentar.

“kau sudah mengetahui semuanya dari hyun seong?? Maafkan aku tidak memberitahumu dari awal. Aku memang pecundang.”

“hyunseong adalah orang yang memberitahuku tentang dirimu seluruhnya, aku sangat senang karena dia aku mengetahui semua tentang dirimu.” Min jae berusaha tersenyum.

“pergilah dengan hyunseong.” Ucapan donghyun membuat min jae menatapnya aneh.

“kau memberikan aku padanya?”

“itu karena aku mencintaimu, dan... hyunseong lebih baik dariku 1000kali.”

“aku tidak mencintainya, aku hanya menganggapnya seorang sahabat yang bisa aku ajak bercerita tentang apapun. Yaa, walaupun sulit untuk aku katakan tapi aku masih sulit untuk melupakanmu. Butuh waktu lama, tapi aku akan berusaha.” Min jae menunduk tanpa menatap donghyun. Lagi lagi donghyun diam.

“maafkan aku..” min jae mengusap lembut punggung donghyun. Seketika perempuan itu masuk kedalam kamar sambil membawa nampan berisi dua gelas minuman dan beberapa makanan. Perempuan itu melihat semua apa yang terjadi. Namun min jae yang terlihat kaget langsung melepaskan tangannya dari pundak donghyun.

“baiklah, aku harus pergi. Hiduplah lebih baik dari sebelumnya, dan jaga dia baik-baik.” Min jae bergegas pergi walau rasa ingin menangis tidak ingin pergi dari dirinya.

Donghyun masih duduk dikamarnya. Ia menatap perempuan itu sinis lalu bangkit dan berlari mengejar min jae. Perempuan itu mengikutinya.

“min jae-ahh...” panggil donghyun kepada min jae yang berjalan tidak terlalu jauh darinya. Min jae hanya menghentikan langkahnya. Donghyun menghampirinya lalu memeluk min jae dengan hangat. Perempuan itu memperhatikannya tak jauh dari mereka. “berjanjilah untuk hidup lebih baik demi diriku, kau masih punya min woo adik kesayanganmu dan kau masih punya masa depan yang sangat cerah. Aku mencintaimu, tapi aku yakin suatu saat pasti ada yang lebih mencintaimu dibanding diriku. Sekali lagi maafkan aku.” Air mata min jae mulai menetes ketika mendengar perkataan donghyun. Ia menangis dipundak donghyun.

“aku berjanji, jaga dirimu dan calon istrimu. Aku yakin kau akan mempunyai anak-anak yang lucu nantinya. Jangan khawatirkan aku, kau tahu aku kuat kan.” Min jae melepaskan pelukan donghyun dan tersenyum. “dan kau, aku titipkan donghyun padamu. Sayangi dia.” Min jae yang dari tadi melihat kehadiran perempuan itu memandang perempuan itu. Perempuan itu hanya mengangguk sementara min jae mengusap pipi donghyun lalu pergi.

*TBC*

No comments:

Post a Comment